Metode yang digunakan Juna ke para penculik Wenti sebelumnya sama seperti yang dia gunakan terhadap para pelaku pembobol rumah Hartono.Dia kini sudah mengantongi bukti rekaman pengakuan mereka. Tapi dia ingin menghukum orang-orang itu.Menggunakan kemampuan untuk memerintah makhluk astral terdekat yang lemah, dia menggunakannya sebagai sarana intimidasi pada para penculik Wenti.Mereka berhasil dikumpulkan di sebuah gudang kosong dan Juna cukup beruntung menemukan banyak makhluk astral di tempat itu yang bisa dia perintah.Maka, sudah bisa dibayangkan seperti apa teror yang dihadapi para penculik itu ketika mereka dipaksa melihat sosok-sosok menyeramkan di sekeliling mereka.Yang lebih parah dari teror makhluk-makhluk seram itu adalah … Juna membuat mereka tidak bisa bergerak dan tak bisa pingsan. Dia memiliki banyak ajian yang bisa dia pilih sesuai kebutuhan.“Arrghh! Jangan! Jangan!” teriak salah satu penculik. Tulang lengannya baru saja sembuh tapi kini dia menemui bencana lainny
Secuil jiwa Juna yang selalu mengawal Wenti tanpa diketahui siapapun, rasanya ingin memukul kepala Hartono ketika mendengar pria itu memohon ke istri mudanya untuk melepaskan Leila.Sedangkan Wenti, hatinya memang hancur mendengar permintaan suaminya, tapi dia tak bisa apa-apa. Sebagai anak yatim piatu dan tak punya siapapun untuk mendukung dirinya, dia hanya bisa mengangguk meski hatinya perih.Dia teringat insiden di dalam angkot, begitu mengerikan baginya, menimbulkan trauma mendalam sehingga Wenti enggan memakai kendaraan umum lagi sendirian, karena perlakuan para penculik itu masih membekas membawa luka di sanubarinya.‘Hartono lelaki tolol!’ umpat jiwa Juna tanpa bisa didengar ayah mertuanya. Manusia biasa tidak akan bisa mendengar suara pecahan jiwa.‘Padahal istrimu begitu menderita gara-gara insiden itu!’ Karena kesal, pecahan jiwa Juna melampiaskannya pada daun jendela di dekatnya.Brakk!Hartono dan Wenti sama-sama melonjak kaget dan menatap ke jendela. Tak ada siapapun di
Juna harus melakukan sesuatu dengan datangnya surat panggilan untuk sidang cerai yang akan dilangsungkan satu minggu dari surat itu dikirimkan. ‘Aku harus mengetahui seluk-beluk mengenai sidang perceraian!’ Lalu, Juna mencari mengenai itu di internet. Setelahnya, dia mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan gugatan perceraian. *** “Pak Juna sudah siap?” tanya pengacaranya, Julian Lubis. “Siap, Pak Lubis!” Juna mengangguk, lalu mereka berdua masuk ke ruang sidang di pengadilan agama. Di dekatnya, terdengar kasak-kusuk perempuan muda ke orang di sebelahnya. “Kok seganteng itu dicerai, sih?” “Eh, siapa tahu dia yang menggugat cerai!” “Kalau begitu, aku bersedia menggantikan jadi istrinya saja, deh!” “Hei, siapa tahu dia dicerai istrinya karena kasar atau jahat!” Banyak perempuan yang duduk di bangku antrian membicarakan Juna yang baru masuk bersama pengacaranya. Wajar saja bila dia menarik perhatian ketika datang ke Pengadilan Agama, itu karena biasanya lebih banyak perem
Pagi ini Juna sudah siap berangkat ke kantor. Sudah memakai setelan jas biru tua, terlihat keren, perlente, dan luar biasa.Usai menata rambutnya, dia melirik ponsel di atas meja rias, lalu mengambilnya. Melihat di sana tak ada chat jawaban dari istrinya, dia menyeringai.Kemudian, tangannya mengetik sesuatu untuk Lenita.[Pagi, Len. Suamimu berangkat kerja dulu, yah!]Tak hanya itu, Juna juga mencantumkan foto selfi dia di chat tersebut. Di ambil dari sudut terbaik dan senyum terbaik pula. Sebuah senyum maskulin, tidak berlebihan, tapi pasti membuat hati wanita bergetar.Lalu, dia kirimkan foto beserta chat-nya ke Lenita. Selesai itu, dia keluar kamar dan bersiap makan pagi sebelum berangkat ke kantor.Di meja makan, ternyata ada Hartono dan Wenti.“Sini makan, Jun!” panggil Wenti dengan keramahan seperti biasanya.Juna mengangguk dan duduk di kursi seberang Hartono. Matanya menyisir hidangan di atas meja. Ada makanan ala orang Nusantara pada umumnya ketika pagi seperti nasi goreng d
Juna cukup terkejut dengan berita yang disampaikan sekretarisnya, tapi dia bersikap senormal mungkin. “Oh, ya, minta resepsionis menunggu di sana saja.”Setelah itu, Juna melanjutkan rapat hingga selesai. Kemudian, dia keluar lebih dulu meninggalkan dewan direksinya diikuti Velina.Sesampainya di ruangan pribadi, Juna memang mendapati istrinya di sana, duduk di sofa sambil sibuk membuka-buka majalah secara bosan.Penampilan Lenita terlihat memukau dengan blus satin ketat pas badan model lilit berleher V rendah warna merah terang dan rok split selutut dari satin hitam bercorak bunga-bunga kecil putih berbelahan tinggi di bagian depan hingga mengekspos paha mulusnya.Ketika Lenita melihat kedatangan Juna, dia menurunkan kaki yang ditumpangkan di paha dengan gaya elegan.Mata Juna dibuat memandang ke paha mulus yang bergerak pelan itu dan kemudian Lenita berdiri.“Cantik sekali istriku hari ini.” Juna tersenyum sembari mengalunkan pujian ke Lenita.Mata Lenita berputar seolah jengah, pad
Juna tidak mengira akan secepat ini Lenita menyerah. Tapi itu membuatnya senang. Dielusnya wajah sang istri saat tatapan mereka saling bertaut lekat.“Kamu jahat, Jun!” Suara Lenita lebih seperti rengekan kesal ketika mengatakan itu.“Ya, aku jahat.” Juna tidak membantah dan menurunkan tengkuk istrinya agar dia bisa dengan mudah menjangkau bibir kenyal Lenita untuk dia pagut dan lumat.Sementara bibirnya beraksi, tangan Juna bekerja di paha mulus Lenita sembari tangan lain menahan tengkuk Lenita agar terus melanggengkan ciuman mereka.Bibir Juna mulai turun, menjelajahi leher Lenita sembari jemarinya secara pelan meremas bongkahan di belakang tubuh istrinya, mengakibatkan suara erangan keluar dari mulut Lenita .Cumbuan Juna membuai Lenita hingga rasanya udara menjadi panas, mengakibatkan Lenita gerah, entah karena terbakar gairahnya sendiri atau memang gara-gara AC tidak dinyalakan saat mesin mobil dimatikan.“Aaanhh ….” Lenita berinisiatif mengurai manik pada blusnya sehingga dadany
Usai mobil Juna memberikan klakson dan berlalu dari rumah Leila, Lenita mendesis kesal pada suaminya.‘Untuk apa bunyikan klason segala, sih!’ omel Lenita dalam hati. ‘Nanti bisa-bisa Mama—‘“Nita, ya?” Suara Leila sudah muncul lebih dulu saat Lenita sedang membatin ibunya akan keluar.“A—ah, iya, Ma!” Lenita berseru sambil menoleh ke ibunya yang sudah tiba di gerbang depan.“Kenapa selarut ini baru pulang?” Leila bertanya disertai pandangan menyelidik.“I—itu … tadi diajak jalan-jalan teman, Ma.” Lenita menyambar alasan apapun yang bisa menyelamatkan dirinya dari sang ibu. Akan gawat kalau sampai ibunya mengetahui dia baru saja bertemu Juna. Apalagi ketika pergi dia hanya berpamitan hendak ke rumah teman saja agar tidak suntuk.“Klakson tadi itu temanmu, ya?” Kepala Leila lekas menoleh ke kanan dan kiri, lalu menemukan pantat mobil yang sedang berbelok keluar dari gang besar tersebut.“Iya, Ma.” Lenita merutuki Juna, ‘Ih! Kenapa tidak buru-buru nyetirnya, sih? Gawat kalau sampai Mama
Juna melirik istri di sampingnya dan menjawab, “Ya. Aku menang war tiket.” Dia tersenyum. Padahal dia mendapatkannya dari calo beberapa hari lalu.Harga berapapun tidak masalah baginya karena membeli di hari yang sangat berdekatan dengan hari H konser, yang penting dia bisa membuat Leila sakit kepala nantinya dengan bantuan Lenita.Juna sebenarnya tidak begitu paham dengan musik era ini. Dia hanya melihat ada sebuah konser yang sangat dinantikan oleh begitu banyak warga Nusantara, makanya dia meyakini Lenita tak akan menolak jika diajak ke konser tersebut.Kalaupun Lenita tak mengenal musiknya, dia yakin istrinya masih bersedia menemaninya menonton konser karena pasti Lenita tak ingin dia mengajak orang lain.Juna sudah paham seperti apa jalan pikiran sang istri. Dia sudah menggenggam psikologis Lenita.Sesampainya di venue, sudah begitu banyak orang di sana. Juna terus melindungi Lenita menuju ke area festival seperti yang tertera di tiket.Lenita tidak menyia-nyiakan kesempatan ini
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag