"Jawab mom dengan jujur, Thania!"
Thania terkejut dicecar begitu banyak pertanyaan oleh ibunya. Beberapa saat kemudian ekspresi wajahnya berubah tersenyum lalu tertawa terkekeh.
"Mom, seperti yang aku katakan. Apapun yang aku katakan, kau tidak akan percaya. Jadi semuanya akan percuma untuk dijelaskan."
"Pertama, apa hubunganku dengan Andrew. Hubungan teman atau bahkan mungkin lebih dari sekadar teman. Karena dia membawaku ke pertemuan keluarganya."
"Kedua, hubungan intim?" Thania tertawa terkekeh.
"Pertanyaan apa ini. Siapa yang membuatmu berpikiran aku akan melakukannya?"
"Dan pertanyaan terakhirmu. Apa aku masih mencintainya. Satu jawabanku, tidak. Aku tidak akan mentolerir perbuatannya." jawabnya kali ini dengan nada serius.
Mrs. Smith terkejut dengan jawaban terakhir putrinya tersebut.
"Wait... aku masih belum mengerti. Mentolerir dalam hal apa. Jelaskan Thania!"
"Untuk apa aku menjelaskan mom. Seandainya aku mengatakan dia bukan pria baik-baik, tetap saja yang ada tuduhan bahwa aku masih mencintainya, menginginkannya. Semuanya akan percuma."
"Thania. Relakan dia, nak. Biarkan dia bersama kakakmu."
Thania tertawa lagi, menutupi kesedihan hatinya. Bahkan ibunya tidak mempercayainya!
Harus bagaimana lagi dia menjelaskan bahwa tidak pernah ada rasa cinta pada Andrew, menjelaskan bahwa Andrew adalah penguntitnya juga tidak mungkin dipercaya.
"Dia hamil, Thania!"
Thania menatap wajah ibunya, tidak percaya.
...Pertemuan keluarga.Harrison Leigh bersama putranya melangkah memasuki kediaman Mr. Smith. Cuaca mendung di langit, menyambut kedatangannya. Semendung sambutan keluarga Smith. Harrison Smith merasa heran, bagaimana bisa, dia yang datang untuk melamar putri seseorang dari kalangan menengah ini, disambut dengan tatapan tidak menyenangkan seperti ini.Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah ada yang tidak disampaikan oleh putranya?
"Kedatangan saya bersama putra saya adalah untuk melamar putri anda, "
"Nichole, dad." bisik Andrew.
"Nichole. Tapi aku berharap ini sebagai pertunangan dulu. Karena masih banyak yang harus dipersiapkan. Andrew juga belum siap," kata Mr. Leigh yang kemudian kalimatnya dipotong oleh Mr. Smith.
"Bagaimana bisa belum siap, kalau dia sudah menghamili putriku!"
"Bukankah seharusnya anda kemari untuk menikahkan mereka sebelum anak itu membesar dan lahir lalu mempertanyakan siapa ayahnya yang tidak bertanggungjawab?!"
Harrison melihat anak tunggalnya. Andrew mengalihkan pandangan matanya.
'Andrew, jadi ini yang membuat ibumu jatuh sakit. Dasar anak tak tahu diri!" Mr. Leigh marah dan menampar pipi anaknya.
Setelah keheningan yang cukup lama, Harrison angkat bicara.
"Pernikahan akan dilangsungkan bulan depan. Atur dan persiapkanlah Andrew!"..."Putra Harrison Leigh, pengusaha kopi terbesar menghamili seorang wanita muda..."Demikian headline news surat kabar yang disusul anjloknya nilai saham perusahaan kopi keluarga Leigh.
Harrison Leigh, lelaki berusia 65 tahun itu duduk termenung di ruang kantornya. Sekertarisnya, Vannesa duduk di hadapannya dengan tenang menemaninya.
"Oh Harry, jangan terlalu gelisah dengan urusan Andrew. Biarkan dia mengurus semuanya. Bisakah kau sedikit meluangkan waktu untuk putri kecil kita.""Vanny, saham kita semakin menurun. Apa yang sebaiknya kita lakukan. Para pemegang saham banyak yang mundur, menjual saham mereka kembali."
'Tok tok tok'
Sean tangan kanan Harrison masuk dan memberikan seberkas laporan. Harrison memijit-mijit keningnya setelah membaca laporan itu. Tak berapa lama kemudian lelaki itu memegang dada sebelah kirinya dan ambruk.
Sean yang berada di sebelah kanan meja kerja Harrison dengan tangkas menahan tubuhnya hingga tidak sempat terhempas di lantai.
Lelaki tegap berusia 30 tahun itu segera membaringkan Harrison di sofa dan meregangkan ikatan dasi dan sabuknya.Sebaliknya Vannesa tetap tenang menatap kejadian itu. Dia mengangkat telepon untuk memanggil ambulan.
"Sean, waktunya kurang tepat. Dia belum menandatangani warisan untuk Jenny kita. Seharusnya kau menunggu sebentar lagi."
"Itu bisa kita urus berikutnya, Vanny. Dia bisa menandatanganinya di saat terakhir. Saat dia sudah muak dan kecewa akan kelakuan Andrew, anaknya. Tapi semua itu tergantung pada usahamu, sayangku." Sean tersenyum licik.
..."Harrison Leigh jatuh sakit" Headline news hari ini. Harrison yang masih terbaring di ruang VVIP Madison Hospital membanting koran yang ada ditangannya."Damn! Anak sialan."
"Sudahlah Harry, kau masih ada satu anak lagi. Biarkan Andrew melakukan apa yang dia mau. Mungkin Jenny kita bisa diandalkan untuk meneruskan usaha ini." Vannesa berusaha menenangkan.
"Dengan bertingkah sekehendak hatinya, dia menghancurkan usaha turun temurun ini. Aku tidak ingin usaha keluarga ini hancur di tangannya. Hanya karena tingkah lakunya."
"Sayang, bisakah kau mengundang Mr. Simons, pengacaraku kemari. Aku hendak mengubah wasiatku."
"Baiklah, sayang. Jangan terlalu banyak berpikir dahulu. Kau harus memperhatikan kesehatan jantungmu." kata Vannesa.
Vannesa tersenyum, dan melakukan panggilan telepon."Yaa, hallo. Bisakah kau mengaturkan pertemuan Harrison Leigh dengan pengacara Simons?"
"Ok. Dia menunggu di Madison Hospital."
" Thank you."
Lalu dia menutup panggilannya.
..." Pengacara Simons sudah datang," kata Sean setelah mengetuk pintu kamar. Dia mempersilahkan Mr. Simons masuk, dia kembali berjaga di depan pintu kamar."Apa kabar Mr. Leigh? Terakhir kita bertemu sebulan yang lalu. Kau terlihat sehat sekali."
" Ya, aku akan baik-baik saja, Simons seandainya putraku tidak melakukan hal-hal yang memalukan."
"Untuk itu aku memanggilmu. Aku ingin mengubah wasiatku. Supaya usaha warisan keluarga ini tidak hancur karena kecerobohan anakku."
"Baiklah Mr. Leigh." katanya sambil memberi tanda pada Vannesa untuk memberi privacy dengan keluar dari kamar.
...Vannesa menutup pintu kamar, melihat Sean yang sedang bertugas menjaga di depan pintu kamar VVIP itu. Mendekatinya, menatap manik mata kebiruannya lalu tersenyum. "Tugasku hampir selesai. Berusahalah menyelesaikan sesuai rencana kita, sayang. Anak kita berharap padamu." Vannesa berbisik di telinga Sean sebelum kemudian berlalu.Sean tersenyum penuh arti.Sementara Andrew dan Nichole mempersiapkan pernikahannya, rencana jahat menghampiri keluarganya...."Semua sudah dipersiapkan dengan matang mom. Aku dengan gaun pengantinku yang indah. Dengan belahan di bagian dada dan tali di punggung. Gaun yang sangat panjang, keluaran terbaru dari perancang ternama. Aku pasti terlihat sangat cantik. Hall yang menampung 1000 orang. Tak sabar rasanya, menjadi istri Andrew. Satu-satunya pewaris perkebunan kopi ayahnya."Mrs. Smith hanya menghela napas mendengar perkataan anaknya. Karakter yang tidak pernah berubah. Mulai sejak kecil, bahkan untuk berteman, dia sangat pemilih. Tidak akan bergaul dengan anak-anak bukan golongan kaya. Mrs. Smith hanya bisa menasihati, namun tak bisa melakukan apapun. Dia menyadari kondisi keuangan keluarganya saat itu memang sangat buruk. Dan sebagai cucu pertama keluarga Smith, grany terlalu memanjakannya dengan menuruti segala kemauannya.
"Mom, aku akan keluar sore ini, aku akan makan malam dengannya."
Lamunannya terhenti oleh suara Thania.
"Ok Thania. Jangan pulang terlalu malam ya. Mom tidak mau terjadi hal buruk padamu.""Ya mom. Percayakan padaku"
"Dan jangan lupa besok adalah hari pernikahan kakakmu. Bersiaplah menghadirinya."
"Tapi mom, acara itu bukan di hari libur. Aku tak bisa meninggalkan pekerjaanku. Sebentar lagi akhir bulan. Saat aku menyelesaikan semua laporan yang masuk dari kantor cabang. Aku tak bisa berjanji untuk datang, mom"
"Apapun itu, Thania. Usahakanlah untuk datang. Walaupun sebenarnya kau tak ingin datang. Entah itu karena ketidaksenanganmu atas hubungan mereka ataupun alasan yang lain. Bagaimanapun dia adalah kakak kandungmu. Saudara sedarah, Thania."
"Apapun itu, Thania. Usahakanlah untuk datang. Walaupun sebenarnya kau tak ingin datang. Entah itu karena ketidaksenanganmu atas hubungan mereka ataupun alasan yang lain. Bagaimanapun dia adalah kakak kandungmu. Saudara sedarah, Thania."Memang kata 'sedarah' inilah yang selalu membuat Thania menahan diri dan selalu mengalah."Ok mom. Akan kuusahakan."..."Thania, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau kau tak menyukai rasa makanan ini?""Bukan Alfred. Hanya ada yang sedang aku pikirkan.""Apa kau mau menceritakannya, sayang? Aku akan menjadi pendengarmu.""Hanya tentang saudara perempuanku. Dia besok akan menikah dengan Andrew,""Aku hanya tak mungkin bisa menghadiri pernikahannya. Ini bukanlah hari libur. Selain itu, ini adalah akhir bulan, dimana laporan keuangan dari semua kantor cabang menumpuk di mejaku. Mom ingin supaya aku tetap hadir apapun itu alasannya.""Ok. Tidak masalah. Aku akan menemanimu. K
Gadis kecil itu berlari menghampiri Mr. Leigh,"Daddy!"Gadis kecil dengan rambut ikal kecoklatan itu berlari kemudian mencium kening Harrison yang sedang terbaring di kamarnya.Leticia terkejut, buah apel tergelincir dari tangannya dan menggelinding di lantai.Vannesa memungutnya, tersenyum dan memberikannya kembali padanya."Apa-apaan ini! Siapa gadis kecil itu! Berani sekali," Leticia mencengkram lengan gadis itu dan menariknya. Tetapi kemudian Sean bertindak. Dia merebut Jenny dan menyembunyikannya di balik badannya yang tegap."Sean! Siapa dia!?""Letty, dia adalah anakku. Anakku dari Vannesa. Maafkan aku, Letty."Kaki Leticia terasa lemas, terduduk lunglai mendengar pengakuan suaminya. Hancur sudah kepercayaan yang selama ini dia berikan. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berdiri dan pergi meninggalkan suaminya."Mr. Leigh, sebenarnya Jenn
Tiba-tiba Sean menyadari, sosok tubuh mungil yang berdiri di ambang pintu, air matanya berlinang, "Mommy...!""Sayang, mengapa kau belum tidur?" Vannesa menghampiri dan memeluk tubuh gadis itu."Aku takut, mommy. Mimpi buruk terus datang menghampiriku.""Mommy buatkan susu hangat ya, supaya tidurmu bisa lelap dan mimpi buruk tidak akan bisa menyentuhmu." katanya menenangkan putrinya.Vannesa membuka kemasan susu dan menghangatkannya sebentar sebelum menyodorkan pada putrinya di meja makan."Jenny, segera habiskan ya, setelah itu pergilah tidur.""Ya mom."Vannesa membelai rambut Jenny dengan lembut. Dan Jenny dengan patuh menghabiskan segelas susu hangatnya dengan cepat. Vannesa menghantar Jenny ke kamarnya, mengantarnya tidur dan menyelimutinya.Vannesa hendak mematikan lampu kamar ketika Jenny bertanya,"Mom, bolehkah aku bertanya, sebenarnya siapa ayahku?"Vannesa berhenti. Dia duduk kem
Thania menoleh dan menutup sebisa mungkin bagian badannya yang terlanjur terbuka. Thania tidak ingin terlihat telanjang."Alfred!"Alfred tertawa terkekeh. "Sekarang sudah adil, karena aku juga melihat sebagian tubuhmu. Ini, aku letakkan di sini handuk untukmu."Thania mengambil botol sabun berukuran kecil dan melemparkannya ke arah Alfred yang langsung mengelak sambil tertawa terkekeh keluar...."Hmm... Harum steak kenapa masih menempel padamu?" goda Alfred ketika Thania keluar dalam lilitan handuk."Mana pakaianku tadi Alfred?""Itu, di dalam mesin cuci.""Apa!? Lalu aku pulang pakai apa dong.""Ya sudah. Pakai handuk itu juga tidak apa-apa." godanya sambil tertawa terkekeh."Alfredo Anderson! Aku tidak sedang bercanda."Alfredo terdiam, lalu melangkah ke arah Thania. Semakin dekat. Sehingga Thania dapat mencium aroma tubuh Alfredo. Jantung Thania berdetak semakin kencang. Perlahan bergerak mundur dengan
"Baiklah! Aku akan melepas dua puluh persen sahamku," kata Andrew dengan tegas.Ruang meeting mendadak menjadi sunyi. Para pemegang saham yang memang sengaja dikumpulkan untuk membahas kemunduran perusahaan ini sempat kacau, sebelum Andrew mengatakan hal yang mengejutkan tersebut."Aku akan melepas dan menjual dua puluh persen nilai saham yang kuperoleh, jika dalam tiga bulan tidak ada peningkatan signifikan dalam masa kepemimpinanku! Bagaimana menurut para pemegang saham semuanya. Aku dan team yang kubentuk, akan berjuang sekuat tenaga. Percayakan pada kami!" lanjutnya memohon dengan membungkuk memberi hormat."Baiklah. Kami selaku teman-teman seperjuangan Harrison juga tak ingin usaha keluarga teman kami secara turun temurun ini bangkrut di tangan anaknya sendiri. Kami akan memberimu waktu. Tapi tidak lebih dari dua bulan. Bekerja keraslah, Andrew. Buktikan bahwa kau Leigh sejati!"Demikian pertemuan itu berakhir.Andrew bertindak cepat. Dia
"Alysa, sepertinya aku mulai menyukaimu. Gadis cerdas, tegas sepertimu." kata Andrew menyeringai."Ikutlah denganku, kita harus merayakannya." kata Andrew, menarik pinggang gadis itu dalam pelukannya."Bukankah ini terlalu cepat, Tuan."Andrew tersenyum, " Tidak. Ini bahkan terlalu lambat untuk menyadari seorang dewi penyelamat ada di sampingku selama ini." katanya sambil mengecup bibir gadis itu."Tuan Andrew." kata gadis itu, terbawa hasratnya. Ketika tangan-tangan Andrew mulai nakal menjelajah bagian tubuhnya.Andrew menghentikannya ketika mendengar suara ketukan di pintu."Sean!" serunya ketika seorang pria masuk ke dalam ruangannya."Apa ada yang perlu dibicarakan?"Sean melihat kehadiran Alysa, dan membatalkan niatnya."Tidak. Aku hanya ingin menyapamu." katanya, "Apakah semuanya berjalan lancar?"Ya, semuanya lancar. Karena aku mempunyai seorang malaikat penyelamat." Andrew memandang Alysa dan t
Sepagi itu, Nichole sudah duduk di meja makan. Tangannya meremas-remas tisu yang telah lusuh. Matanya terlihat sembab. "Tumben sepagi ini kau sudah datang, kak." Thania membuka percakapan. "Ada yang ingin aku ceritakan pada mom." jawabnya singkat. Thania cuma melirik mata sembab kakaknya, tak berani berkata apapun. Disambarnya roti panggang yang sudah disiapkan ibunya. Dan berangkat. "Mom," " Semalam Andrew tak pulang. Aku mempunyai firasat buruk tentang ini." "Apalagi perusahaannya sedang kacau saat ini." kata Nichole dengan tangis yang kembali meledak. Mrs. Smith memeluk putri sulungnya, menepuk punggungnya lembut. "Dia adalah pria pilihanmu. Apapun itu bertahanlah, demi anak dalam perutmu." Tiba-tiba terdengar panggilan di ponselnya. "Nichole, kau ada di mana sayang?" "Aku bersama mom. Di rumahku." "Syukurlah. Aku kira terjadi sesuatu padamu." "Apa yang kau la
"Para pekerja telah siap dengan biji-biji kopi terbaik kita, Andrew. Mereka telah siap untuk mulai memproduksi bubuk kopi terbaik dari panen terbaik perkebunan kita." lapor Alysa menyambut kedatangan Andrew pagi itu."Bersiaplah, kita akan memastikan segalanya lancar sesuai keinginan sekarang." kata Andrew sambil berjalan menuju mejanya, mengambil sebuah berkas, dan berjalan kembali keluar. "Aku menunggumu di mobil.Alysa mengangguk, dan tak lama kemudian dia telah membawa tas dan sebuah map di tangannya berlari-lari kecil mengejar Andrew berusaha mengimbangi langkahnya.Terdengar suara hi heels menghantam lantai dengan cepat. Andrew tersenyum, berhenti untuk menunggu wanita itu."Lain kali tak perlu berlari seperti itu." kata Andrew."Maaf, aku hanya ingin kita berjalan bersama.""Baiklah."Tak lama kemudian mobil telah melaju di jalanan berbatu menuju pabrik. Di depan bangunan tinggi itu, para pekerja telah berbaris menyambut kedatang
"Baiklah Andrew, aku akan mendukung apapun yang kau lakukan, asalkan tidak melanggar hukum atau membahayakan dirimu. Ingat itu sekali lagi." kata Alysa membalikkan badannya dan menatap Andrew.Tatapan mata Andrew telah berubah kembali lembut seperti semula. Tatapan mata yang meluluh lantakkan hati Alysa."Baiklah, Andrew kau harus memeriksa pelanggan-pelanggan ayahmu, membuatnya menjadi sebuah daftar." kata Alysa."Benar. Kita harus segera membuat daftar kunjungan." kata Andrew yang bergegas kembali ke mejanya.Saat itulah tiba-tiba Sean mengetuk pintu ruangannya."Andrew, para pemegang saham berkumpul kembali di ruang meeting. Segeralah ke sana. Sebelum mereka bertambah panik dan marah." kata Sean, pandangan matanya melirik dengan tajam pada Alysa yang mejanya berada di sampingnya."Baiklah, keluarlah aku akan segera menyusul." jawabnya."Aku tahu, mereka pasti memprotes setelah tahu produk di pasaran sangatlah buruk.""Se
"Para pekerja telah siap dengan biji-biji kopi terbaik kita, Andrew. Mereka telah siap untuk mulai memproduksi bubuk kopi terbaik dari panen terbaik perkebunan kita." lapor Alysa menyambut kedatangan Andrew pagi itu."Bersiaplah, kita akan memastikan segalanya lancar sesuai keinginan sekarang." kata Andrew sambil berjalan menuju mejanya, mengambil sebuah berkas, dan berjalan kembali keluar. "Aku menunggumu di mobil.Alysa mengangguk, dan tak lama kemudian dia telah membawa tas dan sebuah map di tangannya berlari-lari kecil mengejar Andrew berusaha mengimbangi langkahnya.Terdengar suara hi heels menghantam lantai dengan cepat. Andrew tersenyum, berhenti untuk menunggu wanita itu."Lain kali tak perlu berlari seperti itu." kata Andrew."Maaf, aku hanya ingin kita berjalan bersama.""Baiklah."Tak lama kemudian mobil telah melaju di jalanan berbatu menuju pabrik. Di depan bangunan tinggi itu, para pekerja telah berbaris menyambut kedatang
Sepagi itu, Nichole sudah duduk di meja makan. Tangannya meremas-remas tisu yang telah lusuh. Matanya terlihat sembab. "Tumben sepagi ini kau sudah datang, kak." Thania membuka percakapan. "Ada yang ingin aku ceritakan pada mom." jawabnya singkat. Thania cuma melirik mata sembab kakaknya, tak berani berkata apapun. Disambarnya roti panggang yang sudah disiapkan ibunya. Dan berangkat. "Mom," " Semalam Andrew tak pulang. Aku mempunyai firasat buruk tentang ini." "Apalagi perusahaannya sedang kacau saat ini." kata Nichole dengan tangis yang kembali meledak. Mrs. Smith memeluk putri sulungnya, menepuk punggungnya lembut. "Dia adalah pria pilihanmu. Apapun itu bertahanlah, demi anak dalam perutmu." Tiba-tiba terdengar panggilan di ponselnya. "Nichole, kau ada di mana sayang?" "Aku bersama mom. Di rumahku." "Syukurlah. Aku kira terjadi sesuatu padamu." "Apa yang kau la
"Alysa, sepertinya aku mulai menyukaimu. Gadis cerdas, tegas sepertimu." kata Andrew menyeringai."Ikutlah denganku, kita harus merayakannya." kata Andrew, menarik pinggang gadis itu dalam pelukannya."Bukankah ini terlalu cepat, Tuan."Andrew tersenyum, " Tidak. Ini bahkan terlalu lambat untuk menyadari seorang dewi penyelamat ada di sampingku selama ini." katanya sambil mengecup bibir gadis itu."Tuan Andrew." kata gadis itu, terbawa hasratnya. Ketika tangan-tangan Andrew mulai nakal menjelajah bagian tubuhnya.Andrew menghentikannya ketika mendengar suara ketukan di pintu."Sean!" serunya ketika seorang pria masuk ke dalam ruangannya."Apa ada yang perlu dibicarakan?"Sean melihat kehadiran Alysa, dan membatalkan niatnya."Tidak. Aku hanya ingin menyapamu." katanya, "Apakah semuanya berjalan lancar?"Ya, semuanya lancar. Karena aku mempunyai seorang malaikat penyelamat." Andrew memandang Alysa dan t
"Baiklah! Aku akan melepas dua puluh persen sahamku," kata Andrew dengan tegas.Ruang meeting mendadak menjadi sunyi. Para pemegang saham yang memang sengaja dikumpulkan untuk membahas kemunduran perusahaan ini sempat kacau, sebelum Andrew mengatakan hal yang mengejutkan tersebut."Aku akan melepas dan menjual dua puluh persen nilai saham yang kuperoleh, jika dalam tiga bulan tidak ada peningkatan signifikan dalam masa kepemimpinanku! Bagaimana menurut para pemegang saham semuanya. Aku dan team yang kubentuk, akan berjuang sekuat tenaga. Percayakan pada kami!" lanjutnya memohon dengan membungkuk memberi hormat."Baiklah. Kami selaku teman-teman seperjuangan Harrison juga tak ingin usaha keluarga teman kami secara turun temurun ini bangkrut di tangan anaknya sendiri. Kami akan memberimu waktu. Tapi tidak lebih dari dua bulan. Bekerja keraslah, Andrew. Buktikan bahwa kau Leigh sejati!"Demikian pertemuan itu berakhir.Andrew bertindak cepat. Dia
Thania menoleh dan menutup sebisa mungkin bagian badannya yang terlanjur terbuka. Thania tidak ingin terlihat telanjang."Alfred!"Alfred tertawa terkekeh. "Sekarang sudah adil, karena aku juga melihat sebagian tubuhmu. Ini, aku letakkan di sini handuk untukmu."Thania mengambil botol sabun berukuran kecil dan melemparkannya ke arah Alfred yang langsung mengelak sambil tertawa terkekeh keluar...."Hmm... Harum steak kenapa masih menempel padamu?" goda Alfred ketika Thania keluar dalam lilitan handuk."Mana pakaianku tadi Alfred?""Itu, di dalam mesin cuci.""Apa!? Lalu aku pulang pakai apa dong.""Ya sudah. Pakai handuk itu juga tidak apa-apa." godanya sambil tertawa terkekeh."Alfredo Anderson! Aku tidak sedang bercanda."Alfredo terdiam, lalu melangkah ke arah Thania. Semakin dekat. Sehingga Thania dapat mencium aroma tubuh Alfredo. Jantung Thania berdetak semakin kencang. Perlahan bergerak mundur dengan
Tiba-tiba Sean menyadari, sosok tubuh mungil yang berdiri di ambang pintu, air matanya berlinang, "Mommy...!""Sayang, mengapa kau belum tidur?" Vannesa menghampiri dan memeluk tubuh gadis itu."Aku takut, mommy. Mimpi buruk terus datang menghampiriku.""Mommy buatkan susu hangat ya, supaya tidurmu bisa lelap dan mimpi buruk tidak akan bisa menyentuhmu." katanya menenangkan putrinya.Vannesa membuka kemasan susu dan menghangatkannya sebentar sebelum menyodorkan pada putrinya di meja makan."Jenny, segera habiskan ya, setelah itu pergilah tidur.""Ya mom."Vannesa membelai rambut Jenny dengan lembut. Dan Jenny dengan patuh menghabiskan segelas susu hangatnya dengan cepat. Vannesa menghantar Jenny ke kamarnya, mengantarnya tidur dan menyelimutinya.Vannesa hendak mematikan lampu kamar ketika Jenny bertanya,"Mom, bolehkah aku bertanya, sebenarnya siapa ayahku?"Vannesa berhenti. Dia duduk kem
Gadis kecil itu berlari menghampiri Mr. Leigh,"Daddy!"Gadis kecil dengan rambut ikal kecoklatan itu berlari kemudian mencium kening Harrison yang sedang terbaring di kamarnya.Leticia terkejut, buah apel tergelincir dari tangannya dan menggelinding di lantai.Vannesa memungutnya, tersenyum dan memberikannya kembali padanya."Apa-apaan ini! Siapa gadis kecil itu! Berani sekali," Leticia mencengkram lengan gadis itu dan menariknya. Tetapi kemudian Sean bertindak. Dia merebut Jenny dan menyembunyikannya di balik badannya yang tegap."Sean! Siapa dia!?""Letty, dia adalah anakku. Anakku dari Vannesa. Maafkan aku, Letty."Kaki Leticia terasa lemas, terduduk lunglai mendengar pengakuan suaminya. Hancur sudah kepercayaan yang selama ini dia berikan. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berdiri dan pergi meninggalkan suaminya."Mr. Leigh, sebenarnya Jenn
"Apapun itu, Thania. Usahakanlah untuk datang. Walaupun sebenarnya kau tak ingin datang. Entah itu karena ketidaksenanganmu atas hubungan mereka ataupun alasan yang lain. Bagaimanapun dia adalah kakak kandungmu. Saudara sedarah, Thania."Memang kata 'sedarah' inilah yang selalu membuat Thania menahan diri dan selalu mengalah."Ok mom. Akan kuusahakan."..."Thania, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau kau tak menyukai rasa makanan ini?""Bukan Alfred. Hanya ada yang sedang aku pikirkan.""Apa kau mau menceritakannya, sayang? Aku akan menjadi pendengarmu.""Hanya tentang saudara perempuanku. Dia besok akan menikah dengan Andrew,""Aku hanya tak mungkin bisa menghadiri pernikahannya. Ini bukanlah hari libur. Selain itu, ini adalah akhir bulan, dimana laporan keuangan dari semua kantor cabang menumpuk di mejaku. Mom ingin supaya aku tetap hadir apapun itu alasannya.""Ok. Tidak masalah. Aku akan menemanimu. K