“Kenapa kau selalu baik padaku, Rion? Kau tahu, kalau aku tak pernah tulus dan jujur dari semula, kan?”
Pemuda berambut merah itu menjawabnya dengan tersenyum getir. “Entahlah, Nara, mungkin aku suka kau bohongi. Aku hanya menikmati momen-momen kebersamaan kita.”
Nara mencengkeram pinggiran pagar pembatas jembatan layang yang sudah mulai berkarat bahkan penyok di beberapa bagian. Angin menerpa wajah dan tubuhnya. Jauh di bawah sana, pemandangan permukiman dan reruntuhan Kota Kalingga tergelar di bawah kemilau cahaya matahari siang. “Aku tak pernah berbohong soal perasaanku padamu.”
“Aku tahu, Nara!” tutur Rion dengan suara serak dan perasaan yang terluka. “Meski kebersamaan kita hanya sesaat dan aku mungkin tak akan pernah bisa memilikimu, tapi aku sangat menikmatinya. Terima kasih.” Rion menoleh dan menatap Nara dengan senyum manisny
Sejumlah pria berkuda keluar dari arah perkampungan Kalingga di Kota Kahuripan dan menuju ke jalan-jalan menanggapi serangan yang diterima oleh para pemudanya. Satu di antara pasukan berkuda itu adalah Kamatsura Taka, pemimpin klan Kalingga. Dengan bantuan sihir mata elang, Rion memperjauh pandangannya. Dari arah gerbang masuk Kahuripan yang ditandai dengan patung Dewandaru, datang dalam jumlah besar samurai dengan sesosok pria yang dirantai.Rion menoleh ke arah kirinya. Dia pertajam dan perjauh pandangan mata elangnya. Dari arah Kota Moka, datang dalam jumlah besar manusia yang berlari dengan kecepatan kuda. Di belakang mereka, sejumlah samurai berkuda menggiring pasukan pelari yang tak biasa itu dan mengarahkan mereka menuju Kalingga.“Ada apa?” tanya Nara. “Apa yang kau lihat?”“Para penjelajah dari Selter Agung, mereka datang dengan para monsternya!” uj
Celurit Rion terus menebas dan memenggal leher-leher para monster berwujud manusia itu. Semakin dia mengayunkan celurit, ingatannya akan sosok mereka semakin menguat.“Jadi, di mana kau sembunyikan batu-batu Kalamantra itu, Penyihir Merah?” tanya keiko.Rion menyipitkan mata dan membatin. “Jadi benar itu dia! Saat pertama melihatnya, aku merasa tidak asing. Jadi, kita memang pernah bertemu sebelum ini!”“Siapa kira jika kau sebenarnya adalah Penyihir Merah yang banyak diburu oleh para pendekar negeri ini? Karena sebelumnya rambutmu berwarna hitam, aku jadi tidak mengenalimu,” gumam Keiko. “Seharusnya kutangkap kau sejak semula dan membawamu ke Selter Agung. Sayang, Aoi tidak pernah setuju dengan pendapatku!”Rion ingin bertanya lebih jauh tentang diri dan masa lalunya pada Keiko, tapi dia tidak melakukannya. Bertanya hal sepe
Belum sempat pentungan itu mengenai kepala Taka, tiba-tiba tangan monster botak itu terputus oleh sebuah tebasan pedang. Taka kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi begitu cepat. Seorang samurai tampan dengan rambut hitam panjang datang menebas lengan monster itu dengan pedang panjangnya.Wajah samurai itu dingin tanpa ekspresi sama sekali. Lengan kimono hitamnya hanya terpasang sebelah menutupi pundak dan lengan kiri. Lengan kanannya dia biarkan telanjang dengan menggenggam pedang panjang. Otot dada dan lengan samurai itu terpampang jelas dengan urat-urat bertonjolan saat menebaskan pedangnya.“Kamiya Aoi!” geram si monster yang kehilangan lengan kanan.Darah hitam pekat menetes-netes dari lengan kanannya yang putus. Darah itu menguarkan aroma busuk. Dia meraih pentungan dengan tangan kirinya yang tersisa. Meski sedikit susah payah, tapi monster botak itu dengan mudah berad
Sejumlah gadis muda dari klan Kalingga yang bertugas memanah di atap-atap gedung tinggi segera berlarian mendekati Aoi. Mereka mengerumuni samurai itu dengan tatapan mata berbinar penuh kekaguman.Aoi mundur ketakutan. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Aoi melirik ke arah Nara yang hanya mengendik dan meninggalkannya begitu saja.Aoi selalu lemah setiap kali menghadapi perempuan. Seketika, dia menjadi kikuk dan canggung. Mereka semua memperhatikan dan ingin menyentuh Aoi. Jarang sekali mereka bisa bertemu langsung dengan para samurai Selter Agung yang terkenal dengan ketampanannya.Saat mereka melihat para samurai yang datang bersama pria monster, mereka sedikit kecewa. Karena para samurai itu berwajah biasa saja meski kemampuan berpedangnya cukup sulit dikalahkan. Akan tetapi, melihat kemunculan Aoi yang berada di pihak mereka, para gadis itu kehilangan kendali diri.Salah sa
Kota pelabuhan Amber terlihat sepi. Pasar-pasar mereka kosong. Para pedagang dari kota lain tidak lagi singgah di sana, baik dari darat maupun dari lautnya. Kejayaan kota pelabuhan Amber sudah lama runtuh bersama habisnya bahan tambang akibat perebutan yang terjadi selama bertahun- tahun.Kota Amber adalah satu dari tiga kota yang berada di wilayah kekuasaan klan karang—Kota Poral, Kota Lamma, dan Kota Amber. Di antara ketiga kota tersebut, Amber menjadi satu-satunya kota terkaya dan termakmur di semenanjung timur karena memiliki kandungan tambang emas yang melimpah. Pasca perang saudara yang terjadi di seluruh negeri Jawa Dwipa, Kota Amber dipimpin oleh seorang pengusaha bertangan besi bernama Jalandra dari suku Poral yang ingin menyatukan ketiga kota di wilayah Karang.Di bawah kepemimpinan Jalandra, warga semakin menderita karena kemiskinan. Seluruh hasil tambang digunakan dan dikuasai secara pribadi oleh
Angin bergulung-gulung dan melilit tangan kanan Karuna hingga terjerat yang membuat kaparanya tak bisa terayun. Kapara itu hanya berjarak lima senti dari leher si nenek bungkuk. Perempuan tua itu segera melorot dan terduduk di tanah dengan kepala tertunduk. Tak ada yang tahu jika dia menyeringai dengan liciknya dan tangannya mengeluarkan kuku-kuku hitam tajam beracun.Gulungan angin itu serupa tali yang melilit tangan dan kapara Karuna. Ada seseorang yang mengendalikan angin itu dan menarik tangannya yang terlilit dengan sangat kuat. Dengan tangan kirinya yang telanjang, Karuna mencengkeram angin itu hingga melebur.Maitreya berdiri sambil menahan nyeri di dada. Satu tangannya terulur ke depan untuk mengendalikan angin agar menjerat Karuna selayaknya tali tambang tak kasatmata.“Apa yang kau lakukan, Panglima Angin?” desis Karuna.Mata putih Maitreya tertuju pa
Saat Raven menyadari kondisi Maitreya yang buruk, pria itu terlihat ragu-ragu. Padahal, dia sudah akan bersenang-senang untuk mengalahkan dan membawa Karuna ke depan kaki Raja Ragnart. Raven berdecak. “Kita selesaikan lain waktu!”Pria itu berlutut dan menggendong Maitreya dengan mudah. Raven memasang kuda-kuda dan bertumpu pada satu kaki lalu melompat tinggi ke langit. Meski dengan Maitreya di gendongan, dia bisa melompat sangat tinggi tanpa kesulitan seperti burung yang terbang. Dia mendarat pada salah satu atap bangunan dan melompat lagi.Karuna tercengang. “Jadi kau si Manusia Burung dari pasukan gagak hitam?” Karuna kembali goyah. Dia menahan beban tubuhnya menggunakan kapara agar tak roboh.Karuna tak mampu lagi berjalan. Dia butuh istirahat dan merebahkan diri begitu saja di permukaan tanah berhumus di tengah hutan.Suara-suara teriakan dan j
Raven mendarat di badan kapal. Entakan kekuatan kakinya membuat kapal dagang berukuran besar itu berguncang hebat bak diserang gelombang. Para bajak laut Tiongkok yang menjadi awaknya berjatuhan, pun dengan Jalandra. Karuna berdiri dengan kuda-kuda dan ditopang oleh kaparanya agar tak limbung.Raven menggila. Dia tebas semua bajak laut yang ditemuinya di atas kapal. Perseteruan tak dapat dihindari. Karuna turut melawan mereka dengan kaparanya. Sekali ayun, kapara itu bisa menebas hampir sepuluh orang sekaligus. Sudut mata Karuna dan Raven menangkap kepergian Jalandra. Mereka berdua berlari untuk mendapatkan Jalandra lebih dulu.Saat Karuna sudah hampir mendapatkan pria tambun itu, Raven mengadang dengan seringai di balik topeng gagaknya. Dia acungkan pedang panjang untuk menantang Karuna.“Dia milikku, Panglima Karang!”“Tidak! Jalandra adalah milikku, Pe
“Ayaah!” teriak Lilian. “Di mana kauu...?”Di tengah-tengah lautan pertempuan antara klan kultivasi dengan pasukan mayat hidup itu, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang tertatih mencari keberadaan putrinya.“Ayah!” teriak Lilian sekali lagi.Tuan Besar Zang mengikuti sumber suara sang putri. Dia berjalan mendekati arah Lilian berada meski di sekitarnya ada banyak sekali hujan anak panah, tebasan pedang, dan hunusan tombak. Dia berusaha mengindari mereka semua sebisa mungkin.“Ayah! Pergi dari sana!” Lilian panik seketika mendapati sang ayah mendekat dengan tubuh yang tak terlihat baik-baik saja.“Pandai sekali dia memainkan peran,” sengih Eknath begitu melihat Tuan Besar Zang muncul di sana meski sudah sangat terlambat.Sejumlah pasukan mayat hidup menyerang siapa saja yang masih menjadi manusia. Mereka semakin brutal. Tuan
Melihat kemunculan Lilian bersama pusaka mata naga membuat seluruh anggota klan kultivasi yang lain tertarik. Mereka tak lagi berpura-pura bergabung dalam pemberontakan untuk melawan klan Wan. Tujuan mereka sebenarnya adalah ingin merebut pusaka mata naga.“Aku... tak bisa bergerak.” Eknath terjatuh ke tanah.“Brengsek! Segel itu memakan energinya,” gumam Karuna yang berdiri di luar segel ciptaan Lilian.Traaang!Lilian mengayunkan lagi dawai kecapinya ke arah Eknath yang terjebak. Pria itu muntah darah akibat cambukan dawai iblis Lilian tepat ke pusat inti energinya.“Jangan sakiti dia!” teriak Karuna marah.Lilian berhenti memainkan kecapinya dan berdiri menatap mereka berdua. Dia ulurkan tangan ke depan dan menyerap seluruh energi yang terjerat di dalam segel. Warna merah segel memudar seiring dengan keluarnya energi gelap di dalam tubuh Eknath.
“Siapa pun tolong aku!”Para mayat hidup yang terdiri dari pasukan Wan berlarian memburu Tuan Muda Wan. Jumlah mereka semakin banyak. Tuan Muda Wan terus berlari tapi tak ada tempat perlindungan untuknya.“Akan aku bayar kalian dengan apa saja kalau bisa menyelamatkanku!” Pria itu sangat ketakutan sampai tak bisa lagi berlari.Napas Tuan Muda Wan terengah- engah. Ketakutannya tiba-tiba berbalik menjadi keberanian saat dia teringat pada sesuatu yang dia miliki. Pria itu merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kantung khusus penyimpan pusaka.Para mayat hidup itu seketika terhenti begitu kantung di tangan Tuan Muda Wan terbuka segelnya. Tuan Muda Wan mengeluarkan sesuatu yang bercahaya dengan warna hitam pekat di dalamnya. Masing-masing benda yang keluar dari kantung melayang di permukaan tangannya dan bersatu membentuk sebuah bongkahan bola yang kehilangan satu bagian.“Pusaka
Perempuan itu berlari ketakutan. Dia mencari pertolongan pada siapa saja yang masih hidup di sana. Tapi, rumah mewah itu sangat lengang dan gelap. Di sepanjang dia berlari hanya menemukan mayat para penjaga yang ditempatkan Tuan Muda Wan di sana.Di kejauhan terdengar suara kecapi mengalun rendah dan merdu. Perempuan itu berhenti dan menegang seketika. Dia raba tengkuknya yang meremang.“Suara apa ini?” Matanya melotot lebar dan berputar-putar di lorong antara taman dan rumah utama.Suara kecapi itu semakin keras dan mendekat. Dia menatap ke langit yang mendung dan bulan purnama yang tertutup awan.Traaang!Gema kecapi tiba-tiba meninggi dengan kasar. Perempuan itu panik. Seiring dengan alunan kecapi yang menggila, di sekitarnya para mayat pasukan Wan yang bergelimpangan mulai bergerak-gerak. Mayat-mayat itu seperti boneka marionate yang digerakkan oleh benang tak kasatmata.Perem
Saat pengintai itu akan berbalik pergi, sebuah tombak meluncur di depan kakinya. Dia terduduk dan mundur dengan wajah pucat. Dari belakang, seorang pria menghunuskan pedang dari punggung menembus dada sang mata-mata.“Hah, kau mau memata-matai kami?” seringai pria yang berdiri di depannya sambil mencabut tombak yang sebelumnya dia lemparkan.Mata-mata dari klan Wan itu muntah darah dan mati seketika.Mereka terlambat, rekan sang mata-mata sudah melemparkan mantra ke langit untuk memberi tahu pasukan yang lain keberadaan para pemberontak di sana. Pria bertombak menghunus jantung sang pengirim pesan.Seluruh anggota pasukan pemberontak menyadari mantra yang terbang itu akan datang membawa pasukan klan Wan untuk menyerang markas mereka. Seluruh anggota pasukan pemberontak bersiap untuk menghadapi serangan.Di markas pusat klan Wan, Tuan Muda Wan terlihat gelisah dan ketakutan. Selama tiga malam
Karuna dan Eknath mendatangi permukiman terdekat. Mereka mengikuti sumber cahaya yang terlihat masih menyala di perbatasan kota.“Sepertinya di sini baik-baik saja....”“Ya, tampaknya mereka hanya menyasar markas pengawas klan Wan.”Saat melintas di salah satu gang permukiman warga, mereka mendengar sebuah keluarga tengah berbincang-bincang.“Sesuatu tengah terjadi di markas pengawas utara juga. Mereka semua menyelamatkan diri ke sini. Begitu yang aku dengar.”“Tak hanya di sana. Aku baru kembali dari timur. Aku lihat di sana juga kacau. Aku segera kembali dan urung melakukan perjalanan. Kata orang-orang semua markas klan Wan dikutuk oleh iblis jahat!”“Aku dengar yang melakukan adalah iblis dari Gunung Iblis! Mereka memburu pemilik pusaka mata naga. Siapa lagi kalau bukan klan Wan yang punya?”“Entahlah. Jika kau me
“Aku menerimanya!” teriak Eknath setuju dengan penawaran sosok misterius dalam bayangan gelap itu. “Bebaskan aku sekarang! Aku setuju dengan kesepakatan yang kau berikan!”Sosok yang tersembunyi dalam gelap itu menyeringai.“Hei! Lepaskan aku!”“Berikan padaku sumpah jiwa dengan tombak acala ini sebagai jaminannya!” tuntut sang sosok misterius.“Keparat!” umpat Eknath.Dia tak punya pilihan lain. Eknath pun merapal mantra pelepasan jiwa atau merogoh sukma. Kini, separuh jiwanya berada dalam genggaman sosok misterius itu. Jiwa tombak acala adalah separuh kehidupan Eknath. Dia serahkan jiwa tombak itu sebagai jaminan dan akan kembali padanya jika Eknath sudah menyelesaikan kesepakatannya.Jerat-jerat sihir di tubuh Eknath memudar. Dia bisa bangkit dan memijit pergelangan tangannya yang sebelumnya terikat jerat.“ACALA!
Di sebuah taman pribadi yang mewah dan megah dengan banyak tanaman menghiasai, seorang perempuan dalam gaun sutra tipis berjalan dengan talam di tangan. Dia membawa seperangkat alat untuk jamuan teh.Di gazebo ada seorang remaja yang tengah membersihkan pedangnya. Perempuan pembawa baki teh itu mendekat. Dari arah yang berbeda, seorang pria berlari-lari dengan tergesa.“Tuan Muda... Tuan Muda....”Remaja yang duduk di gazebo itu menengok pada sang pria. “Kenapa panik sekali?”“Hosh... Hosh... Anu... Itu... Di depan ada perwakilan dari klan Wan!”Prang!Baki teh yang dibawa perempuan bergaun sutra terjatuh. Remaja yang duduk di gazebo semakin gusar.“Apa lagi sekarang, Kak?” tanyanya pada sang perempuan.“Ini pertanda buruk, Chyou! Apa kau lupa bagaimana klan Zang dibumihanguskan oleh mereka?”“L
“Ke mana kalian akan membawaku?” tutur Lilian lirih saat tubuhnya diseret oleh lima pria anak buah si perempuan bergaun ungu.Perempuan bergaun ungu itu terhenti. Dia tiba-tiba menyeringai karena mempunyai sebuah ide.“Bawa dia ke kawah iblis!”“Tapi, Nona... tempat itu....”“Ini perintah! Apa yang aku ucapkan juga mewakili perintah Tuan Muda Wan!”Kelima pria yang menyeret tubuh Lilian ragu-ragu.“Ka-kami tidak berani!”“Kalian akan mati di sini jika menolak! Bawa dia ke kawah iblis, sekarang!”Kelima pria itu mulai membawa Lilian menuju ke jalan kawah iblis tak jauh dari hutan bambu hitam. Mata Lilian yang bengkak tak bisa melihat dengan jelas. Tapi, hidungnya bisa mencium aroma daun bambu yang basah dan terbakar.Seluruh tanaman di Gunung Iblis didominasi warna hitam dan kelabu. Semuany