“Eh?” Juna ikut terkejut mendengar ucapan spontan Anika yang sedang gugup.
“A—ah! Maksudku, itu … anu ….” Anika makin gugup dan merutuki dirinya sendiri karena berbicara tanpa berpikir. Apakah dia melamun?
“Hmph!” Juna tersenyum sembari mendengus senang. Harapannya mulai bangkit kembali pada Anika. Dia tahu dia tidak salah langkah.
‘Sepertinya tindakanku mengikuti dia begini memang sudah benar.’ Juna membatin.
Namun, belum sempat mereka melanjutkan pembicaraan, Bagas sudah kembali dari menerima telepon.
“Ayo, Dik!” ajak Bagas pada Anika lalu menoleh ke Juna. “Pak Juna ….”
“Saya sudah lama tidak berjumpa dan mengobrol dengan teman lama saya, Anika. Apakah saya boleh ikut satu meja dengan kalian?” Juna menebalkan wajahnya.
“Oh, silahkan saja, Pak!” Bagas tidak keberatan.
Mereka pun mulai duduk bertiga dalam s
'Pokoknya aku harus mengikutinya!' tekad Juna setelah melihat Bagas bersama wanita muda lain. 'Kalau dia benar-benar selingkuh dari Nik, maka aku akan bisa punya kesempatan lagi dengan Nik.'Setelah memergoki Bagas dan wanita lain, Juna justru tidak berminat lagi meneruskan acara lari paginya. Dia ingin mengumpulkan bukti mengenai Bagas sembari berharap itu sebuah perselingkuhan.Juna berjalan tak jauh dari Bagas dan wanita itu. Telinganya dalam mode peka aktif agar bisa mendengarkan pembicaraan mereka."Kak Bagas pokoknya nanti harus temani aku memilih baju untuk acara reuni aku, yah! Aku tahu selera Kakak keren!" Wanita muda yang Juna yakini masih berusia 19 atau 20 tahunan itu bersikap manja. Lengannya membelit tangan Bagas.'Nah, nah! Kena kau!' batin Juna kegirangan. 'Dari ini saja sudah tercium aroma perselingkuhan! Ha ha ha! Sebentar lagi aku bisa bersama Nik seperti dulu! Apalagi Lenita sedang lengah dan asyik dengan Kang Galon.'"Iya, iya,
Raut wajah Bagas berubah muram. "Cin, jangan bicara begitu. Bukannya kita sudah sepakat tidak lagi mengungkit soal jandanya dia? Aku tak suka omongan kamu tadi."Wanita muda itu mendadak seperti takut dan mulai mendekat ke Bagas untuk memeluk manja sambil berkata, "Maafkan aku, Kak. Kakak jangan marah, yah! Aku tak bisa hidup kalau Kakak marah padaku. Aku hanya ingin yang terbaik untuk Kakak. Jangan marah, yah!""Iya, iya, Kakak tidak akan marah asalkan kamu tidak jelekkan Anika seperti tadi. Bukan mau dia menjadi janda, Cin. Tolong jangan mengungkit soal itu lagi." Bagas membalas pelukan wanita muda itu.Pecahan jiwa Juna meraung kesal. "Arrghh! Andaikan aku bisa memotret adegan ini! Anika bisa sadar dengan siapa dia bertunangan! Dasar lelaki kadal!" omelnya di sebelah telinga Bagas."Hmph?" Bagas tersentak kaget dan mengusap telinganya.Wanita muda di pelukannya menjauhkan kepala yang tadinya rebah di dada Bagas."Ada apa, Kak?" tanya si w
"Tapi kamu tak bisa menyepelekan ini, Nik!" Juna masih berjuang membujuk Anika. "Bahkan sepupunya tidak menghormati kamu!" "Mas, ini urusan aku. Kumohon Mas tidak perlu membicarakan hal semacam ini lagi." Anika memaksakan senyumnya keluar. Juna menyerah. Sepertinya Anika sangat mencintai Bagas dan itu makin membuat dia menderita karena cemburu. "Nik, aku harap kamu bisa memikirkan hal itu dengan tenang dan rasional." Juna memandang tak berdaya ke pujaannya. "Terima kasih atas perhatian Mas. Silahkan Mas pergi agar tidak terjadi salah paham jika orang-orang melihat kita berlama-lama di satu ruangan tertutup begini." Secara halus, Anika mengusir Juna. Mengetahui dia tak bisa lagi membujuk Anika, maka Juna bangkit berdiri dan pergi dengan enggan. 'Bagas sialan! Lelaki sialan itu tidak pakai ajian apa pun untuk membuat Nik percaya bulat padanya, 'kan? Awas saja kalau dia berani melakukan itu!' Juna tak rela me
"Shev, apa kabar?" Juna menghubungi Shevia. Dia memiliki rencana tersendiri mengenai ide mendaki gunung yang dicetuskan Bagas. "Oh, kabarku baik-baik saja, kok Jun. Tumben menelepon, nih! Aku kira kamu sudah lupa aku." Ada sindiran halus yang disisipkan Shevia pada jawabannya. "Mana mungkin lupa." Juna terkekeh untuk menetralisir sindiran Shevia. "Ada apa, Jun?" Shevia antara senang ditelepon, tapi juga sedikit curiga karena baru kali ini Juna menghubungi dia. Biasanya adalah sebaliknya. "Aku ingin mengajak kamu naik gunung. Apakah kamu tertarik?" Juna langsung ke poin utama. Agak hening di ujung sana, membuat Juna bertanya-tanya apakah Shevia kurang menyukai aktivitas mendaki gunung. Ketika dia hendak bicara, terdengar suara Shevia. "Aku pikir itu ide bagus, Jun! Sudah lama aku tidak naik gunung." Shevia memberi jawaban. "Oh? Kamu pernah naik gunung?" Juna tak menyangka perempuan seper
"Hm...." Juna tahu dia tak mungkin bisa menyembunyikan perihal naik gunung ini. Maka dari itu, dia menjawab istrinya, "Iya, aku akan naik gunung akhir pekan ini." "Dengan siapa?" Mata Lenita menyipit menyiratkan rasa curiga dia. "Dengan banyak orang." Juna agak malas menjabarkan siapa saja orangnya karena pasti akan menimbulkan keributan. "Pasti ada perempuan juga, kan?" Lenita melipat kedua lengannya di depan dada disertai wajah menukik tajam terlipat muram. "Tentu saja! Dunia ini berisi lelaki dan perempuan, wajar kalau ke manapun kita melangkah, akan ada lelaki dan perempuan." Juna menjawab diplomatis. "Kenapa tidak para lelaki saja yang pergi?" Lenita belum menyerah. 'Karena aku bukan homo!' Ingin sekali Juna meneriakkan itu di depan wajah istrinya, tapi dia yakin jika berani mengatakan itu maka Lenita akan semakin mencurigai dia hendak bermesraan di gunung. Dia paham alur pikiran otak istrinya.
Mereka sudah berkumpul di dekat gerbang pos. Selain pasangan Juna-Shevia dan Bagas-Anika, ada juga Cindy dan 2 teman pria Bagas lainnya yang sengaja diundang untuk berjaga-jaga saja karena ada 3 wanita yang harus dijaga dan dilindungi."Memangnya kenapa kalau bertambah? Apa kau akan gatal-gatal kalau begitu?" Cindy menekuk wajah ke Juna, merasa tersinggung, mengira Juna sedang meributkan dirinya."Cin, jangan bicara begitu." Bagas menegur pelan ke sepupunya dan beralih bicara ke Juna, "Maafkan Cindy yang suka bicara lugas, Pak Juna.""Tak perlu sungkan." Juna berlagak santai. "Kita kan sudah sering bertemu, langsung panggil nama saja, tak apa, Bagas!""Baiklah. Maafkan ucapan Cindy tadi, yah Juna!" Bagas meminta maaf lagi karena merasa sepupunya terlalu kasar dalam berucap. "Aku juga mengundang teman-temanku tanpa mengabarkan ke Juna. Semoga kamu tidak keberatan.""Tentu tidak, dong! Justru aku senang! Semakin banyak
"Eh?" Tak hanya Bagas dan Anika saja yang terkejut dengan pertanyaan Juna, tapi juga Shevia dan kedua teman Bagas di belakang."Itu ...." Bagas mencoba mencari jawaban yang tepat untuk memuaskan semua pihak, tapi itu sulit!"Tentu saja aku ikut Kak Bagas! Apa perlu ditanyakan lagi? Konyol sekali!" Cindy sudah lebih dulu memberikan jawaban sesuai keinginan dia. Setelah itu, dia melirik tajam ke Anika sambil bertanya, "Apa kau keberatan?"Anika di samping Bagas tergagap ketika menjawab, "Te—tentu saja boleh! Tentu boleh" Dia tak menyangka Cindy akan mencetuskan pertanyaan frontal padanya.Cindy tersenyum puas dengan ucapan Anika. Dari itu, terlihat jelas dominasi dia terhadap Bagas dan Anika. Dia menggunakan kemalangan hidupnya sebagai senjata untuk mendapatkan apa saja yang dia inginkan. Juna mulai bisa melihat karakter oportunis Cindy."Ah, itu pos satu sudah dekat!" Bagas menyeru sambil menunjuk ke depan. Juna dengan mudah menilai Bagas seda
Mendengar penuturan Shevia, hati Anika berkecamuk antara bahagia, tapi juga sedih secara bersamaan. Dia bahagia karena Juna tidak terpikat Shevia, tapi sedih karena tak bisa mengisi tempat di sisi Juna. "Aku ... aku tak tahu, Shev." Anika bingung harus menjawab apa. "Yuk keluar, Mbak! Pasti sudah ditunggu mereka, nih!" ajak Shevia yang diangguki Anika. "Kalian ini sedang apa di dalam? Lama sekali." Juna menyambut dua wanita yang baru keluar dari toilet. "Rahasia! Urusan wanita itu kan banyak!" Lalu Shevia terkekeh sambil julurkan lidah ke Juna dan menggandeng Anika kembali ke Pos Satu.Tanpa diketahui Shevia, Juna sebenarnya sudah mendengar semua pembicaraan kedua wanita di dalam toilet menggunakan telinga sakti yang diaktifkan menggunakan energi chakra. "Ayo lanjut jalan!" Ipung nampak tak sabar. Dia merasa menyesal karena menyanggupi permintaan Bagas untuk mendampingi rombongan yang setengahnya adalah wanita. Yang paling menyebalkan bagi Ipung adalah Cindy yang dianggap terlal