Part 77Baru beberapa langkah menginjak lobi kantor, sebuah suara menghentikan langkahnya."Nyai! Nyai Annisa! Ya, ampun. Sudah tobat kamu, Nyai?"Dhea menatap pemuda itu dengan mata membola, jelas dia terkejut melihat anak tengil itu berada di kantornya."Ketua?" sapa Dhea Melihat mimik dhea yang terlihat terkejut itu membuat anak itu terkekeh, sungguh ini surprise yang tak terduga bagi pemuda itu, sudah setahun dia tidak pernah bertemu gadis ini, gadis yang membuatnya bertekuk lutut secara lahir maupun batin. Sejak gadis ini tamat kuliah, dia sangat kesulitan menemukannya, itu karena gadis ini telah pindah rumah beberapa kali."Ternyata kamu bekerja di sini, Nyai? Aku mencarimu sudah seperti orang gila, ternyata kamu begitu dekat letaknya."Dhea hanya tertawa mendengar lelaki itu bicara, terlalu lebay."Buat apa kamu mencariku, ketua? Jangan berlebihan, kamu dari dulu memang sudah seperti orang gila.""Dulu aku baru seperti, tetapi sekarang aku benar-benar sudah gila, aku tergila-g
Part 79Dhea melangkah ke ruangannya dengan sikap tenang, di lorong kantornya dia bertemu dengan Faisal yang tampak berjalan terburu-buru dengan membawa berbagai berkas di tangannya. "Selamat pagi, Pak?" sapa Dhea."Pagi. Eh, Dhea ...."Faisal menghentikan langkahnya, mungkin ada sesuatu yang akan disampaikan lelaki itu pada Dhea, namun beberapa saat ditunggu, tidak ada satu kata yang keluar dari mulutnya, lelaki itu bahkan mengibaskan tangannya dan kembali melangkah, memberi isyarat agar Dhea mengabaikan panggilannya.Dhea cukup memaklumi, mungkin lelaki itu tengah sibuk, cemas dan gelisah saat ini, hal itu sangat wajar karena Faisal manajer keuangan, tempat paling krusial untuk memainkan intrik penggelapan uang.Pagi itu semua jajaran managerial mendapat kejutan telak dari Bram, bukti-bukti transaksi selama ini terlihat begitu jelas, tidak perlu melakukan audit menyeluruh dari tim audit sudah terlihat jelas kecurangan yang terjadi. Bram yang sudah memperlihatkan ke-arogansiannya
Part 80Perdebatan kecil Aryan dan Dhea itu memantik perasaan kesal di hati Ilham, namun juga membuka peluang di dalam hati laki-laki itu."Benar, Dhea. Saya juga tidak percaya jika kamu sudah menikah, bahkan Afkar sendiri bilang suamimu itu lelaki tua. Rasanya saya tidak percaya, Sebaiknya nanti kamu suruh suamimu menjemputmu, aku tahu kamu tadi berangkat naik taksi," ujar Ilham dengan tatapan menghakimi."Kalian ini, kenapa harus memaksaku seperti itu. Suamiku itu sekarang sedang sibuk di luar kota," elak Dhea."Kalau dia cinta pada istrinya, pasti dia tidak keberatan untuk datang, kan?" kejar Aryan lagi."Terserah, kalian! Aku bilang sudah menikah! Kalian akan bertemu dengan suamiku suatu saat nanti."Dhea beranjak untuk pergi, dia sudah malas duduk di dekat lelaki yang masih mengejarnya itu walaupun sudah punya istri. "Dhea, dengan ijin kamu atau tidak, aku akan terus mengejarmu," tekad Ilham."Ilham!" bentak Aryan dengan tak senang."Kenapa sih, Pak? Dia hanya mantan Bapak?" sun
Part 81"Dia tidak mau pergi, bahkan menolak semua reward yang aku tawarkan, kecuali hanya bonus kecil saja," jawab Bram."Ha? Kok bisa? Bodoh atau apa karyawan Mas itu?""Tidak semua orang membutuhkan reward semacam itu, kondisinya juga gak bisa kuliah dulu, ibunya tengah sakit jadi gak bisa pergi jauh. Aku gak mungkin memperlakukan orang yang sudah berjasa padaku dengan dzalim, bisa kena karma aku."Adelia hanya mendengus kesal, membayangkan wajah Dhea yang sok cantik itu membuatnya semakin geram, tidak ada orang yang lebih cantik di kantor ini dari dia. Adi datang beberapa saat kemudian, lelaki itu langsung memberikan laporan beberapa hal yang diminta oleh Bram, baik lisan maupun tulisan."Sudah kamu selidiki karyawan yang bernama Annisa itu?" tanya Bram."Tidak ada karyawan bernama Annisa, Pak. Apalagi yang bekerja di lantai tiga. Mungkin dia bukan karyawan sini, Pak. Hanya tengah mengunjungi seseorang di lantai tiga.""Yah, bisa jadi. Apa mungkin namanya bukan hanya Annisa? Ada
Part 82Pukul tiga sore, Dhea menerima chat dari suaminya, dia menanyakan kapan Dhea akan pulang. Dengan cepat Dhea membalasnya. [Jam setengah lima, Bang][Ya, sudah. Abang jemput!][Oke]Akhirnya Dhea mengerjakan laporan dengan serius agar cepat selesai, tidak mungkin kan nanti suaminya datang Dhea belum sampai di butik, suaminya pasti akan curiga.Jam empat semua pekerjaan selesai, dengan buru-buru Dhea keluar kantor dan memesan ojek online menuju butik intan.Ketika mau keluar kantor, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di dekatnya. Seseorang langsung ke luar dari pintu pengemudi."Mau pulang?" tanya lelaki itu."Iya," jawab Dhea singkat."Ayo Abang antarin!""Gak usah, Bang. Aku sudah memesan ojek online, itu ojeknya sudah menunggu," ujar Dhea buru-buru menuju ke arah ojol tengah menunggunya. Lelaki itu dengan cepat mendahului langkah Dhea, dia mengeluarkan dompet dan mengambil uang warna merah."Bang, maaf, ya. Pesanan Abang saya cancel, ambil uang ini untuk kompensasi," uja
Part 83"Gak usah diangkat," jawab Bram.Bram masih kesal sama Lia ketika mendengar cerita dari Adi, jika wanita itu memutar balikkan fakta. Dia yang menampar karyawan itu, kenapa dia cerita kalau dia yang ditampar?"Kalau penting bagaimana?" tanya Dhea lagi."Ini sudah jam pulang kantor, Abang gak mau diganggu urusan kantor kalau lagi sama Dhea," jawab Bram.Dhea tersenyum senang mendengar perkataan Bram, dengan cepat ponsel suaminya itu di nonaktifkan. Agar perempuan itu tidak lagi mengganggu suaminya, sekarang Dhea hanya akan membuat suaminya nyaman dan sulit berpaling darinya, setalah makan malam ini, dia akan memberikan servis yang memuaskan dan membaut suaminya candu dan ketagihan, hingga lelaki itu tak akan lagi sempat memikirkan perempuan lain selain dirinya.******Apa yang Dhea pikirkan sudah terealisasi, Bram bahkan kelojotan menerima servis istrinya yang luar biasanya malam ini, energinya terkuras habis, tetapi rona kepuasan terlihat jelas di wajah lelaki itu, terlelap de
Part 84"Siapapun, Mbak? Kalau suami mbak Dhea yang nyari bagaimana?""Siapapun! Termasuk dia, aku pergi ke kantor dulu, ya?"Ketika Dhea akan pergi dari butik itu, hujan deras baru mengguyur di sana, untung saja di butik ada payung untuk menaungi menuju mobil yang dibawanya. Sampai di kantor, hujan masih turun dengan deras, Dhea langsung memarkirkan mobilnya di basement. Mencari tempat yang sedikit tersembunyi agar mobilnya tidak terlalu mencolok, sehingga suaminya tidak tahu jika mobil double cabin-nya ada di sini.Ketika masuk ke lift, di lantai dasar lift terbuka, ternyata Mario dan beberapa orang yang masuk ke dalam lift."Hei, Dhea? Selamat pagi!" sapa Mario dengan ramah."Eh, Yo? Baru sampai juga?" Sapa Dhea kembali."Kamu parkir di basement?" tanya Mario lagi "Iya.""Nggak kehujanan?""Ya, kehujanan lah. Oh ya, ini aku buat sarapan. Kamu mau nggak?" tanya Dhea."Sarapan? Kamu buat sendiri?" Mata Mario membulat, berbinar dengan ceria. Ngimpi apa semalam dibawain sarapan sama p
85"Tenang ... Sudah, gak apa-apa. Apa kamu terluka?" tanya Bram sambil memeriksa setiap anggota tubuh wanita itu.Ketika aku mendengar ada orang memecahkan kaca jendela, aku langsung bersembunyi di kolong. Orang itu memeriksa rumah, ketika dia masuk ke dalam kamar aku sangat takut, Mas. Untung saja dia tidak memeriksa kolong tempat tidur," ujar Lia masih menangis ketakutan."Ya, sudah. Syukurlah kalau begitu.""Aku gak mau tinggal di sini lagi, Mas. Aku takut.""Ya, sudah. Cepat bereskan barang-barangmu. Untuk sementara kamu tinggal di apartemen milikku dulu, ya?" Lia langsung memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper dengan terburu-buru. Setelah selesai, Bram mengambil koper itu memasukkannya ke dalam mobil."Untuk hari ini kamu libur dulu, gak usah kerja, kamu istirahat dulu di apartemen," ujar Bram ketika mereka sudah sampai di mobil."Iya, Mas. Aku gak akan balik lagi ke rumah ini, Mas. Aku takut," ujar Lia."Ya, sudah. Nanti kita cari rumah yang lebih aman untukmu," jawab Bram
Sebulan yang lalu ..... "Kakak yakin mau melakukan ini? kalau kita lakukan ini, Amel bisa celaka, Kak." "Kita tabrak dari depan, jadi kemungkinan kecelakaan untuk penumpang belakang tidaklah terlalu fatal." "Baiklah, ini hanya kita saja yang tahu, jika ada yang tahu selain kita berdua, tidak bisa dibayangkan berapa orang yang akan tersakiti." "Makanya kau rahasiakan!" Hari itu, dengan truk pengangkut pasir yang dia beli bekas, dengan kendaraan yang sarat muatan, Viyatan mengendarai mobil itu dengan kecepatan rendah, setelah mendapat telpon dari Fathan jika mobil target dia sedang mendekat, maka dia memacu kendaraan sarat muatan itu dengan kecepatan tinggi, akibatnya mobil oleng dan langsung menabrak mobil sedan di depannya. Viyatan langsung melompat dari dalam mobil, dengan modal kunci inggris di tangan, dia memecahkan kaca jendela mobil sedan itu, dan menghantamkan kunci inggris itu pada dua pria yang duduk di depan, dan menutup hidung pria di bangku belakang dengan saputa
"Acara apa memangnya?" "Lihat itu, dekorasi itu untuk apa?" "Seperti pelaminan ya, Bang?" "Ya, hari ini jam sepuluh kita akan menikah lagi." "Ha? Apa nggak apa-apa?" "Nggak, pernikahan kita dulu kurang sempurna, karena tidak diwali nikahkan ayahmu, padahal ayahmu masih hidup. lagipula aku menikahimu dengan identitas orang lain, sekarang aku akan mengucapkan ijab kabul dengan mengucapkan namamu sendiri." "Apa tidak apa-apa menikah ulang?" "Aku sudah bertanya di KUA, mereka bilang tidak apa-apa. Mereka akan menerbitkan buku nikah yang baru atas namamu yang asli." "Iya, karena ingatanku sudah kembali, aku juga ingin kembali menjadi diriku yang sesungguhnya, nama Dhea akan ku kembalikan pada pemilik aslinya." "Baiklah, jadi ... apakah aku bisa memanggil istriku dengan nama Lia?" "Maaf, Bang ... karena nama itu sudah pernah dipakai orang lain, aku jadi tidak mau lagi. Panggil nama kecilku seperti ayah dan saudaraku memanggil, yaitu Amel." "Baiklah, Amel. siapapun nama
Setelah sampai di rumah nenek, halaman rumah nenek yang luas sudah terpasang tenda dengan dekorasi yang sangat mewah, dengan dominasi warna biru laut, biru muda dan putih. Perpaduan warna-warna itu tampak begitu indah dan elegan, bahkan ada bunga-bunga segar sebagai dekorasi. "Ini, dekorasi acara peringatan kematian apa kawinan, sih? kok mewah banget begini?" tanya Dhea yang membuka jendela mobil dan menatap ke arah halaman rumah nenek. "Sebentar, aku keluar dulu. Kamu jangan keluar dulu." "Eh, kenapa?" Bram tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia bergegas turun dan membuka pintu istrinya, dengan sigap lelaki itu langsung menggendong istrinya ala putri. "Eh, kenapa di bopong? itu Kruk aku ketinggalan di mobil," seru Dhea yang langsung mengalungkan kedua lengannya di leher suaminya takut terjatuh. "Selamat datang, Pak Bram, Bu Kamelia ...." Dhea menatap semua orang yang menyambut kedatangannya di gerbang masuk rumah. Mereka memakai seragam batik yang sama, seperti pelayan di
Setelah seminggu, Dhea dan Bram kembali dari ke tanah suci. Mereka segera kembali ke kediaman Bram, Dhea yang belum bisa berjalan, dengan kekuatan lengan Bram masih dibopong menuju ke kamarnya yang kini berada di lantai bawah. "Sayang, Istirahatlah. Besok kita akan kembali menerapi kakimu agar lebih kuat untuk berjalan. Sania akan bulan madu selama sepuluh hari lagi, nanti setelah dia pulang, kita jiga pulang ke Batam." "Iya, Bang. Aku harus semangat berlatih jalan." Hanya memikirkan Angga membuat Dhea semakin semangat berlatih jalan, seminggu kemudian dia sudah bisa memakai satu Kruk untuk berjalan, dia tidak mau lagi memakai kursi roda. "Dhea! Aku sudah pulang!" teriak Sania sambil berlari memeluk wanita yang tengah berdiri disangga Kruk. "Loh, kok sudah pulang? katanya sepuluh hari di sana? ini baru tujuh hari." "Iya, aku sudah kangen sama tanah air." "Ish, basi banget alasanmu." Sania malah tertawa lebar, kerudung warna hitamnya yang terpasang di kepalanya membuat
"Bang, aku kangen banget sama Angga, kapan aku akan bertemu dengannya?" keluh Dhea ketika malam tiba, dia benar-benar tidak bisa tidur memikirkan anaknya itu. "Sabar, Sayang. Keberadaan Abimanyu belum diketahui, lagian pendukungnya mafia Antonio juga melarikan diri ke Colombia." "Apa Abimanyu juga ikut melarikan diri ke sana?" "Belum bisa dipastikan. Orang-orang GIR akan menyelidikinya. Kamu sabar, ya? Sekalian sembuhkan dulu kaki dan bahumu, biar bisa menggendong Angga." "Ayah nanyain terus, kapan kita ke sana. Mereka akan menyiapkan pesta resepsi pernikahan kita." "Menunggu kepastian dari GIR, ya? kalau memang Abimanyu pergi ke Colombia, tentu situasi akan lebih aman. Kalau dia masih di sini, aku takut terjadi apa-apa pada kalian." "Iya, baik, Bang. Aku akan menuruti apa yang kamu katakan, tapi tolong pikirkan apa yang aku rasakan." "Setiap saat, yang dipikiran Abang hanya kebahagiaan dan keselamatan kamu dan anak kita, Sayang. Maaf, ya? Abang belum bisa memberi kebaha
Sudah sebulan berlalu, luka Dhea sudah mulai sembuh. Wanita itu sudah belajar berjalan satu dua langkah, hanya saja masih terasa sakit akibat patah tulang itu. Dia lebih banyak bergerak dengan kursi roda, jadwal terapi jalan dilakukan seminggu dua kali. Perusahaan juga sudah stabil, dua hari setelah tragedi penyerangan itu, Niko segera memulihkan saham perusahaan, Arjuna kini menjabat sebagai direktur utamanya dan Bram mengambil alih komisaris. Arjuna yang dulu sering menolak diberi wewenang puncak jabatan, kini terpaksa mengambil alih demi keluarga kakaknya yang memang butuh banyak perhatian. Bram juga ke kantor hanya dua kali seminggu, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk menemani istrinya berobat, Arjuna yang masih belajar hanya menghubunginya untuk berkonsultasi jika mengenai pekerjaan dan keputusan yang harus diambil. Kedua keluarga pamannya juga kini tidak meributkan kembali mengenai perusahaan, apalagi Siska sepupunya juga kini sibuk mengurus pernikahannya dengan seora
Tit .... tit ... tit .... Suara monitor terdengar teratur, sepasang mata tiba-tiba membuka, menatap lurus ke arah plafon. Bunyi monitor itu terdengar begitu mengganggu. "Masyaallah! kamu sudah bangun, Sayang?!" Suara itu mengagetkannya, dia menoleh dan mendapati seorang lelaki berpenampilan kuyu dengan sepasang mata yang memerah. di mana ini? "Alhamdulillah, kamu sudah sadar. Aku benar-benar cemas!" Perlahan-lahan kesadaran muncul pada diri wanita ini, bayangan terakhir sebelumnya. Dia berada di dalam mobil bersama lelaki brengsek Abimanyu. Perdebatan di dalam mobil itu membuat lelaki itu murka dan menodongkan pistol ke arahnya, namun belum sempat peluru itu dimuntahkan, mobil tiba-tiba terguncang hebat, seperti terbentur dengan kuat sehingga dia kehilangan keseimbangan dan terpental ke depan dengan kuat, kepalanya bahkan membentur dasbor mobil membuatnya tidak sadarkan diri. "Di mana ini?" akhirnya dengan susah payah dia mengeluarkan suara. "Kamu di rumah sakit, Sayang. Sud
"Niko, cepat kacak ke mana perginya mobil yang membawa Dhea!" perintah Bram melalui sambungan telepon. Untung saja Bram mengingat nomor plat mobil yang membawa Dhea tadi, jadi bisa sekalian meminta Niko untuk melacaknya. "Baik, Bos!" Niko yang selalu stanby di markas langsung melaksanakan perintah Bram. dalam beberapa menit dia sudah mengetahui nomor plat tersebut. "Bos, nomor plat mobil ini palsu. Ini nomor plat mobil keluaran tahun 1978, mobilnya bahkan sudah jadi rongsokan. Plat aslinya mungkin sudah dicopot." "Mobilnya BMW, apa tidak bisa dilacak?" "Iya, mobil keluaran 1978 ini juga BMW. bahkan nama pemiliknya sudah mati." Bram mendengus kesal, sungguh sial sekali nasibnya. Adi yang ada di sampingnya hanya bisa terdiam dan fokus menyetir, semntara Lingga yang duduk di kursi belakang sibuk menjaga Frans. Mobil yang dikendarai Adi dengan cepat sampai di rumah sakit terdekat, paramedis segera membawa blankar dan membawa tubuh Frans ke ruang gawat darurat, ketiga orang
"Sini, Kamu!" Dhea meringkuk ketakutan mana kala tiga orang lelaki mendatangi kamarnya dengan wajah beringas. Dengan kasar tangannya dicengkeram dan ditarik paksa, agar mengikuti langkah lelaki itu. "Mau ke mana?" tanya Dhea dengan suara keras yang dipaksakan. "Jangan banyak tanya!" Dhea hanya pasrah mengikuti langkah cepat lelaki itu, tubuhnya sedikit goyah karena kurang tenaga. Dulu dia mudah saja melawan lelaki seperti ini walaupun hanya sendirian. Tetapi efek tidak diberi makan cukup selama dua Minggu cukup melumpuhkan semua tenaganya, mana bisa dia melawan lagi. Lelaki yang mencekeram tangannya juga tidak peduli apakah dia kesusahan mengikuti langkahnya atau tidak, dia terus saja diseret walaupun kepayahan. Apalagi ketika menuruni tangga, tubuhnya hampir saja terjerembab ke bawah jika saja cengkeraman lelaki itu tidak kuat. "BERHENTI!!!" lelaki itu berteriak ketika sampai di bawah anak tangga. Dhea melebarkan matanya melihat pemandangan di lantai satu, bukan kar