Tiga bulan telah berlalu, dan Freya kini tinggal di rumah David yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota. Pekerjaannya menjaga toko roti yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, terkadang ia juga bekerja di toko bunga untuk menambah pemasukan harian.Sebisa mungkin Freya tidak ingin merepotkan David, pria itu sudah sangat baik padanya. Meskipun Freya menolak bantuan yang pria itu tawarkan, David selalu datang menemani Freya di rumahnya sambil membawa banyak makanan."Kau tidak perlu melakukan ini padaku David, kalau kau terlalu baik seperti ini bagaimana caraku membalas kebaikanmu?"David menoleh sebentar, tapi kemudian menyusun bahan makanan yang dia beli ke dalam lemari pendingin. "Aku tidak mengharapkan apapun darimu, Freya. Aku hanya sedang membantu seorang ibu hamil agar suatu hari nanti dapat melahirkan dengan baik," katanya sambil tersenyum tulus.Namun tetap saja, Freya merasa tidak enak hati mendapat kebaikan sebesar ini dari orang yang tidak punya hubungan apapun dengannya."Ma
"Mau apa kau kemari?" suara Freya terdengar tajam, namun itu tak cukup untuk menahan langkah Javier.Tanpa peringatan, pria itu meraih dagu Freya, membuatnya mendongak hingga mata mereka bertemu. Javier mengamati wajah Freya yang sudah tiga bulan tidak ia lihat sedekat ini, dan bibirnya yang berwarna merah muda itu tampak menggodanya untuk menekan ciuman ke sana.Tapi kali ini Javier masih bisa menahan godaan tersebut. "Kau masih ingin bermain rahasia? Sampai kapan, Freya?" tanya Javier dengan nada dingin.Ada ketegangan yang menggantung di udara, sementara tatapan Javier memaksa Freya mengakui bahwa anak yang dikandungnya adalah anaknya, bukan milik David.Freya menghempaskan tangan Javier dengan kasar. "Kau benar-benar datang hanya untuk menuntut pengakuan ini? Sadar, Javier. Kau sudah punya istri, dan aku bukan apa-apa dalam hidupmu. Aku sudah keluar dari kehidupanmu, jadi apa lagi yang kau inginkan dariku?""Aku ingin kau, Freya!" Suara Javier terdengar tegas, seolah menembus ben
Musim dingin yang kelabu telah tiba, dan Viona merasa semakin terjebak dalam bayang-bayang Eben. Pria itu tak hanya menghantui pikirannya, tetapi juga terus memerasnya dengan rahasia kelam yang ia sembunyikan dari Javier.Namun, mau sampai kapan ia seperti ini? Tentunya Viona tidak akan diam saja, anak buahnya telah ia perintahkan untuk menghabisi Eben ketika pria itu lengah. Viona berharap, Eben segera musnah agar tak ada yang mengganggu ketenangannya."Bunuh dia. Pastikan dia lenyap untukku," ujar Viona dingin, memberikan perintah kepada anak buah yang ia percayai.Ponselnya ia genggam erat, tekadnya semakin bulat. Ia harus menyingkirkan siapa pun yang bisa mengancam hidup bahagianya bersama Javier. Dan Javier, dia tidak boleh tahu apa yang Viona lakukan.Sebentar lagi, butuh waktu yang tidak lama. Rumah mereka akan kedatangan seorang bayi, Pamela sudah mengingatkan Viona untuk bersiap merawat bayi itu untuk mempertahankan pernikahannya bersama Javier."Apa uang yang aku kirim untuk
Selama Javier tidak ada di rumah, itulah kesempatan Eben dan Viona menguasai rumah tersebut untuk aktivitas panas mereka. Tidak ada yang melarang atau menghalangi, keduanya terlibat kedekatan yang begitu intens."Eben, sebaiknya kau pergi sekarang. Javier akan pulang hari ini," kata Viona dengan nada waspada saat ia melihat Eben santai menikmati wine dari koleksi pribadi Javier.Eben menoleh, senyum mengejek terukir di bibirnya. Ia tetap tenang meneguk sisa wine, lalu meletakkan botol ke meja dengan suara keras."Aku akan pergi, seperti yang kau minta. Beberapa hari ini sudah cukup untuk menikmati waktu denganmu," katanya, meraih Viona dan menekan bibirnya pada bibir perempuan itu. Viona hanya membalas, seakan terlena dalam genggamannya.Setelah itu, Viona mendorongnya perlahan. "Pergilah sekarang. Aku akan membereskan kekacauan kita di kamar sebelah."Eben mengangguk, mengambil jaketnya. "Aku akan menghubungimu lagi, dan kabari aku kalau suamimu pergi dinas lagi," ucapnya sambil berl
Di pertengahan musim semi, waktu yang Freya tunggu akhirnya tiba. David mengantarkannya ke rumah sakit untuk persiapan persalinan. Selama hamil ini, David memang yang menemani Freya untuk melakukan pemeriksaan sampai akhirnya tiba waktu untuk melahirkan.Saat berada di dalam ruang perawatan, David yang bukan siapa-siapa itu justru terlihat sibuk kesana kemari. Bahkan pria itu sudah menyiapkan pakaian bayi untuk anak yang akan Freya lahirkan sebentar lagi. Melihat David yang begitu peduli, Freya merasa sangat beruntung bisa mengenalnya."Aku sudah mengisi daya ponselmu, aku letakkan di sini. Kalau kau butuh sesuatu, segera hubungi aku," ucap David.Freya mengangguk, "Baiklah, tapi kau mau pergi kemana?" tanya Freya."Ada sedikit urusan penting di luar, jadi aku pergi sebentar," pamitnya.Satu jam setelah David pergi, Freya mulai merasakan sesuatu pada bagian perutnya. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Freya dipindahkan ke ruang persalinan. Bertepatan dengan itu David datang samb
Menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah, dan itu yang sedang Freya rasakan sekarang. Meski demikian, ia sangat menikmati menjadi seorang ibu. Tidak ada beban pikiran selain hanya memikirkan tumbuh kembang putranya, Felix.Tidak terasa tiga bulan telah berlalu, dan Freya tinggal jauh dari Javier tanpa komunikasi sama sekali. Freya memanfaatkan lahan kosong di sekitar rumah tempat tinggal barunya untuk menanam sayuran, ia juga beternak ayam yang sebelumnya tak pernah Freya lakukan.Tapi tiga bulan terakhir ini, Freya menikmati pekerjaannya. Saat sedang memberi makan ayam, Freya mendengar tangisan Felix. Ia bergegas, membasuh tangan dan berlari menuju putranya."Felix, kau lapar?" Freya mengangkat bayi mungilnya dan memeluknya erat. Seolah merespon, tangis Felix mereda. Tangannya mencoba menggapai wajah Freya, membuatnya tersenyum haru."Kau merindukan Ibu, ya?" bisiknya dengan lembut, lalu mencium pipi bayi itu dengan gemas sampai ia sadar, wajah Felix sangat mirip dengan Javier.Fr
Setelah cukup lama waktu berlalu, Freya sangat menikmati hidup berdua dengan putranya. Dan hari ini, David datang untuk pertama kalinya sejak enam bulan yang lalu. Pria itu datang sambil membawa cukup banyak mainan. Dia langsung menghampiri Felix sambil meletakkan barang yang dibawanya."Hai, teman kecil!" seru David, dia mengangkat David dari kereta bayi sementara Freya memperhatikan dari kejauhan sambil berjalan mendekat membawa hasil panen perkebunan mini miliknya."Bagaimana kabarmu, David?""Sangat baik, maaf aku tidak pernah menghubungimu sama sekali. Anak buah Javier berusaha mengikuti kemanapun aku pergi, jadi aku perlu hati-hati agar mereka tidak berhasil menemukan dirimu," jawabnya.Freya masuk ke dalam rumah membiarkan David bermain bersama Felix. "Kau mau makan siang bersama kami?" seru Freya dari dalam."Tentu saja, sekarang aku akan menemani putramu bermain sebentar. Aku sangat merindukannya," balas David.Freya tersenyum tipis lalu pergi untuk memasak. Ketika Freya di d
Semenjak kedatangan Dylan di kediaman Javier, suara tangis bayi pun terdengar setiap hari. Namun Viona selalu enggan merawat bayi tersebut, dia menyerahkan perawatan bayi itu sepenuhnya pada pengasuh.Kecuali jika Javier ada di rumah, Viona akan menunjukkan sikap yang berbeda. Seolah-olah dia adalah ibu yang pantas untuk Dylan. Viona harus ingat tujuannya bahwa ia harus bisa mengendalikan Dylan saat anak itu dewasa nanti.Dengan begitu, Viona bisa tetap menjadi Nyonya Bennett. Viona yang tadinya sedang bersantai, bergegas bangkit dari kursi saat mendengar suara mobil Javier. Ia meraih Dylan yang dibawa oleh pengasuhnya."Berikan padaku, sekarang pergilah," kata Viona.Dylan yang sudah berusia enam bulan itu memperhatikan wajah Viona, seolah sedang mengamati."Jadilah anak yang baik, ayahmu akan datang sebentar lagi," bisik Viona, ia lantas berpura-pura bermain dengan Dylan ketika Javier masuk rumah.Javier melihat keberadaan putranya, lelah yang ia rasakan dari bekerja seharian seketik
Liburan keluarga Bennett tinggal satu hari lagi, mereka kembali ke penginapan sebelumnya dan sebelum meninggalkan pulau, Avery sempat melihat ke arah Daniel yang berdiri cukup jauh dari dermaga.Pria itu berdiri tegap, tangan dimasukkan ke dalam saku celana, tatapannya sulit dibaca. Ada sesuatu tentang Daniel yang terus membuat Avery berpikir, seolah pria itu memancarkan aura yang tak terjangkau. Namun, perlu diakui, Daniel adalah tipe pria yang ia dambakan. Hanya saja, entah mengapa, ada jarak tak terlihat yang membuat Avery yakin bahwa pria itu tidak menyukainya.Avery memalingkan wajah, mengusir pikiran itu. Dengan langkah mantap, ia naik ke atas yacht bersama kedua saudaranya. Mesin kapal mulai bergetar halus, memecah permukaan air yang tenang saat mereka meninggalkan dermaga.“Nona Katie, apa kau setiap hari menyediakan jasa penyewaan antar-jemput menggunakan yacht?” tanya Dylan, memecah keheningan yang sempat terasa di kapal.Katie, yang duduk dibalik kemudi, menoleh sambil ters
Malam semakin larut, suara deburan ombak sesekali terdengar tak jauh dari posisi mereka. Di bawah pohon yang rindang dan nyaris gelap tanpa cahaya, Katie masih terikat dalam keadaan tergantung, namun kakinya masih menapak di pasir.Erangannya sesekali tak dapat ditahan, kehangatan lidah dari seorang pria yang menjelajahi tubuhnya membuat ia meremang. Setengah pakaiannya sudah terbuka, sementara bibir seorang pria menyesap dadanya bergantian. Gelenyar aneh menguasai tubuhnya, membuat pikirannya kacau hingga tak dapat berpikir secara rasional.Sesekali tubuhnya tersentak saat Felix memukulnya, alih-laih kesakitan, semua itu justru terasa menyenangkan. Di sisa kesadaran yang masih ada, Katie perlu menjaga suaranya untuk tidak memekik terlalu keras karena penghuni penginapan lain bisa saja mendengar hal itu."Felix, apa hanya itu yang bisa kau lakukan, ukh!" Katie langsung bungkam, satu tangan Felix mencengkramnya, kali ini lebih kuat.Tidak ada kalimat dari pria itu, hanya sentuhan-sentu
Suasana menjadi terasa ganjil bagi Eloise. Setelah menyadari pria di depannya adalah Dylan, bukan Felix seperti yang ia duga sebelumnya, pikirannya dipenuhi kebingungan dan kesal. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah kedua pria ini telah bersekongkol untuk mengujinya? Betapa menyebalkannya situasi seperti ini, seolah-olah ia sedang dipermainkan.“Tunggu,” Eloise menyipitkan matanya, menatap Dylan dengan curiga. “Bukankah kau tadi masih tidur saat aku keluar dari kamar? Bagaimana mungkin secepat ini kau sudah ada di luar?”Dylan tersenyum samar, sorot matanya lembut namun penuh arti. “Aku dan Felix sudah bertukar posisi sejak makan malam tadi,” ujarnya tenang. “Dan lihat, kau sama sekali tidak bisa membedakan aku dengan Felix. Tapi sekarang aku merasa jauh lebih lega. Kau tetap setia padaku meskipun kami memiliki wajah yang sama. Itu cukup membuktikan segalanya.”Eloise tercengang mendengar pengakuan itu. Rasa marah dan kesal sempat berkecamuk dalam dirinya, tapi sebelum ia sempa
Dua hari sebelumnya...Setelah mereka tiba di tempat liburan, Felix memilih lebih banyak diam untuk berperang dengan pikirannya sendiri. Ia adalah orang yang cukup keras pada pilihannya, tapi untuk keinginan yang selalu mengganggu pikirannya terhadap mendekati Eloise, itu selalu ia tahan.Terkadang, sisi egoisnya menyuruh Felix untuk melakukan tindakan yang jahat. Tapi tidak, sekali lagi tidak. Dylan tumbuh dan besar bersamanya, seorang wanita tak boleh merusak hubungan yang sudah mereka jalin sejak kecil. Kesalahan sepele saja bisa membuat benteng yang besar bisa rusak, dan Felix tak mau melakukan kesalahan itu. Sekitar pukul tiga sore, Felix mengirim pesan pada Dylan untuk menemuinya.“Hai, Dude. Ada apa?” Dylan bertanya santai, meski nada suaranya mengandung sedikit kekhawatiran.Felix menoleh perlahan, menatap saudara kembarnya dengan ekspresi serius. “Ada hal yang harus aku katakan padamu,” katanya, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.Dylan mengerutkan kening, tapi men
Tatapan dingin Felix berubah menjadi sesuatu yang lebih mengancam, seolah dia tahu bagaimana caranya membuat Eloise merasa terkunci di tempat itu. Eloise merasa tubuhnya menegang, udara di sekitarnya terasa berat. Setiap langkah mundur yang ia ambil, Felix maju setengah langkah lebih dekat, membuatnya semakin sulit menjaga jarak.“Aku ingin memberitahumu sesuatu,” suara Felix rendah, namun ada nada licik di dalamnya. “Sejak malam itu, kau sudah mengubah caraku melihat dirimu.”Eloise menggeleng pelan, hatinya penuh penyesalan atas kesalahan fatal yang terjadi malam itu. Sebuah malam yang terjadi di bawah pengaruh alkohol, ketika pikirannya kabur dan ia keliru mengira Felix adalah Dylan, kekasihnya. Itu adalah malam yang tak ingin ia kenang, apalagi dibahas oleh pria yang berdiri di depannya sekarang.“Kau tahu aku kekasih Dylan. Mengapa kau terus bersikeras melakukan ini?” tanyanya dengan nada bergetar, sebuah perpaduan antara takut dan marah.Felix menyeringai lebar, tatapan matanya
Freya menunggu di depan penginapan dengan raut wajah setengah cemas. Begitu melihat Avery muncul di kejauhan, Freya segera melangkah mendekat."Kau dari mana?" tanyanya, nadanya terdengar tajam namun penuh perhatian.Avery hanya melirik sekilas, menghela nafas panjang seperti menahan beban yang tak ingin ia ceritakan. "Bu, pulau ini tidak terlalu luas. Memangnya aku bisa pergi kemana?" jawabnya, nada suaranya datar dan tak bersemangat. Tanpa menunggu tanggapan, Avery melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, meninggalkan Freya yang berdiri terpaku.Freya menggeleng pelan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya. Namun, ia memilih untuk tidak memaksa putrinya bercerita. Sebaliknya, matanya beralih ke meja sarapan di luar penginapan, di mana Eloise duduk dengan tenang menikmati pagi. Eloise tampak anggun, sementara Dylan terlihat baru datang dari olahraga paginya. Melihat pemandangan itu, senyum kecil menghiasi wajah Freya. Ia memutuskan untuk mendekat."Kau menikmati liburanmu, Eloise
Matahari mulai menyapa dengan sinar keemasannya, menembus tirai kamar yang setengah terbuka. Katie membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa hangat dari malam yang penuh gairah. Namun, ketika ia melirik ke samping, yang ia temui hanyalah tempat tidur kosong dan pakaian yang berantakan di lantai.Sebuah senyum kecil terukir di wajah Katie. Ia duduk sambil menarik selimut, membayangkan kembali malam yang penuh intensitas."Pria itu semakin menarik," gumamnya pada dirinya sendiri, nada suaranya mengandung kepuasan atas ingatan menyenangkan bersama Felix tadi malam.Di sisi lain, Felix berjalan kembali ke penginapannya dengan langkah yang cepat. Udara pagi yang segar tidak mampu meredam pikirannya yang penuh dengan kejadian semalam. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara tiba-tiba menyapa dari belakang."Hei, Dude. Kau membuatku kaget. Kenapa sepagi ini kau buru-buru sekali?" tanya Dylan, muncul entah dari mana.Felix sedikit tersentak, tapi ia cepat menguasai diri. "Aku? Bu
Perlahan Felix membuka matanya, tapi ia kaget karena ia sudah berbaring di atas kasur dengan kedua tangan teringat di setiap sisi tempat tidur, kedua kakinya pun bernasib sama sementara tubuhnya sudah tak memakai baju lagi.Tangannya mencoba melepaskan borgol yang mengikatnya, tapi Katie sangat licik, dia tidak hanya menggunakan satu borgol pada tangan Felix, melainkan menggunakan dua sekaligus pada masing-masing tangan."Sial, kau lebih liar dari dugaanku." ucap Felix, ia tak mengira kalau dirinya malah terperangkap oleh wanita yang baru ia temui beberapa kali, dan sekarang ia tengah berbaring di tempat tidur dalam kondisi tak berdaya.Katie mendekat, perempuan itu melihat jam di ponselnya. "Kau tidur lama sekali, sudah dua jam sejak kau memejamkan mata. Padahal aku sudah menunggu dirimu sadar, untuk memulai permainan.""Ternyata ini rencanamu setelah berhasil mengalahkanku, harusnya kau katakan saja kalau dirimu ingin tidur denganku. Bukan hal sulit untuk aku lakukan, aku hanya perlu
Katie menjauh dari Felix dengan senyum kemenangan, karena ia tau kalau Felix tidak akan melarikan diri untuk menghindari hukuman karena kekalahannya. Setelah Katie pergi, Dylan mendekat."Apa yang terjadi diantara kalian? Kau kalah dari seorang perempuan?" tanya Dylan, ekspresi wajah seakan mengejek sementara Felix mengabaikan Dylan dan menjauh dari area tempat penyewaan jetski.Melihat bahu Felix yang menjauh, Dylan cuman bisa menggelengkan kepalanya. Sementara Eloise muncul di belakang Dylan sambil melepaskan baju pelampungnya. "Kelihatannya mereka sangat dekat.""Aku harap juga begitu," kekeh Dylan, "Ayo ke penginapan, kita belum melihat kamar yang akan kita gunakan nanti." katanya sambil berjalan lebih dulu.Sejenak Eloise terdiam, memandangi bahu Dylan sebelum mengikuti pria itu. Sebenarnya, Eloise sedikit cemas kalau Felix benar-benar menunggunya pukul sembilan malam nanti. Apa yang harus ia lakukan agar Dylan tidak mencurigainya bertemu Felix diam-diam?Saat ini, ia hanya berha