"Apapun itu, Thania. Usahakanlah untuk datang. Walaupun sebenarnya kau tak ingin datang. Entah itu karena ketidaksenanganmu atas hubungan mereka ataupun alasan yang lain. Bagaimanapun dia adalah kakak kandungmu. Saudara sedarah, Thania."
Memang kata 'sedarah' inilah yang selalu membuat Thania menahan diri dan selalu mengalah.
"Ok mom. Akan kuusahakan."..."Thania, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau kau tak menyukai rasa makanan ini?""Bukan Alfred. Hanya ada yang sedang aku pikirkan."
"Apa kau mau menceritakannya, sayang? Aku akan menjadi pendengarmu."
"Hanya tentang saudara perempuanku. Dia besok akan menikah dengan Andrew,"
"Aku hanya tak mungkin bisa menghadiri pernikahannya. Ini bukanlah hari libur. Selain itu, ini adalah akhir bulan, dimana laporan keuangan dari semua kantor cabang menumpuk di mejaku. Mom ingin supaya aku tetap hadir apapun itu alasannya."
"Ok. Tidak masalah. Aku akan menemanimu. Kita bolos bersama." kata Alfred sambil tersenyum miring.
Selesai makan malam, Alfred mengajak Thania mencari gaun. Dia menarik tangan Thania masuk ke dalam sebuah butik berdinding pink pucat. Ketika pintu dibuka, kedatangan mereka di sambut seorang gadis cantik berambut ikal panjang keemasan.
"Alfred. Suatu kejutan kau datang kemari."
"Natalie. Maaf karena aku tak pernah sempat berkunjung."
Natalie tertawa kecil, "Ah, jangan segan begitu, Alfred. Kejadian itu sudah berlalu lama sekali. Tidak seharusnya kau menghindariku hanya karena hal itu, bukan." katanya lalu melirik ke arah Thania dimana tangannya masih di genggam oleh Alfredo.
"Apa ada yang bisa aku bantu?" katanya kemudian.
"Natalie, dia Nathania Smith." kata Alfred.
"Panggil aku Thania," sambung Thania sambil tersenyum memperkenalkan diri.
"Hai Thania. Namaku Natalie Adams."
"Sekarang apa yang bisa aku bantu untuk kalian?"
"Dia akan menghadiri pernikahan saudarinya. Aku menginginkan gaun terbaikmu untuk dia pakai. Aku ingin dia terlihat paling cantik di acara itu." kata Alfredo tegas.
"Aku ada beberapa gaun dari designer terkemuka. Sebentar aku ambil kan. Cobalah beberapa Thania." kata Natalie ramah.
Sebentar kemudian, Thania keluar dengan gaun hitam panjang dengan belahan dada dan punggung rendah, dan ada jahit panjang di bagian bawah sehingga kaki panjang Thania terlihat. Gaun yang begitu sexy.
Alfredo mengangkat alis. Mengacungkan jempolnya. Thania masuk kembali untuk mencoba gaun kedua.
Gaun merah marron membungkus ketat badan kurus Thania, terlihat belahan dada dan punggungnya berhias cantik dengan payet-payet berkilau di bagian pinggangnya.
Alfredo memberi kode OK dengan tangan kanannya. Sambil tersenyum.Dan gaun ketiga adalah gaun berwarna pink lembut dengan aksen tali di bahunya. Di bagian dadanya tertata payet-payet berkilau yang indah.
"Yaa, hanya itu gaun terbaikku. Terserah kalian yang menentukan." kata Natalie tersenyum pada mereka.
"Kita ambil gaun kedua. Gaun marron, Natalie." Alfredo memutuskan warna itu terlihat paling cocok untuk kulit Thania. Terlihat lebih cerah dan berani. Sebaliknya Thania melotot pada Alfredo.
Setelah Natalie masuk untuk mempersiapkan gaun itu, Thania baru bersuara.
"Apa kau tidak salah, gaun itu yang termahal. Dan itu hanya dipakai sekali, tidak sering-sering dipakai. Ini namanya pemborosan Alfred."
Alfredo ketawa terkekeh.
"Yayaya, tinggalkan sejenak divisi finance, sayang. Kita tidak sedang memakai uang kantor. "
"Karena ini bukan uang kantor, bukan jawaban yang tepat Alfredo. Kau juga harus menabung untuk hidupmu."
"Ya, Thania. Aku memang sedang menabung. Saat ini aku sedang menabung untuk masa depan kita. Dan sekarang aku menabung untuk kebahagiaanmu."
"Lagipula tidak setiap waktu aku membelikanmu gaun."
"Alfredo, aku bukan terlahir dari keluarga kaya. Karena itu aku tahu semua harus di dapat dengan bekerja keras."
Alfredo memeluk Thania, "Mulai saat ini bekerjalah tidak terlalu keras, Thania. Aku tak ingin melihatmu terlalu keras berusaha."
...Setelah keluar dari toko Natalie, Alfredo mengajak Thania menikmati pemandangan kota dari atas bukit. Memang terlihat sangat cantik di malam hari. Dengan lampu-lampu berkedip seakan berserakan di bawah, dan bintang yang berkedip di langit.Thania teringat Natalie, ada beberapa pertanyaan yang dia simpan untuk Alfredo.
"Sayang, siapa sebenarnya Natalie? Dan mengapa dia mengatakan kau lama tidak mengunjunginya? Dan peristiwa apa sebenarnya yang sudah terjadi?"
"Natalie! Dimasa lalu dia adalah sahabatku. Aku, Carl dan Natalie. Carl mencintai Natalie, tapi Natalie menyatakan cinta padaku. Itulah alasannya mengapa aku lama tak berkunjung. Carl menyadari cintanya bertepuk sebelah tangan, sehingga dia lari ke Indonesia. Tepatnya di Bali. Di sana akhirnya hatinya berlabuh pada Siane. Dia menikah dan kita berdua, aku dan Natalie belum juga menikah." ceritanya sambil tertawa.
"Jadi, bagaimana perasaanmu pada Natalie?"
"Natalie bagiku hanya seorang sahabat yang di dekati oleh saudara angkatku. Jadi seharusnya aku membantu bukan malah menjadi hambatan bagi mereka. Tapi itu semua memang tidak bisa dipaksakan."
"Karena harus ada rasa klik di hati kedua pasangan. Seperti kita, Thania."
Thania mencubit pinggang Alfred, "Itu tidak menjawab pertanyaanku, Alfred. Apa kamu mencintainya?"
"Aduh sakit, sayangku. Kau ingin aku menjawab?"
"Ya tentu saja aku butuh jawaban."
Alfred terkekeh, "Aku juga punya pertanyaan dan jawaban yang sama denganmu. Apakah kau mencintai Andrew?"
Thania cemberut tentu saja dia tidak mencintainya. Tapi benarkah jawabannya sama dengan jawaban Alfredo?
Alfred kembali terkekeh."Thania, sepertinya kau cemburu," kata Alfred.
Thania mencubit lagi pinggang Alfredo.
"Apakah kau masih butuh jawaban?" tanyanya kemudian."Dan apakah jawabanmu?"
Alfredo menatap manik mata Thania yang berkilau terkena cahaya lampu malam. Memegang dagu Thania dengan lembut. Dan mencium bibirnya dengan lembut...."Acara besok pukul 10 pagi, Alfred. Tidak terlalu pagi," kata Thania dalam perjalanan pulang mereka."Ya, tapi aku akan menjemputmu pukul 8. Bersiaplah!""Pukul 8? Bukankah itu terlalu pagi?""Tidakkah kau perlu berhias, Thania?""Tidak cukupkah aku berhias seperti biasanya?""Kamu memang cantik, Thania. Tapi jika kau hanya sekedar berhias seperti kau berangkat ke bekerja? No! Sebaiknya tidak. Percayalah padaku."...Pagi itu sangat sibuk.Ketika Sean memberitakan kepada Harrison bahwa pernikahan Andrew, putranya akan dilaksanakan hari ini.
"Pernikahan mereka akan dilangsungkan hari ini, Mr. Harrison. Tepatnya pukul 10. Di gereja St. Paul"
Mrs. Harrison menggumam tak jelas.
"Leticia, bahkan kau tidak bersiap-siap menghadirinya? Kenapa kau masih di sini?""Bahkan kau masih terbaring di sini, dengan penyakit jantungmu, sayang. Bagaimana mungkin aku pergi ke pernikahan itu." jawab Mrs. Leigh, tangannya tetap bergerak lincah mengupas apel untuk suaminya.
"Tidak apa jika kau ingin menghadirinya. Di sini banyak perawat yang akan menjagaku. Demikian pula Sean. Dia selalu ada di sampingku. Jangan cemas, Lety sayang."
Tiba-tiba Vannesa dan seorang gadis berumur 12 tahun menerobos masuk ke dalam kamar VVIP itu. Gadis kecil itu berlari menghampiri Mr. Leigh, "Daddy!"Gadis kecil itu berlari menghampiri Mr. Leigh,"Daddy!"Gadis kecil dengan rambut ikal kecoklatan itu berlari kemudian mencium kening Harrison yang sedang terbaring di kamarnya.Leticia terkejut, buah apel tergelincir dari tangannya dan menggelinding di lantai.Vannesa memungutnya, tersenyum dan memberikannya kembali padanya."Apa-apaan ini! Siapa gadis kecil itu! Berani sekali," Leticia mencengkram lengan gadis itu dan menariknya. Tetapi kemudian Sean bertindak. Dia merebut Jenny dan menyembunyikannya di balik badannya yang tegap."Sean! Siapa dia!?""Letty, dia adalah anakku. Anakku dari Vannesa. Maafkan aku, Letty."Kaki Leticia terasa lemas, terduduk lunglai mendengar pengakuan suaminya. Hancur sudah kepercayaan yang selama ini dia berikan. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berdiri dan pergi meninggalkan suaminya."Mr. Leigh, sebenarnya Jenn
Tiba-tiba Sean menyadari, sosok tubuh mungil yang berdiri di ambang pintu, air matanya berlinang, "Mommy...!""Sayang, mengapa kau belum tidur?" Vannesa menghampiri dan memeluk tubuh gadis itu."Aku takut, mommy. Mimpi buruk terus datang menghampiriku.""Mommy buatkan susu hangat ya, supaya tidurmu bisa lelap dan mimpi buruk tidak akan bisa menyentuhmu." katanya menenangkan putrinya.Vannesa membuka kemasan susu dan menghangatkannya sebentar sebelum menyodorkan pada putrinya di meja makan."Jenny, segera habiskan ya, setelah itu pergilah tidur.""Ya mom."Vannesa membelai rambut Jenny dengan lembut. Dan Jenny dengan patuh menghabiskan segelas susu hangatnya dengan cepat. Vannesa menghantar Jenny ke kamarnya, mengantarnya tidur dan menyelimutinya.Vannesa hendak mematikan lampu kamar ketika Jenny bertanya,"Mom, bolehkah aku bertanya, sebenarnya siapa ayahku?"Vannesa berhenti. Dia duduk kem
Thania menoleh dan menutup sebisa mungkin bagian badannya yang terlanjur terbuka. Thania tidak ingin terlihat telanjang."Alfred!"Alfred tertawa terkekeh. "Sekarang sudah adil, karena aku juga melihat sebagian tubuhmu. Ini, aku letakkan di sini handuk untukmu."Thania mengambil botol sabun berukuran kecil dan melemparkannya ke arah Alfred yang langsung mengelak sambil tertawa terkekeh keluar...."Hmm... Harum steak kenapa masih menempel padamu?" goda Alfred ketika Thania keluar dalam lilitan handuk."Mana pakaianku tadi Alfred?""Itu, di dalam mesin cuci.""Apa!? Lalu aku pulang pakai apa dong.""Ya sudah. Pakai handuk itu juga tidak apa-apa." godanya sambil tertawa terkekeh."Alfredo Anderson! Aku tidak sedang bercanda."Alfredo terdiam, lalu melangkah ke arah Thania. Semakin dekat. Sehingga Thania dapat mencium aroma tubuh Alfredo. Jantung Thania berdetak semakin kencang. Perlahan bergerak mundur dengan
"Baiklah! Aku akan melepas dua puluh persen sahamku," kata Andrew dengan tegas.Ruang meeting mendadak menjadi sunyi. Para pemegang saham yang memang sengaja dikumpulkan untuk membahas kemunduran perusahaan ini sempat kacau, sebelum Andrew mengatakan hal yang mengejutkan tersebut."Aku akan melepas dan menjual dua puluh persen nilai saham yang kuperoleh, jika dalam tiga bulan tidak ada peningkatan signifikan dalam masa kepemimpinanku! Bagaimana menurut para pemegang saham semuanya. Aku dan team yang kubentuk, akan berjuang sekuat tenaga. Percayakan pada kami!" lanjutnya memohon dengan membungkuk memberi hormat."Baiklah. Kami selaku teman-teman seperjuangan Harrison juga tak ingin usaha keluarga teman kami secara turun temurun ini bangkrut di tangan anaknya sendiri. Kami akan memberimu waktu. Tapi tidak lebih dari dua bulan. Bekerja keraslah, Andrew. Buktikan bahwa kau Leigh sejati!"Demikian pertemuan itu berakhir.Andrew bertindak cepat. Dia
"Alysa, sepertinya aku mulai menyukaimu. Gadis cerdas, tegas sepertimu." kata Andrew menyeringai."Ikutlah denganku, kita harus merayakannya." kata Andrew, menarik pinggang gadis itu dalam pelukannya."Bukankah ini terlalu cepat, Tuan."Andrew tersenyum, " Tidak. Ini bahkan terlalu lambat untuk menyadari seorang dewi penyelamat ada di sampingku selama ini." katanya sambil mengecup bibir gadis itu."Tuan Andrew." kata gadis itu, terbawa hasratnya. Ketika tangan-tangan Andrew mulai nakal menjelajah bagian tubuhnya.Andrew menghentikannya ketika mendengar suara ketukan di pintu."Sean!" serunya ketika seorang pria masuk ke dalam ruangannya."Apa ada yang perlu dibicarakan?"Sean melihat kehadiran Alysa, dan membatalkan niatnya."Tidak. Aku hanya ingin menyapamu." katanya, "Apakah semuanya berjalan lancar?"Ya, semuanya lancar. Karena aku mempunyai seorang malaikat penyelamat." Andrew memandang Alysa dan t
Sepagi itu, Nichole sudah duduk di meja makan. Tangannya meremas-remas tisu yang telah lusuh. Matanya terlihat sembab. "Tumben sepagi ini kau sudah datang, kak." Thania membuka percakapan. "Ada yang ingin aku ceritakan pada mom." jawabnya singkat. Thania cuma melirik mata sembab kakaknya, tak berani berkata apapun. Disambarnya roti panggang yang sudah disiapkan ibunya. Dan berangkat. "Mom," " Semalam Andrew tak pulang. Aku mempunyai firasat buruk tentang ini." "Apalagi perusahaannya sedang kacau saat ini." kata Nichole dengan tangis yang kembali meledak. Mrs. Smith memeluk putri sulungnya, menepuk punggungnya lembut. "Dia adalah pria pilihanmu. Apapun itu bertahanlah, demi anak dalam perutmu." Tiba-tiba terdengar panggilan di ponselnya. "Nichole, kau ada di mana sayang?" "Aku bersama mom. Di rumahku." "Syukurlah. Aku kira terjadi sesuatu padamu." "Apa yang kau la
"Para pekerja telah siap dengan biji-biji kopi terbaik kita, Andrew. Mereka telah siap untuk mulai memproduksi bubuk kopi terbaik dari panen terbaik perkebunan kita." lapor Alysa menyambut kedatangan Andrew pagi itu."Bersiaplah, kita akan memastikan segalanya lancar sesuai keinginan sekarang." kata Andrew sambil berjalan menuju mejanya, mengambil sebuah berkas, dan berjalan kembali keluar. "Aku menunggumu di mobil.Alysa mengangguk, dan tak lama kemudian dia telah membawa tas dan sebuah map di tangannya berlari-lari kecil mengejar Andrew berusaha mengimbangi langkahnya.Terdengar suara hi heels menghantam lantai dengan cepat. Andrew tersenyum, berhenti untuk menunggu wanita itu."Lain kali tak perlu berlari seperti itu." kata Andrew."Maaf, aku hanya ingin kita berjalan bersama.""Baiklah."Tak lama kemudian mobil telah melaju di jalanan berbatu menuju pabrik. Di depan bangunan tinggi itu, para pekerja telah berbaris menyambut kedatang
"Baiklah Andrew, aku akan mendukung apapun yang kau lakukan, asalkan tidak melanggar hukum atau membahayakan dirimu. Ingat itu sekali lagi." kata Alysa membalikkan badannya dan menatap Andrew.Tatapan mata Andrew telah berubah kembali lembut seperti semula. Tatapan mata yang meluluh lantakkan hati Alysa."Baiklah, Andrew kau harus memeriksa pelanggan-pelanggan ayahmu, membuatnya menjadi sebuah daftar." kata Alysa."Benar. Kita harus segera membuat daftar kunjungan." kata Andrew yang bergegas kembali ke mejanya.Saat itulah tiba-tiba Sean mengetuk pintu ruangannya."Andrew, para pemegang saham berkumpul kembali di ruang meeting. Segeralah ke sana. Sebelum mereka bertambah panik dan marah." kata Sean, pandangan matanya melirik dengan tajam pada Alysa yang mejanya berada di sampingnya."Baiklah, keluarlah aku akan segera menyusul." jawabnya."Aku tahu, mereka pasti memprotes setelah tahu produk di pasaran sangatlah buruk.""Se
"Baiklah Andrew, aku akan mendukung apapun yang kau lakukan, asalkan tidak melanggar hukum atau membahayakan dirimu. Ingat itu sekali lagi." kata Alysa membalikkan badannya dan menatap Andrew.Tatapan mata Andrew telah berubah kembali lembut seperti semula. Tatapan mata yang meluluh lantakkan hati Alysa."Baiklah, Andrew kau harus memeriksa pelanggan-pelanggan ayahmu, membuatnya menjadi sebuah daftar." kata Alysa."Benar. Kita harus segera membuat daftar kunjungan." kata Andrew yang bergegas kembali ke mejanya.Saat itulah tiba-tiba Sean mengetuk pintu ruangannya."Andrew, para pemegang saham berkumpul kembali di ruang meeting. Segeralah ke sana. Sebelum mereka bertambah panik dan marah." kata Sean, pandangan matanya melirik dengan tajam pada Alysa yang mejanya berada di sampingnya."Baiklah, keluarlah aku akan segera menyusul." jawabnya."Aku tahu, mereka pasti memprotes setelah tahu produk di pasaran sangatlah buruk.""Se
"Para pekerja telah siap dengan biji-biji kopi terbaik kita, Andrew. Mereka telah siap untuk mulai memproduksi bubuk kopi terbaik dari panen terbaik perkebunan kita." lapor Alysa menyambut kedatangan Andrew pagi itu."Bersiaplah, kita akan memastikan segalanya lancar sesuai keinginan sekarang." kata Andrew sambil berjalan menuju mejanya, mengambil sebuah berkas, dan berjalan kembali keluar. "Aku menunggumu di mobil.Alysa mengangguk, dan tak lama kemudian dia telah membawa tas dan sebuah map di tangannya berlari-lari kecil mengejar Andrew berusaha mengimbangi langkahnya.Terdengar suara hi heels menghantam lantai dengan cepat. Andrew tersenyum, berhenti untuk menunggu wanita itu."Lain kali tak perlu berlari seperti itu." kata Andrew."Maaf, aku hanya ingin kita berjalan bersama.""Baiklah."Tak lama kemudian mobil telah melaju di jalanan berbatu menuju pabrik. Di depan bangunan tinggi itu, para pekerja telah berbaris menyambut kedatang
Sepagi itu, Nichole sudah duduk di meja makan. Tangannya meremas-remas tisu yang telah lusuh. Matanya terlihat sembab. "Tumben sepagi ini kau sudah datang, kak." Thania membuka percakapan. "Ada yang ingin aku ceritakan pada mom." jawabnya singkat. Thania cuma melirik mata sembab kakaknya, tak berani berkata apapun. Disambarnya roti panggang yang sudah disiapkan ibunya. Dan berangkat. "Mom," " Semalam Andrew tak pulang. Aku mempunyai firasat buruk tentang ini." "Apalagi perusahaannya sedang kacau saat ini." kata Nichole dengan tangis yang kembali meledak. Mrs. Smith memeluk putri sulungnya, menepuk punggungnya lembut. "Dia adalah pria pilihanmu. Apapun itu bertahanlah, demi anak dalam perutmu." Tiba-tiba terdengar panggilan di ponselnya. "Nichole, kau ada di mana sayang?" "Aku bersama mom. Di rumahku." "Syukurlah. Aku kira terjadi sesuatu padamu." "Apa yang kau la
"Alysa, sepertinya aku mulai menyukaimu. Gadis cerdas, tegas sepertimu." kata Andrew menyeringai."Ikutlah denganku, kita harus merayakannya." kata Andrew, menarik pinggang gadis itu dalam pelukannya."Bukankah ini terlalu cepat, Tuan."Andrew tersenyum, " Tidak. Ini bahkan terlalu lambat untuk menyadari seorang dewi penyelamat ada di sampingku selama ini." katanya sambil mengecup bibir gadis itu."Tuan Andrew." kata gadis itu, terbawa hasratnya. Ketika tangan-tangan Andrew mulai nakal menjelajah bagian tubuhnya.Andrew menghentikannya ketika mendengar suara ketukan di pintu."Sean!" serunya ketika seorang pria masuk ke dalam ruangannya."Apa ada yang perlu dibicarakan?"Sean melihat kehadiran Alysa, dan membatalkan niatnya."Tidak. Aku hanya ingin menyapamu." katanya, "Apakah semuanya berjalan lancar?"Ya, semuanya lancar. Karena aku mempunyai seorang malaikat penyelamat." Andrew memandang Alysa dan t
"Baiklah! Aku akan melepas dua puluh persen sahamku," kata Andrew dengan tegas.Ruang meeting mendadak menjadi sunyi. Para pemegang saham yang memang sengaja dikumpulkan untuk membahas kemunduran perusahaan ini sempat kacau, sebelum Andrew mengatakan hal yang mengejutkan tersebut."Aku akan melepas dan menjual dua puluh persen nilai saham yang kuperoleh, jika dalam tiga bulan tidak ada peningkatan signifikan dalam masa kepemimpinanku! Bagaimana menurut para pemegang saham semuanya. Aku dan team yang kubentuk, akan berjuang sekuat tenaga. Percayakan pada kami!" lanjutnya memohon dengan membungkuk memberi hormat."Baiklah. Kami selaku teman-teman seperjuangan Harrison juga tak ingin usaha keluarga teman kami secara turun temurun ini bangkrut di tangan anaknya sendiri. Kami akan memberimu waktu. Tapi tidak lebih dari dua bulan. Bekerja keraslah, Andrew. Buktikan bahwa kau Leigh sejati!"Demikian pertemuan itu berakhir.Andrew bertindak cepat. Dia
Thania menoleh dan menutup sebisa mungkin bagian badannya yang terlanjur terbuka. Thania tidak ingin terlihat telanjang."Alfred!"Alfred tertawa terkekeh. "Sekarang sudah adil, karena aku juga melihat sebagian tubuhmu. Ini, aku letakkan di sini handuk untukmu."Thania mengambil botol sabun berukuran kecil dan melemparkannya ke arah Alfred yang langsung mengelak sambil tertawa terkekeh keluar...."Hmm... Harum steak kenapa masih menempel padamu?" goda Alfred ketika Thania keluar dalam lilitan handuk."Mana pakaianku tadi Alfred?""Itu, di dalam mesin cuci.""Apa!? Lalu aku pulang pakai apa dong.""Ya sudah. Pakai handuk itu juga tidak apa-apa." godanya sambil tertawa terkekeh."Alfredo Anderson! Aku tidak sedang bercanda."Alfredo terdiam, lalu melangkah ke arah Thania. Semakin dekat. Sehingga Thania dapat mencium aroma tubuh Alfredo. Jantung Thania berdetak semakin kencang. Perlahan bergerak mundur dengan
Tiba-tiba Sean menyadari, sosok tubuh mungil yang berdiri di ambang pintu, air matanya berlinang, "Mommy...!""Sayang, mengapa kau belum tidur?" Vannesa menghampiri dan memeluk tubuh gadis itu."Aku takut, mommy. Mimpi buruk terus datang menghampiriku.""Mommy buatkan susu hangat ya, supaya tidurmu bisa lelap dan mimpi buruk tidak akan bisa menyentuhmu." katanya menenangkan putrinya.Vannesa membuka kemasan susu dan menghangatkannya sebentar sebelum menyodorkan pada putrinya di meja makan."Jenny, segera habiskan ya, setelah itu pergilah tidur.""Ya mom."Vannesa membelai rambut Jenny dengan lembut. Dan Jenny dengan patuh menghabiskan segelas susu hangatnya dengan cepat. Vannesa menghantar Jenny ke kamarnya, mengantarnya tidur dan menyelimutinya.Vannesa hendak mematikan lampu kamar ketika Jenny bertanya,"Mom, bolehkah aku bertanya, sebenarnya siapa ayahku?"Vannesa berhenti. Dia duduk kem
Gadis kecil itu berlari menghampiri Mr. Leigh,"Daddy!"Gadis kecil dengan rambut ikal kecoklatan itu berlari kemudian mencium kening Harrison yang sedang terbaring di kamarnya.Leticia terkejut, buah apel tergelincir dari tangannya dan menggelinding di lantai.Vannesa memungutnya, tersenyum dan memberikannya kembali padanya."Apa-apaan ini! Siapa gadis kecil itu! Berani sekali," Leticia mencengkram lengan gadis itu dan menariknya. Tetapi kemudian Sean bertindak. Dia merebut Jenny dan menyembunyikannya di balik badannya yang tegap."Sean! Siapa dia!?""Letty, dia adalah anakku. Anakku dari Vannesa. Maafkan aku, Letty."Kaki Leticia terasa lemas, terduduk lunglai mendengar pengakuan suaminya. Hancur sudah kepercayaan yang selama ini dia berikan. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berdiri dan pergi meninggalkan suaminya."Mr. Leigh, sebenarnya Jenn
"Apapun itu, Thania. Usahakanlah untuk datang. Walaupun sebenarnya kau tak ingin datang. Entah itu karena ketidaksenanganmu atas hubungan mereka ataupun alasan yang lain. Bagaimanapun dia adalah kakak kandungmu. Saudara sedarah, Thania."Memang kata 'sedarah' inilah yang selalu membuat Thania menahan diri dan selalu mengalah."Ok mom. Akan kuusahakan."..."Thania, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau kau tak menyukai rasa makanan ini?""Bukan Alfred. Hanya ada yang sedang aku pikirkan.""Apa kau mau menceritakannya, sayang? Aku akan menjadi pendengarmu.""Hanya tentang saudara perempuanku. Dia besok akan menikah dengan Andrew,""Aku hanya tak mungkin bisa menghadiri pernikahannya. Ini bukanlah hari libur. Selain itu, ini adalah akhir bulan, dimana laporan keuangan dari semua kantor cabang menumpuk di mejaku. Mom ingin supaya aku tetap hadir apapun itu alasannya.""Ok. Tidak masalah. Aku akan menemanimu. K