“Masa percobaanku belum selesai! Aku masih punya waktu seminggu lagi, Juna!” Lenita sudah tidak menggubris tata krama bos dan bawahan lagi dan menjerit tak terima akan keputusan suaminya.“Belum satu minggu saja tingkahmu sudah seperti itu apalagi harus menunggu genap satu minggu, bisa kacau bisnisku!” Juna memutar matanya.“Tak mau!” Lenita bertahan. Dia belum menyelesaikan misinya, kenapa malah hendak dihentikan?“Terserah! Ini sudah menjadi keputusanku. Sana, pulanglah! Aku hendak menelepon klien.” Juna tak mau tahu, juga tak ingin dibantah. Daripada istrinya makin membuatnya kesal, lebih baik Lenita pulang dulu agar dia bisa menenangkan hatinya.“Siapa? Si jalang Shevia itu?” Sayang sekali, Lenita justru makin kasar dengan mengucapkan itu.Mata Juna mendadak saja menyala dan dia lekas hampiri Lenita sambil matanya berkobar akan ketidaksukaan, wajahnya seketika gahar memberikan dominasi penuh sehingga Lenita ciut.“Jangan seenaknya menyimpulkan sebutan pada seseorang kalau kau tak
Mata Juna berputar jengah, lagi-lagi mencetuskan mengenai perceraian, sungguh kekanakan, kalau ada masalah, solusi langsung ke cerai, bukannya mencari jalan keluar yang lebih menyenangkan.“Kamu pikir pernikahan itu hanya sebatas permainan atau apa, hm?” Juna masih menatap tajam istrinya, dia geram karena bisa-bisanya Lenita menuduh dia yang aneh-aneh.Bagaimana mungkin dia ingin membuat affair terlarang dengan Wenti yang berstatus ibu mertua? Dia belum segila itu. Dia belum sebobrok itu moralnya.‘Meski Wenti cantik, muda, dan molek, bukan berarti aku berminat ingin melakukan hal-hal intim tak senonoh dengannya! Dia itu ibu mertuaku, mau bagaimanapun juga! Lenita gila!’ rutuk Juna di hatinya.“Juna! Sakit! Ini sakit!” jerit Lenita sambil berjuang melepaskan kedua tangannya dari genggaman ketat suaminya.“Tidak akan aku lepaskan sebelum kamu minta maaf pada Mama Wen.” Juna bersikeras terus mengetatkan genggamannya di pergelangan tangan Lenita.“Ju—Juna, jangan begitu.” Wenti memegangi
Juna memiliki rencana sendiri. Dia bahkan ingin mempermainkan orang-orang itu.Sebagian dari pria di dalam sana adalah yang dia incar, sedangkan sisanya akan dia tindak karena melakukan judi ilegal, apalagi di kawasan pemukiman penduduk meski tergolong daerah pinggiran yang agak sepi, tetap saja sungguh meresahkan masyarakat.Pertama-tama ….Kraakk … krekk … taakk ….“Eh? Bunyi apa itu?” tanya salah seorang dari mereka sambil menghentikan tangannya yang masih memegang kartu sembari kepalanya mendongak ke atas. Sepertinya dia pemimpin kelompok judi dan pemilik rumah tersebut. Tubuhnya besar dengan perut buncit yang ditutup dengan kaos singlet putih lusuh dan sarung tua.“Memangnya apa yang kau dengar, kawan? Sudah, teruskan mainnya! Paling-paling itu kucing di atap!” Kawannya yang lain membanting kartu di tangannya dan terkekeh. “Ha ha! Lihat, aku dapat flush!”“Halah! Dapat flush saja bangga! Nih! Aku full house!” Kawannya yang lain tertawa keras sambil menguak kartu miliknya yang dit
“Ho ho ho ….” Juna mengganti suaranya dengan suara berat, serak, dan dalam agar mereka semakin gentar.Benar saja, mereka semua memang mulai gentar. Namun, pemilik rumah itu sepertinya lebih berani dari semua yang di sana. Dia membentak Juna, “Kau manusia! Ya, kan?”Juna tak mengira pemilik rumah langsung mengetahui bahwa dia memang bukan hantu apalagi setan. “Ha ha ha! Ya, aku memang manusia.”Sama sekali tidak ragu untuk mengakuinya. Usai mengatakan itu, Juna cukup melambaikan tangan dan pintu mendadak saja tertutup dengan bunyi berdebam cukup keras seperti dihempas angin kuat.“Ahhh!” Banyak yang kaget dan terlonjak di tempat gara-gara bantingan pintu ulah Juna tadi.Mereka yang tadinya mulai kembali mendapatkan keberanian karena ternyata Juna hanyalah manusia, apalagi setelah melihat jelas bahwa Juna memakai masker dan topi, kini mereka kembali ciut akibat keanehan pintu akibat kibasan tangan Juna.Ada yang mengucapkan doa dengan suara bergetar, sampai kepalanya ditepuk keras oleh
Polisi belum sempat bertanya ini dan itu pada Juna, tapi dia sudah lebih dulu melesat pergi dan menghilang tanpa bisa ditemukan mata.“Cepat sekali dia pergi!” Ketua tim polisi sampai terheran-heran. Lalu dia memandang bukti yang diserahkan Juna berupa kamera mini yang berisi rekaman perjudian di rumah tersebut.“Bawa mereka semua ke truk!” Ketua tim memberi perintah ke anak-anak buahnya.“Baik!” Lalu, para polisi segera menggiring semua orang di rumah itu menaiki truk yang sudah disediakan.Sementara itu, Juna sebenarnya masih dekat dari rumah tersebut, dan dia benar-benar pergi ketika melihat polisi menaikkan para pelaku perjudian. Dia sudah memiliki bukti tersendiri.‘Untung aku menyiapkan dua kamera mini. Hm, tidak kusangka di zaman ini ada benda praktis semacam ini.’ Juna sudah bersiap pergi dari sana, tapi sosok bergaun putih melayang di sebelahnya.“Bang, rumah yang tadi, boleh aku tempati?” tanya si sosok bergaun putih tanpa menggunakan bahasa roh.“Tempati saja! Ajak teman-te
Juna menampakkan dirinya tanpa melepas masker yang menutupi wajahnya. Dia lekas melesat ke Parto dan berdiri di depan hidung anak buah Leila itu.Tubuh Parto gemetar saat dia menatap Juna yang dia kira makhluk astral.“Berlutut!” tegas Juna dengan suara penuh wibawa.Seperti ada sesuatu yang menekan jiwa Parto, lelaki itu segera berlutut takluk di depan Juna. Mentalnya sudah jatuh karena dia meyakini bahwa keanehan di kamar sang pacar adalah karena sosok misterius di depannya.Satu tangan Juna terulur dan telapak tangannya seakan memiliki daya tarik kuat sehingga kursi yang cukup jauh di sudut ruangan melesat di tangannya, sehingga dia bisa duduk di depan Parto.Ketika menyaksikan adegan itu, mana mungkin Parto masih berpikir sosok di depannya manusia?“Kamu … aku mewakili dewata penghukum untuk mengurusmu!” Juna sedikit mengubah suaranya, siapa tahu Parto mengingat suara Arjuna sebelumnya.“A—ampun … ampuni saya, Dewata! Ampuni saya!” Parto benar-benar meyakini makhluk di depannya ad
Suasana sedikit hiruk-pikuk gara-gara bungkusan kotak kecil yang sangat mencurigakan di dekat gerbang masuk.Tetangga berdatangan untuk melihat apa yang terjadi, tapi petugas polisi segera meminta mereka bubar dan dilarang mendekat demi keselamatan.Hartono dan Wenti saling berpegangan tangan, wajah mereka penuh akan kecemasan.Sementara itu, Juna kesal, dia merutuk di hati, ‘Sialan! Kenapa malah harus memanggil polisi penjinak bom segala? Apanya yang harus dijinakkan?’ Ketika penjinak bom berhasil membuka kotak itu secara perlahan-lahan, terkuaklah apa isi di dalamnya.Sebuah flashdisk.“Hah?” Polisi penjinak bom sampai tak bisa menahan keheranannya. Dia mengangkat benda kecil seukuran kelingking dan menunjukkan ke rekannya.“Flashdisk?” Rekannya ikut bingung. “Hanya itu?”“Hanya ini.” Petugas itu kemudian berdiri dan menyampaikan temuannya pada Hartono.“Eh? Ini? Cuma ini, Pak?” Ekspresi Hartono sama seperti dua petugas tadi.Petugas mengangguk dan setelahnya mereka mengemasi alat
Tak hanya para polisi saja yang terkejut atas ucapan Hartono, tapi Juna dan pekerja rumah Hartono di sana pun ikut terkejut. Mereka tak menyangka Hartono memiliki permintaan demikian.“Tapi, Pak, ini sudah berkaitan dengan nyawa serta keselamatan seseorang.” Polisi mendebat Hartono dengan bahasa sehalus mungkin. Bagaimana pun, Hartono adalah pengusaha besar di Kota Samanggi, tak bisa sembarangan bertingkah di depannya.“Bapak polisi sekalian bisa meringkus para penjahat di rekaman CCTV itu, saya tidak peduli, tapi biarkan saya menangani sendiri mengenai istri pertama saya.” Hartono bersikeras dengan keinginannya. Lalu, dia menoleh ke Wenti di sisinya. “Mamah, kamu setuju dengan niatku ini, kan?”Sebagai orang yang tidak memiliki kuasa apapun dan menggantungkan hidup dan cintanya ke Hartono, Wenti tak punya opsi lain selain mengangguk pelan. “Iya, Mas, silahkan Mas saja yang atur.”Juna geram sekali. Padahal dia sudah gembira karena akhirnya Leila akan menemui batunya. Tapi … ‘Huh! Har
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag