"Scarlet" bisikku.
"Scarlet"
"SCARLET!!!!" Habis sudah kesabaran.
"Berisik sekali"
Jantungku mencelos mendengar suara berat itu.Aku berbalik dan mendapati cowok super ganteng bernama Ethan berdiri di belakangku.Aku langsung menyembunyikan cermin itu ke belakang tubuhku.Raut wajah Ethan terlihat datar dan tidak memiliki minat untuk menghajarku.Biasanya anak ini main pukul kalau melihat ada orang bodoh di daerahnya.Dan aku salah satu orang bodoh itu.
Ethanez Louis Clarion Ferrars, laki laki dingin yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun.Pewaris tunggal Ferrars Groub, perusahaan terbesar,termaju, memiliki nilai saham paling tinggi, gedung kantornya juga yang paling tinggi di negri ini.Cowok ini rawan meledak dan juga ringan tangan.Dan dia baru saja menegurku.
"E...E..Ethan...ngapain kamu disini?" Tanyaku gugup.
"Ini tempatku" jawab Ethan dingin.
"Ahahaha kau benar...kalau begitu aku saja yang pindah"
"Tinggalah,aku hendak pergi"
Sepeninggal Ethan aku langsung berguling guling di lantai. Hari ini hari keberuntungan ku,tidak di penggal Ethan setelah berada di teritori nya.Aku mengintip ke bawah ke halaman sekolah, cowok itu sudah masuk ke dalam mobilnya. Aku buru buru mengeluarkan cermin itu lagi.Aku versi berantakan sudah terpampang nyata di depan mata.
"Scarlet darimana saja kau?" Tanyaku tajam.
"Aku dari tadi menunggumu.Tidak enak jika aku menyela pembicaraanmu" jawabnya.
"Keputusan yang bagus" aku menjentikan jariku seolah baru saja mendapat pencerahan "Aku tidak mau ambil resiko jika Ethan mengetahui hal ini"
"Ethanez?" Tanya Scarlet memastikan.
"Ya,bagaimana dia di duniamu?"
"Buruk,dia menyeramkan" ku dapati Scarlet bergidik ngeri.
"Sama kalau begitu.Tapi ada hal penting yang perlu ku tanyakan kepadamu" aku buru buru mengucapkan tujuanku.Lagipula seram juga jika membicarakan Ethan diam diam.
"Apa?" Tanya Scarlet penasaran.
"Aku mendengar berita dari temanku tadi.Apa dulu pernah ada yang hendak memecahkan cermin ini?"
Scarlet tampak terkejut dengan pertanyaan memdadakku.Dia menunduk, keningnya berkerut sangat dalam.Dari wajahnya aku bisa menebak jika ia tahu cerita itu.Aku masih menunggu jawaban yang tak kunjung datang.
"Scarlet" panggilku lagi.Anak itu menatapku lekat.
"Jangan menatapku seperti itu.Kau sangat mirip denganku, itu aneh" gerutuku.Dia memang aneh.
"Aku tidak memiliki jawaban atas pertanyaan itu" ujar Scarlet dingin.
"Dilihat dari caramu berbicara, kau seperti tau detail kejadiannya"
"Kenapa kau begitu ingin tau Demitria?"
"Aku hanya memastikan saja, apa itu benar?" Bentak ku.
Scarlet menghela nafas panjang.Dia bersikukuh tutup mulut atas peristiwa itu.Sebenarnya aku bisa saja langsung bertanya apakah dia akan membunuhku sebab aku tau cerita kelam di balik cermin ini.Atau bisa juga aku bertanya apakah dirinya adalah pelaku pembunuhan itu, tapi tidak ku katakan.Selain takut membuatnya tersinggung, aku juga takut kalau tiba tiba Scarlet melompat menerjangku dan menusuk jantungku.Itu bukan ide yang bagus.
"Kumohon" lirihnya membuatku langsung mengangkat kepala "Jangan membahas ini.Kau lah satu satunya teman yang ku miliki.Aku tidak membahayakan nyawamu"
AKU NAIK PITAM.
"Kau ini bicara apa?" Tukasku tajam, aku nyaris membentaknya lagi.
Scarlet menghilang.Aku ingin memecahkan cermin ini tapi entah mengapa tanganku sangat berat.Dan lagi, apa maksudnya aku adalah temannya? Apa dia mabuk? Aku adalah dia secara harfiah kami adalah satu orang.Hanya saja dunia sedang sinting mempertemukanku dengan diriku sendiri yang teramat payah.Aku meninggalkan tempat ini dengan cermin yang masih teronggok di lantai.Peduli setan jika ada yang mengetahui keberadaan gadis menyebalkan itu.Aku berharap...Tidak...Jangan berharap.Aku benci jika harus menunggu.
"Darimana saja kamu?" Tanya Laurent marah begitu aku sampai di parkiran.
"Tersesat di atap.Ayo pulang" Jawabku cuek.
"Kau ke atap? Benar benar ke atap?" Tanya Laurent takjub.Kini kami sudah berada di dalam mobil.
"Ya"
"Itu teritori Ethan Ferrars, berani sekali kau"
"Hohoho apa Kakakku yang sok jagoan ini takut dengannya?" Cibirku.
"Semua orang takut dengannya bodoh.Jauh jauh dari Ferrars jika kau mau awet hidup" tegasnya.
"Ethan horor sih, tapi dia tadi tidak menghajar ku.Malah aku di izinkan main ke atap"
Laurent menginjak pedal rem nya mendadak.Mobil kami terdorong ke depan.Aku menoleh ke belakang dan mendapati mobil lain yang menabrak kami.Aku dan Lau benar benar dalam masalah.
Orang itu keluar dari mobilnya yang mulai mengeluarkan kepulan asap.Aku menepuk lengan Laurent berkali kali.Tidak ada tanggapan, aku mengalihkan pandangan dari korban ke tersangkanya.Apa yang....Laurent malah melamun ?!?!
"Kak" aku menyalak garang, dia langsung mengerjakan mata.
"Apa Ferrars benar benar memberi ruang untukmu di teritori nya?" Tanyanya bodoh.Aku mengerang frustasi atas ketololannya mengerti situasi.
"APA ITU LEBIH PENTING DARI ORANG DI BELAKANG?" Teriakku marah membuatnya langsung menoleh ke belakang.
"Sial" umpatnya.
Laurent keluar dari mobil dan menghampiri orang itu, aku mengekorinya.Bagian belakang mobil Laurent bobrok tapi mobil yang satunya jauh lebih bobrok.Laurent mengomeli pria itu sambil menunjuk nunjuk.Aku ingin mendepak kepala Laurent agar dia sadar bahwa disini dia lah yang bersalah.Keadaan menjadi lebih gawat ketika pria itu menepis tangan Laurent dengan sangat kasar.Laurent yang tidak terima pun hampir bergulat dengannya.Sungguh tidak tahu malu seorang bertindak seperti itu di depan Adiknya.
"Bilang kamu mau bertanggung jawab selagi saya masih berbicara baik baik" ujar pria itu.
"Anda yang menabrak saya kenapa saya yang harus bertanggung jawab?" Tanya Laurent tidak terima.
"Karena kamu berhenti mendadak.Kamu pikir jalan raya ini milikmu begitu?"
"Ayahku menyumbang pembuatan jalan ini hampir 75% dari 100% bung" jawab Laurent sombong.Aku memelototkan mata sebisa mungkin mendengar Laurent yang memperlakukan pria lebih dewasa ini dengan seenak jidatnya.
"Bung? Ulangi kata katamu.Beri tahu nomor ponsel orangtuamu"
"Kenapa anda mau menghubungi mereka?" Tanya Laurent yang aku yakin 100% mulai panik.Hanya saja dia pintar memanipulasi ekspresi.
"Meminta pertanggung jawaban" jawab pria itu santai.
"Pak maafkan Kakak saya,berapa..." aku mencoba melerai tetapi Laurent langsung menyalakku.
"Aku bisa mengatasi ini Mit" katanya "Sana minta langsung ke Ayahku,Valerius!"
Jimat utama kami pemberian Papa yang bisa menaklukan dunia (tidak seperti itu juga sih) adalah gelar marga Valerius.Dengan menyebut nama Valerius,orang orang akan mundur.Itu juga menjadi alasan Laurent bertingkah bagai serigala seperti saat ini.Laurent memberikan beberapa lembar uang dan satu kartu nama Papa.
"Apa yang kau lakukan?" Bisikku.
"Gunakan ini sebagai ganti rugi atas kerusakan mobil anda.Jika kurang,datang ke orang ini dan bilang kau yang menabrakku" kata Laurent yang terdengar seperti mengancam.Orang tadi hanya melongo sambil mengangguk.
Laurent menendang bagian belakang mobil yang hanya tinggal setengah.Dia masuk ke dalam mobil,masih uring uringan.Dia bahkan tidak menutup pintu mobil dengan benar.Mesin menyala dan dia melaju meninggalkanku.Tunggu...APA????
"KAKAAAAAAAAAAK!!!" Teriakku sambil melambai lambai ke mobil Lau yang sudah menjauh.
"COWOK GILA! Kenapa sih spesies macam kau lahir ke dunia?" Teriakku lagi.Aku refleks berjalan beberapa langkah ke depan.
"AKU MEMBENCIMU LAU! KAU BUKAN KAKAKKU"
TIIIIIIIIIN...BRAKK
Gelap,aku tidak bisa melihat apa apa.Sebuah mobil gila baru saja menabrakku dengan keras.Suara klakson mobil yang bersahutan serta jeritan para pejalan kaki memaksaku untuk tetap sadar.Aku sempat membuka mata...sedikit.
Langit sore begitu indah.Burung burung yang biasanya mencari ikan di lautan sudah melakukan perjalanan pulang.Para manusia disini terlalu berisik.Tidak bisakah mereka mendongak melihat keindahaan ini?
Aku ingin punya waktu sedikit saja untuk menikmati guratan guratan jingga di angkasa.Lima detik lagi aku akan menutup mata,aku janji.
1 detik ... semua tampak biasa.
2 detik ... langit sore terlihat semakin menawan.
3 detik ... aku mendengar Kakakku menangis.Hei ini hadiah terindah yang ku dapat.
4 detik ... seorang laki laki berwajah tampan tampan menghampiriku.
5 detik ... aku menepati janjiku.
Tamat...
Tamat? Tentu saja tidak,karena aku membuka mata lagi keesokan harinya.Kepalaku dilanda pusing tapi tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.Aku yakin kemarin kepalaku mengeluarkan se ember darah.Apa yang terjadi sebenarnya?Aku segera bangun dan menuruni tangga.Mama sedang memasak sementara Papa,entah apa yang sedang dilakukannya.Biasanya Papa membaca koran atau berkutik dengan laptop di pagi hari.Tapi untuk hari ini beliau sedang merangkai kotak kotak yang kuyakin itu adalah kotak kue.Apa Mama akan mengadakan arisan? Ada acara keluarga? Lantas untuk apa Mama memasak? Apa dia sudah memecat semua pembantunya?"Pagi Ma,Pa" Tiga kata yang selalu ku ucapkan untuk memulai hari yang membingungkan."Pagi sayang" sapa mereka balik.Aku hampir kehilangan pita suaraku.Jika aku mengucapkan kata itu biasanya Papa hanya menanggapi dengan gumanan atau hanya berupa suara koran yang dibalik.Sementara Mama tidak pernah m
"Sarapan kesukaanmu" ujar Mama.Sepotong sandwich berisi telur goreng dan sayuran berada di depanku. Aku berjengkit, katanya aku dan Scarlet adalah orang yang sama. Bagaimana bisa ia menyukai sesuatu yang paling ku benci didunia. Aku ingin makan pasta!"Ma,aku mau pasta""Kita tidak punya pasta sayang. Biasanya kamu tidak minta pasta. Oh ini milikmu, biskuit kacang" Mama meletakkan sepiring kecil biskuit kacang di depanku.APALAGI INI? Aku membenci kacang! Scarlet serius kau menyukai tanaman itu? Aku akan membunuhmu jika kita bertemu lagi nanti."Aku benci kacang.Mama tidak punya rasa Strawberry? " tanyaku merajuk.Mama, Papa dan laki laki asing itu menatapku dengan kerutan di dahi mereka masing masing. Aku hanya menatap mereka datar. Mama menyipitkan mata ketika mengganti sepiring biskuit kacang dengan biskuit strawberry. Aku hanya mengedikkan bahu sambil mendorong jauh jauh sandwich telur itu. Aku mulai makan dengan tenang."Jadi,ba
“Kau membentakku? Berani sekali kau”Bola air kembali terlempar ke wajahku. Ansel dan teman temannya tertawa. Apakah Scarlet tidak berpacaran dengan Ansel? Tapi bagaimana bisa?"Ansel, aku Demitria, pacarmu"Tawa khas anak laki laki menggelegar. Aku melihat pusaran air di belakang tubuhnya. Bagai kilat yang menyambar, air itu sudah membelit tubuhku dalam satu kedipan mata. Aku berputar di tengah pusarannya membuatku tampak seperti penari amatiran yang kemudian terlempar dalam keadaan berlutut di bawah kaki Ansel. Ini gila! Memalukan!Aku tidak kenal Ansel yang ada di dunia ini. Ini bukan Anselku. Ansel yang ada ku kenal akan selalu memelukku di pagi hari sebagai ucapan selamat paginya. Ansel yang ku kenal tidak akan menggunakan kata-kata kasar sekalipun ke perempuan selain aku. Ansel ku lembut dan tidak pecundang. Aku mengepalkan Tangan di tanah. Ansel yang ini membuatku marah.
Kepalaku nyaris terbelah memikirkan dunia ini. Sebenarnya ini dunia sihir atau dunia dimana spesies sepertiku ditendang jauh jauh. Aku merana di dunia orang. Di saat saat seperti ini aku membutuhkan Grandia.Pertama, aku ingin les kepadanya tentang dunia aneh ini. Kedua, aku mau menuruti kata katanya agar cepat terbebas dari dunia ini. Dan yang terakhir, tentu saja aku mau memanfaatkan wajahnya yang tampan demi kesehatan mataku. Bubur ayam yang sedari tadi hangat ketika ku ajak curhat perlahan ia mulai dingin. Aku menyukai segala hal di dunia Scarlet minus kehidupan sekolahnya dan keadaan ekonominya.Biasanya aku memesan pasta,sapi panggang, kari ayam dan seafood. Tetapi begitu aku merogoh saku ku, ternyata aku seharusnya berdiri di barisan rombong bubur ayam, mie kuah dan sup panas. Aku duduk dengan canggung di pojokkan kantin. Mataku tak pernah putus dari adik Scarlet sejak 10 menit yang lalu. Raven mondar mandir kesana kemari m
"COWOK SETAN"Aku membuat boneka salju di tepi danau yang beku (di duniaku tempat ini berupa minimarket). Ada 4 boneka salju besar tak berbentuk. Masing masing ku beri nama, dari yang paling timur Ethanez, Louis, Clarion, Ferrars. Aku menjerit jerit bak orang kesetanan sambil menendangi mereka satu per satu. Aku benar benar kehilangan akal sampai sampai kucing lewat pun ku hantam bola salju sebesar kepalan tangan. Hewan itu memberenggut kesal lalu menghilang dari balik pohon. Suara helaan nafas terdengar lagi dan lagi. Aku langsung menatap tajam makhluk itu. "Suara nafasmu mengganggu" salakku setengah ingin menelannya. "Kenapa harus berurusan dengan Entitas Mulia sih? " Tanya Grandia jeng
Pukul sebelas malam, salju turun dengan indah. Aku masih sadar (belum tidur) dan tengkurap di kasur. Setengah dari kasurky melesak dibebani bobot sebesar remaja laki laki berusia 16 tahun. Meskipun dia ini adik, seharusnya dia sadar diri dong ranjang kecil reyot ini bisa remuk jika ditumpangi dua manusia yang beranjak dewasa. Anak ini tidak mau keluar dari kamarku beberapa malam terakhir. Dia menguping pembicaraanku dan Grandia waktu itu. Namun anehnya Raven tidak mempertanyakan soal Grandia. Dan kata Grandia, tidak ada yang bisa melihat keberadaan Guardian Angel selain orang yang di jaga, sesama Guardian Angel dan Entitas Mulia."Aku sudah merasa sejak awal sebenarnya kau bukan Kakakku"Aku mendengar ini sebanyak 4 kali dalam satu malam. Itu masih belum di jumlahkan dengan malam malam sebelumnya.Aku sedang melakukan gencatan senjata. Raven mendesakku agar aku mengaku bahwa aku bukanlah Scarlet. Aku menanggapinya dengan g
"Kau mau menjadi bintang di hidupku ?” Tanya nya gamblang.Senyum laknat hampir tercetak di wajahku. Siapa yang tidak oleng (goyah) oleh perkataan manis dari lelaki yang berwajah seperti dirinya."Jaga jarak dariku sejauh bintang dan bumi" lanjutnya.Senyum di bibirku luntur. Aku menatapnya dengan tatapan Apa-kau-tertarik-untuk-menjadi-produk-unggulan-di-pasar-perdagangan-manusia?Ethan nyengir lebar. Deretan gigi putihnya menbuatku kehilangan panca indra. Lain kali kalau Ethan mau main ke duniaku, aku akan memberikannya ke Papa dan dijadikan model pasta gigi.Sebuah pertanyaan tanpa dasar melambung tinggi menabrak otakku."Kau yang dekat dekat denganku" tuntutku tidak terima."Kapan aku mendekatimu? " Tanya Ethan datar. Dia sudah kembali ke Ethan yang sejati.Iya, kapan Ethan mendekatiku?"Bu
"Usiaku 220 tahun"Mendadak aku sepucat salju di luar. Otakku yang tumpul mencerna pengakuan itu dengan susah payah. Aku mengamati wajah Grandia yang serba putih itu. Tidak ada kerutan sama sekali. Wajahnya juga tidak terlihat seperti seorang buyut."10 tahun untukku, seratus tahun untukmu" jelas Grandia yang melihat banyak tanda tanya di atas kepalaku. Aku masih tidak mengerti."Jangan nenbicarakan matematika denganku. Otakku tumpul untuh hal itu" ucapku sarkastik. Grandia tersenyum, gerakan yang mampu meruntuhkan tulang kakiku."Usiaku memang 220 tahun. Tapi bagi kalian (manusia) usiaku tercatat 22 tahun"Aku mendesah lega. Yah dia tidak tua tua amat."Jadi kau tadi mau bicara apa? " tanyaku."Ah... Entitas. Karena kau adalah tanggung jawabku, maka dengarkan ini baik baik" jawabnya sok."Entitas adalah sesuatu yang unik dan berbeda dari