“Jika kau lapar, Mommy akan ke dapur memanaskan susu untukmu, Hope-Hope ....”Avanthe bergumam setengah sadar saat masih dalam keadaan mengantuk. Dia tak langsung bangun. Mencoba terpejam lebih dalam, tetapi tangan – tangan yang meremas di dadanya, tangan – tangan yang sempat terhenti, sekarang kembali melanjutkan. Avanthe sedikit bergeser mencari posisi lebih baik. Wajahnya miring menghadap samping. Sama sekali tidak memikiran hal lain, dia memang tidak sadar kalau – kalau telah membiarkan Hores bermain – main di dadanya. Masih mencoba kembali tidur selama tak mendengar suara Hope.Sementara, Hores sendiri tidak mengerti mengapa dia harus menahan diri sesaat begitu suara Avanthe sayup – sayup menembus di pendengaran. Menahan diri seperti kucing yang sedang mencuri ikan. Barangkali Hores tak ingin membangunkan Hope, begitu yakin jika Avanthe akan menunjukkan histeria tak terbendung ketika wanita itu sadar apa yang sedang dia lakukan.Hores menggeram samar, meremas gumpalan dada Avanth
Tidak ada yang lebih indah dari suara ocehan Hope di pagi hari. Avanthe duduk di atas ranjang. Memainkan tangan mungil putri kecilnya yang akan bersiap untuk mandi. Dia masih mengajak Hope berbincang sembari menunggu Shilom kembali masuk ke kamar. Beberapa saat lalu wanita itu berpamitan sekadar memastikan keberadaan Hores. Sekalian Avanthe sepakat meminta Shilom mengusir pria itu pulang. Tidak tahu berita seperti apa yang akan Shilom bawa pulang. Ketika pintu tiba – tiba terbuka, keputusan serius yang Avanthe lakukan adalah menatap Shilom yang menderap pelan mendekati ranjang.“Tuan Roarke baru bangun, Ava. Aku tak berani langsung memintanya pulang.”Tarikan napas Avanthe cukup dalam. Dia mengerti bagaimana posisi Shilom sebenarnya. Tidak akan terlalu memaksa. Kembali menatap Hope yang hanya ditutup dengan handuk kecil melilit di tubuh.Sementara waktu ini Shilom akan selalu membantu memandikan Hope, karena Avanthe sendiri kesulitan sekadar berjongkok atau melipat kakinya untuk mene
“Kau boleh pergi. Untuk kali ini jangan menyentuh apa pun di ruang kerjaku, termasuk membersihkannya.”Hores menatap dingin setelah Shilom mengatakan jawaban mengenai Avanthe dan bagaiaman wanita itu final menolak permintaannya. Kebetulan supir yang biasa menjemput, baru saja tiba; menghentikan mobil di halaman depan, dan merupakan waktu yang tepat bagi Hores mengeksekusi sendiri. Dia berjalan masuk ke dalam kamar diliputi gerakan tangan membanting pintu setelah Shilom meninggalkan rumah. Menyenangkan melihat Avanthe terkejut, tetapi Hores tidak pernah berniat melibatkan Hope yang nyaris menangis, sebelum ibunya dengan sigap menanggapi.Avanthe mendekap Hope. Gadis kecil yang sedang takut karena suara pintu, masih membutuhkan waktu untuk benar – benar bersikap tenang. Dia menatap Hores tajam. Pria itu menjulang dengan wajah tidak berdosa.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya meski sudah mengetahui apa yang Hores inginkan. Memaksanya memakaikan kostum kelinci kepada Hope, begitu k
“Hei, kau tidak apa – apa?” tanya Kai setelah terburu – buru menyusul Avanthe dengan keadaan masih menelungkup di titik wanita itu terjatuh. Beberapa saat lalu Kai baru saja membuka pintu mobil, berniat melakukan pertemuan penting bersama rekan bisnisnya. Tetapi pemandangan mengejutkan justru menghentikan niat Kai. Dia tidak tega melihat Avanthe terdampak begitu buruk di sini. Cukup khawatir jika terjadi sesuatu yang membahayakan. “Biar aku bantu, Ava.”Saat Avanthe tidak mengatakan apa pun untuk menanggapi, hanya mengatur posisi tubuh duduk di atas aspal diliputi tatapan setengah kosong ke depan. Kai segera mengajukan diri mengangkat Avanthe yang bahkan hanya bisa mencicit, menyebut nama Hope nyaris menyerupai lirih.Mesin mobil Hores telah menyala di sana. Pria itu persis seperti menunggu momen yang tepat menjalankan mobil. Sesuatu di benak Avanthe berharap itu tidak segera terjadi. Ironinya dia harus menelan kenyataan pahit ketika mobil di mana Hope di dalamnya mulai berjalan pela
Spontanitas wajah Hores yang berpaling ke arahnya sedikit meninggalkan debaran keras. Avanthe nyaris tidak bisa menahan diri. Memaksakan keharusan meraup kewarasan dengan cepat. Dia menahan napas ketika mata tajam itu sedikit menyipit. Cara Hores menatap persis sedang menilai Avanthe dari puncak kepala hingga ujung kaki.Tanpa sadar Avanthe berpegangan erat pada kain di bagian dadanya. Pelan – pelan dia tahu iris gelap Hores berakhir di sana. Bibir pria itu sedikit menipis. Alangkah gilanya ketika Hores berjalan dengan kaki menderap tegas.“Aku penasaran apa saja yang sudah kau lakukan bersama pria itu.”“Apa maksudmu?” tanya Avanthe, bersikap defensif begitu jarak mereka sudah begitu dekat.“Kau dan pria itu ... Kai, pria yang membawamu masuk. Aku ingin tahu apa yang sudah pernah kalian lakukan.”Suara berat dan dalam Hores bergumam nyaris berdecih. Jelas itu sebuah tuduhan serius. Apa yang pernah Avanthe dan Kai lakukan memangnya? Tidak ada. Avanthe bahkan tidak pernah memikirkan se
“Kami sudah menemukan keberadaan Mr. Spairow di Bristol, Tuan. Dalam waktu 24 jam pasukan akan segera meringkusnya.”Nicky setengah membungkuk memberitahukan informasi krusial setelah Hores memberi perintah untuk melacak Mr. Spairow. Pria yang telah menyusupkan Sulinski sebagai salah satu anggota dari kartel di bawah kekuasaan pria, yang sedang menatap dingin ke arahnya supaya dapat menggagalkan transaksi malam itu. Mr. Spairow terduga melarikan diri setelah menerima berita kematian Sulinski. Tidak butuh waktu lama bagi Nicky menemukan pria asal Austria itu, pemilik rumah bordil yang juga menjual beberapa senjata. Menyembunyikan identitas sesungguhnya dengan berkedok sebagai pengusaha matrial. Terlihat seperti pria yang taat aturan, tetapi tidak berbeda jauh dari tikus – tikus berdasi.Nicky tahu dia akan segera mendapat perintah, sudah menyiapkan segala kebutuhan seperti yang dia katakan barusan.“Di Bristol?” tanya Hores skeptis.Kening Nicky terangkat sedikit bingung mendengar suar
“Hope – Hope mau yang mana? Yang singa atau gajah?”Avanthe memamerkan dua boneka di hadapan putri kecilnya. Atas perbuatan Hores, dia tak punya pilihan selain memutuskan untuk mengambil salah satu boneka yang masih utuh tersimpan di dalam kardus; kotak yang tersusun bertingkat – tingkat bersama kotak lainnya. Dengan tenang. Avanthe menunggu boneka mana yang akan Hope pilih. Tangan gadis kecil itu cukup lincah beberapa saat, lalu kemudian terlihat mendadak bingung ingin menggapai boneka singa bersurai cokelat atau gajah dengan belalai panjang.Di samping mereka, Shilom terlihat tersenyum, hal yang sama dilakukan adalah menunggu sampai tangan mungil Hope menggenggam erat di telinga gajah. Tanpa bisa dicegah, tahu – tahu gadis kecil itu telah memasukkan ekor yang dibuat menjuntai masuk ke dalam mulut.Shilom tertawa. Wanita itu langsung menangkap Hope, sementara Avanthe akan merapikan sisa kekacauan setelah membongkar banyaknya boneka yang ada di dalam kotak.“Tumben, Ava. Tidak biasan
Setelah menunggu untuk waktu yang lama, iris gelap Hores masih belum meninggalkan pandangannya pada siluet tubuh seorang gadis muda, yang baru saja membacakan cerita dongeng kepada dua orang anak di kasur terpisah, tetapi dengan sedikit jarak melengkapi.Hores hanya memindahkan pandangan ketika lampu tidur dinyalakan dan pintu kamar menutup perlahan – lahan. Pandora meninggalkan ruangan itu. Mungkin telah memastikan Aceli dan seorang anak lelaki, kira – kira berusia satu setengah tahun, barangkali lebih, sedang tertidur begitu lelap.Hores diam – diam membuka pintu balkon. Tidak sulit baginya melakukan hal tersebut. Dia melangkah begitu tentatif. Sesaat memutuskan untuk mematikan kamera CCTV yang terpasang di sudut kamar dengan kemampuan alami. Seharusnya itu tidak Hores lakukan, mengingat dia sudah melanggar banyak peraturan sejak bertemu Avanthe. Kekuatannya tidak bisa terus - terusan digunakan.Tangan Hores berpegangan pada ranjang yang dibatasi dengan pagar. Mata Aceli terpejam. C