Setelah deraan teror dari makhluk astral, unit-unit apartemen yang dimiliki Hamid akhirnya tidak laku meski sudah dibanting harga serendah-rendahnya.
‘Lihat! Itu akibatnya kalau kau berani main curang denganku!’ batin Juna ketika dia menerima laporan mengenai jatuhnya nilai unit apartemen milik Hamid.
Hanya butuh teror selama setengah bulan untuk Hamid menyerah dan menjual semua unit apatemen bermasalahnya.
“Pak Hamid! Kalau sampai Bapak tidak mengembalikan uang kami, saya sebar ini ke media sosial!” kecam salah satu penyewa apartemen Hamid.
Hamid tidak berdaya ketika penyewanya mendatangi dia dengan membawa amarah.
“Baiklah, baiklah, Bu Nancy, saya akan kembalikan semua uang Anda dan suami.” Hamid mengalah.
Menyebarkan berita unitnya angker akan mematikan nilai apartemennya.
“Benar, Pak Hamid! Saya juga! Harus kembali uang saya! Yang benar saja, baru sehari menempati, gangguannya 24 jam nonst
Dugaan Hamid semakin tebal bahwa Juna yang membuat unit-unit apartemennya menjadi angker dan tidak layak huni. Namun, apakah Juna bisa semudah itu dipatahkan?“Saya memiliki telinga dan tentu saja banyak kawan dari kalangan pebisnis lainnya, juga dari kalangan orang kaya ataupun pejabat. Tidak mungkin mereka memendam kekecewaannya seumur hidup, benar ‘kan, Pak?” Juna sudah memiliki banyak amunisi untuk menangkal ucapan Hamid.Mendengar itu, Hamid menarik napas dalam-dalam. Dia sudah kalah debat secara telak.‘Kalau aku menuduhnya menggunakan hal mistis dan klenik, dia pasti mengelak. Belut satu ini memang bajingan!’ batin Hamid saat menatap Juna. Dia benar-benar tak berdaya menghadapi Juna.Makan siang itu berlangsung lancar meski canggung bagi Hamid. Terlebih ketika Juna memberikan sindiran.“Saya bisa berempati pada Anda mengenai unit angker Anda, Pak Hamid, karena saya pernah memiliki pengalaman dijahili orang
Beberapa menit berikutnya, Juna sudah berada di atas motor sekaligus memakai helm dan jaket kulit. Semua itu dia beli secara kontan dari sales pria di dealer motor.“Pak, jasnya!” seru si sales ke Juna ketika Juna hendak meninggalkan dealer.Sales motor yang baru saja bertransaksi dengan Juna melambaikan jas mahal Juna yang tadi dilepas karena Juna ingin memakai jaket kulit.“Oh! Buat kamu saja, kalau mau. Kalau tak mau, berikan ke yang mau!” seru Juna karena sedang diburu waktu.Kemudian, dia meluncur dengan motor barunya, sama sekali tidak menggubris mengenai jas, mengabaikan sales motor di belakangnya yang melongo bingung.‘Nah, setidaknya sekarang aku sudah tampil benar-benar seperti pemotor! Tidak ada ruginya juga dulu aku sempat minta diajari naik motor dengan mas Iwang,’ batinnya.Meski motornya jenis motor untuk lelaki, Juna sudah paham cara mengendarainya dari sekali penjelasan oleh sales tadi.
“Oh, ehem! Tak apa!” Juna menyahut dari depan sambil sedikit menengokkan kepala ke samping.Meski dia patah hati dengan tindakan Anika tadi, dia tak ingin terlalu menyalahkan wanita itu. Dia akan pelan-pelan membujuk perasaan halus Anika.‘Nik bukan wanita sembarangan yang perlu aku perlakukan dengan tegas maupun dengan paksaan. Dia sangat istimewa, makanya aku tak mungkin memperlakukan dia seperti aku memperlakukan wanita-wanita di eraku dulu.’Pikiran Juna kembali ke ingatan masa lampau.‘Dulu, jika aku menginginkan seorang wanita, aku hanya perlu mengatakan secara langsung dan tegas sebelum membawa dia ke ranjangku kalau aku melihat gelagat wanita itu tidak memberikan respon penolakan. Tapi Anika tak mungkin aku perlakukan begitu meski aku bisa merasakan Anika tidak menolakku.’Lalu, Juna menghela napas panjang. Dia tahu, perjuangannya mendapatkan kepercayaan Anika hanyalah mengenai waktu. Tak apa, dia akan me
Juna bergerak cepat melompat ke belakang hingga mendarat ke atap tetangga Lenita, lalu dia sembunyi.‘Duh! gentengnya retak, ha ha ha! Mungkin aku terlalu kuat menekan.’ Dia tertawa di batinnya.Tak berapa lama, selingkuhan Lenita keluar kamar hanya dengan celana pendek untuk melihat ke bagian atap kamarnya.Juna yang sedang bersembunyi di balik atap tetangga hanya tersenyum. ‘Untung saja aku cepat-cepat pergi dari sana.’Sebagai panglima, dia tentu sudah memiliki perhitungan sendiri mengenai hal tersebut.“Ada apa, Wil? Kucing?” tanya Lenita menyusul keluar dengan hanya berdaster tipis.Juna bisa melihat kedua orang itu tidak memakai dalaman apa pun di balik pakaian mereka.“Sepertinya kucing, Nit.” Si selingkuhan berkata. “Yuk, kembali ke dalam!” ajaknya.Lenita tersenyum penuh arti dan mereka bergandengan masuk ke kamar lagi.‘Oke, aku akan pergi dan mengatur strategi dulu kalau begitu!’Juna memutuskan untuk pergi dari sana dan kembali ke rumah ayah mertuanya. Dia harus menyusun r
Jeritan keluar dari mulut bocah dari motor satunya yang hendak menyabetkan celurit panjangnya ke Juna.Sayang sekali, usaha itu sungguh sia-sia jika lawannya adalah Juna. Mantan panglima itu hanya perlu menangkap celurit dengan mudah dan merebutnya untuk kemudian Juna sabetkan benda tajam itu ke arah roda motor mereka.Brak!Motor tadi segera tergelincir dan kedua penumpangnya terjungkal, berguling-guling di aspal sebelum mengerang kesakitan.“Cepat! Cepat pergi! Kebut motornya!” Bocah di motor pertama menepuk panik bahu kawannya yang memegang kemudi.Mereka sudah melihat seperti apa tindakan Juna ke rekan mereka. Untuk apa berlama-lama di sana, lebih baik kabur menyelamatkan diri!“Hei, kenapa kabur? Kalian sungguh meninggalkan teman kalian? Betapa tidak setia kawannya kalian!” seru Juna sambil mengejar motor pertama.Hanya butuh sekian menit yang singkat saja bagi Juna untuk mensejajarkan lagi motornya dengan kedua bocah yang ketakutan.Karena gugup dan takut, bocah yang membonceng
“Heh?” Juna berkelit dengan cepat dari serangan tangan selingkuhan istrinya.Meski dia sudah bersiap untuk apa pun yang terburuk dari pria itu, tapi dia tidak mengira akan secepat ini orang itu menyerangnya.“Kau ini, astaga!” Juna terkekeh.Meskipun selingkuhan Lenita ternyata sudah menyiapkan pisau lipat dari saku celananya dan ditusukkan ke Juna, sayang sekali pria itu salah memilih lawan.Plak!Juna dengan mudah menampar pisau lipat di tangan selingkuhan Lenita yang dihunuskan kepadanya.“Kau ingin berkelahi? Yakin? Denganku?” ledek Juna sambil terkekeh menyepelekan selingkuhan Lenita.Pria itu sudah kehilangan senjata kejutannya, tapi dia tidak ingin menyerah. Berbekal ilmu bela diri seadanya, dia menyarangkan kepalan tinju ke Juna.Plak! Plak!Hanya dengan dua tamparan sangat sederhana dari Juna, selingkuhan Lenita mengernyitkan kening karena sakit. Dia merasa seperti memukul bet
Ya, Juna sangat penasaran dengan fakta siapa bapak sebenarnya dari janin di perut Lenita pada kehamilan pertama wanita itu sebelum Juna datang ke era modern ini.“Kenapa? Kok diam?” Juna menatap Wildan.Sejak pertanyaan itu diucapkan, Wildan masih juga belum membuka mulut meski sudah beberapa menit berlalu.“Apakah kau bisa memberikan jaminan bahwa ucapanku ini tidak kau sampaikan ke papanya Lenita?” tanya Wildan.Kening Juna mengernyit seketika.‘Memangnya kenapa dia sampai berkata begitu?’ batin Juna sambil berpikir, ‘Apakah dia takut pada Hartono? Apakah papanya Lenita adalah kelemahan dia?’Dagu Juna terangkat sambil memandang arogan penuh dominasi pada Wildan yang sepertinya sudah tak berkutik lagi di hadapannya.“Kenapa malah membawa-bawa ayahnya Lenita? Kau takut padanya?” tanya Juna, ingin mengorek lebih banyak.Dia yakin, dengan kemampuannya, dia bisa mendapatkan banyak informasi penting dari Wildan. Siapa tahu itu bisa dijadikan senjata untuk melemahkan Lenita nantinya.“Itu
Anika menahan rasa geli ketika pahanya mulai diraba perlahan oleh Juna. Dia seakan sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. “Mas!” Anika tersentak ketika jemari Juna sudah tiba di pangkal pahanya. Namun, tidak boleh! Anika harus teguh pada prinsipnya! “Kenapa, Nik Sayang?” Juna berbisik. Tangannya masih mengelus paha Anika, namun wanita itu justru mendorongnya secara lembut sembari menjauh darinya. “Nik?” Juna menatap kecewa pada Anika. “Maaf, Mas, tidak bisa begini.” Anika menggelengkan kepalanya. Kemudian, kepala Anika tertunduk ketika dia duduk meringkuk bersandar di kepala ranjang sembari membenahi pakaiannya. Juna tak tega memaksanya. Sebenarnya bisa saja dia egois dengan hasratnya, tapi ini adalah Anika, wanita istimewa di hatinya. “Baiklah, baiklah.” Juna tersenyum. Tangannya terjulur untuk meraih pipi Anika dan mengelus di sana dengan lembut. “Aku temani tidur sambil berpelukan saja, yah! Aku janji tidak akan melakukan apa pun selain memeluk dan tidur.”
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag