Malam harinya Dina datang ke rumah Kasih, wanita itu sengaja datang malam-malam agar tidak ketahuan oleh Bima.Dina menggedor pintu rumah Kasih dengan keras, membuat Kasih mau tak mau membuka pintu tersebut.Matanya terbelalak ketika melihat Dina ada di depan rumahnya."Ada apa datang ke sini? Mau cari Bima? Sorry, Bimanya nggak ada di sini," kata Kasih ketus."Aku nggak cari Bima, tapi aku cari kamu," desis wanita itu."Cari aku? Buat apa coba, apalagi ini sudah malam."Tangan Dina mengepal. "Kamu itu nggak tahu diri banget ya, udah kuperingatkan berkali-kali buat jauhin Bima, tapi kamu masih aja bebal. Haduh, kayaknya emang susah ya kalau udah jadi bakat pelakor. Mau disuruh kayak apapun nggak bakal mempan," ejek Dina."Tutup mulutmu. Aku bukan pelakor!" tandas Kasih, menatap Dina dengan sorot mata tajam."Terus apa coba? Kenapa masih suka nempel sama calon suami orang. Apa lagi kalau bukan pelakor. Apa nggak ada laki-laki lain ya di dunia ini, yang selalu kamu harapkan itu cuma Bim
"Aku nggak mau dekat-dekat sama Om, jangan dekati aku, Om!" teriak Bastian.Bima semakin heran dengan tingkah anak itu, padahal kemarin-kemarin Bastian tidak seperti itu, lalu kenapa sekarang mendadak berubah?"Tunggu dulu, Bastian. Emangnya Om ada salah apa sama kamu? Om cuma mau jemput kamu, Bunda pasti telat jemput, yuk biar Om yang antarin kamu pulang," ajak pria itu dengan suara lembut."Nggak mau, aku nggak mau ikut sama Om!" kata anak itu lagi dengan suara nyaring.Bima menghela napas, mungkin saat ini Bastian moodnya sedang jelek, bisa jadi dia seperti itu bukan dengan dirinya saja, tapi dengan orang lain juga.Dengan perlahan Bima mendekati anak itu, ketika Bima berhasil menangkap anak itu, Bastian terus saja meronta meminta untuk dilepaskan, berontakan Bastian membuat Bima agak kewalahan."Lepas, Om. Aku, kan, udah bilang sama Om kalau aku nggak mau sama Om, aku mau nunggu bunda, pasti bentar lagi bunda datang jemput aku kok," ucap anak itu sambil mencoba melepaskan diri dar
Kasih berjalan mondar-mandir seraya menggigiti kukunya, terlihat sangat jelas jika dirinya sangat begitu panik.Saat ini dia tengah berada di puskesmas ditemani oleh Bima, pria itu pun sama halnya seperti Kasih, bahkan wajahnya tampak pucat pasi. Bastian sudah dia anggap seperti anaknya sendiri, kalau terjadi sesuatu dengan anak itu, sama saja ada separuh hati pria itu yang hilang.Kasih kembali duduk, lalu berdiri lagi. Dia melakukan hal seperti itu berulang kali, sampai-sampai membuat Bima mendengkus keras."Tolong duduk dengan tenang, jangan berisik!" tegur pria itu."Aku lagi panik! Apa kamu nggak merasakan hal itu? Bayangkan saja, ibu mana yang harus tetap tenang ketika melihat anaknya kecelakaan?" tanya wanita itu menggebu-gebu.Bima mengusap wajahnya dengan kasar. "Kamu pikir cuma kamu aja yang panik? Aku juga, Kasih! Jadi aku minta tolong sama kamu jangan panik, aku yakin pasti Bastian nggak apa-apa, aku tahu dia itu anak yang kuat."Kasih mendengkus keras, tapi wanita itu mem
Kasih harap-harap cemas ketika melihat pintu ruangan itu ditutup, dia sama sekali tidak dibolehkan untuk masuk oleh dokter itu.Alhasil Bima dan Kasih hanya bisa menunggunya di luar, mereka berdua tampak begitu cemas.Apalagi dengan Bima, pria itu yang tadinya terlihat santai, kini wajah tegangnya pun kelihatan, sepertinya dia juga mengalami hal yang sama seperti apa yang Kasih rasakan.Kasih menghela napas berat, mencoba untuk duduk di kursi tunggu itu, berharap bisa tenang sedikit, akan tetapi selalu saja gelisah, dan dia pun kembali berdiri lagi, mondar-mandir lagi seperti tadi.'Bastian pasti baik-baik saja, aku yakin itu. Please jangan mikir negatif terus, Kasih,' batin wanita itu."Kira-kira siapa yang nabrak Bastian?" tanya Kasih tiba-tiba, dia menatap Bima dengan sorot mata tajam."Aku nggak tahu, bukannya waktu itu aku lagi ngobrol sama kamu? Kenapa jadi tanya aku?" tanya Bima balik."Coba kamu pikir lagi, apa mungkin Bastian bermain di tengah jalan? Hingga akhirnya dia dita
[DIBUTUHKAN GOLONGAN DARAH AB- ATAS NAMA PASIEN ( BASTIAN ) YANG DIRAWAT DI RSUD Dr.H. RIDWAN ANDI. NOMOR WA BISA HUBUNGI 08XXXXXXXXXX.]Kasih tampak begitu frustrasi karena mencari donor darah untuk anaknya itu. Seandainya saja golongan darah dirinya sama seperti anaknya, mungkin dia tidak mungkin susah-susah seperti ini.Dokter bilang golongan Bastian kategori cukup langka, jarang sekali ditemukan, jalan satu-satunya agar cepat mendapat golongan darah tersebut adalah keluarga terdekat atau bisa juga orang tua dari anak tersebut."Gimana? Udah ada yang hubungi belum?" tanya Kasih pada Bima.Pria itu menggeleng lemah, dia pun sama frustrasinya dengan Kasih, sudah mencari golongan darah itu ke mana-mana tapi tetap saja tidak ada. Terakhir yang dia lakukan adalah memposting di sosial media, berharap jika ada orang baik yang mau membantu mereka, sayangnya sampai detik ini tidak ada yang menghubungi mereka."Kayaknya memang nggak ada jalan lain lagi selain bertemu dengan dia," ucap Kasih
Gilang mencoba meredam emosinya ketika sudah sampai di depan rumahnya. Ingatannya kembali terlempar pada waktu di mana Tiara memperlakukan anaknya semena-mena. Padahal selama ini Gilang menjaga Manda dengan sepenuh hati, dia lebih mementingkan anaknya daripada dirinya sendiri.Ternyata selama ini dia salah karena telah mempekerjakan Tiara untuk mengasuh buah hatinya. Beruntungnya Gilang sudah memasang cctv di area rumahnya itu, jadi jika seandainya Tiara mengelak, Gilang mempunyai bukti. Selain itu Gilang akan membuat Tiara mendekam dipenjara dengan kasus penganiyaan terhadap anak kecil.Ketika emosinya sudah terkontrol, Gilang memutuskan untuk turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah itu. Raut wajahnya berubah menjadi keruh ketika melihat Tiara ada di depan pintu, wanita itu tersenyum lebar, sepertinya tengah mencoba menggoda pria itu lagi. Buktinya saja wanita itu memakai makanan yang menurut Gilang sangat minim. Tanpa sadar pria itu mendengkus keras."Selamat malam, Pak. Anda sud
"Tiara!""Duh, kenapa lagi sih. Udah malam masih aja teriak-teriak," keluh Tiara.Wanita itu terbangun dari tidurnya karena terkejut mendengar suara Gilang yang meneriaki memanggil namanya.Daripada terkena omel lagi, wanita itu memutuskan langsung mendekati Gilang.Tiara berjalan dengan cepat, hingga pada akhirnya kini wanita itu sudah berada di hadapan Gilang."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Tiara dengan sopan."Aku mau tanya, apa tadi ada yang datang ke sini?"Mata Tiara melirik ke sana-sini, setahunya tidak ada, selain wanita itu yang Tiara tidak tahu namanya."Tidak ada, Pak," jawab wanita itu pada akhirnya."Benarkah?""Iya, Pak," kata wanita itu yakin.Gilang manggut-manggut. "Tapi tadi kata Manda ada yang datang ke sini, kok kamu bilang nggak ada? Yang benar yang mana?""Mungkin Manda salah lihat kali, Pak," elak Tiara."Begitu ya?""Iya, Pak.""Kalau begitu kamu boleh pergi."'Hah? Cuma gitu doang? Cuma nanya gitu aja kenapa manggil namaku harus teriak-teriak sih, eman
Gilang menatap Kasih dengan sorot mata kecewa. Dia pikir Kasih datang ke sini memang untuk datang menemuinya, nyatanya wanita itu hanya membutuhkan pertolongan darinya saja."Siapa Bastian?" tanya Gilang dengan suara lirih.Kasih menelan salivanya dengan susah payah. Ingin berkata yang sebenarnya, tapi kalau dia melakukan hal itu, akan semakin memperlambat waktu, sedangkan anaknya saat ini sedang terbaring lemah di rumah sakit."Nanti aku akan menjelaskan semuanya ke kamu, Gilang. Untuk saat ini aku mohon sama kamu, tolong bantu aku.""Kenapa nggak kamu jelasin sekarang aja?""Waktunya benar-benar mepet, Gilang. Aku mohon bantu aku, Gilang.""Apa dia anak kamu?""Iya," jawab Kasih dengan tegas.Gilang tersenyum ironi. Anak Kasih? Itu tandanya wanita itu sudah menikah lagi, kan? Apa-apaan ini! Di sini dia mati-matian menahan rindu pada wanita itu, nyatanya wanita yang dia rindukan sama sekali tak pernah mengingatnya. Bahkan dengan tidak malunya saat ini Kasih meminta bantuan padanya ag