-kritis-
Seperti biasanya, setiap pagi dan setiap hari aku selalu membantu ibu mempersiapkan berbagai peralatan serta perlengkapan jualan rujak. Semua ini sudah menjadi kewajibanku dalam meringankan beban ibu sejak ayah tiada. Dan seperti biasanya, di hari libur seperti ini aku selalu menyempatkan waktu memberikan dua bungkus rujak ke orang tuanya Aisy, karena kusadar jika mereka sangat suka sekali rujak buatan ibu. Di saat hari mulai menjelang siang, segera kusempatkan waktu untuk berangkat ke rumahnya, dan kuyakin di siang hari ini Aisy pasti tidak ada di rumah, karena sudah menjadi rutinitas jika Aisy selalu saja suka bermain-main.
“Assalamualikum.” sapaku saat tiba di rumah Aisy.
“Walaikum salam nak Aldi, mari silakan masuk.” jawab ibunya Aisy.
“Baik buk.” Jawabku.
Saat kita berdua terduduk, saat itulah beliau mulai menceritakan tentang kondisi bapak.
“Bapak ke mana buk, kok nggak kelihatan.” gumamku.
“Iya bapak lagi istirahat di kamar, soalnya kondisinya sedang sakit.” jawab beliau.
“Loh, memangnya bapak sakit apa buk?” tanyaku.
“Demam dan juga sedikit sesak nafas. Ya, semenjak bapak pensiun, sudah sering bapak mengalami sakit-sakitan seperti ini.” terangnya.
“Ohhh, begitu ya buk. Boleh saya menjenguknya?” pintaku.
“Iya boleh silakan masuk.” Jawab kembali beliau.
Aku dan ibunya Aisy segera memasuki kamar bapak. Kulihat, kondisi bapak sangat pucat sekali.
Uhuk uhuk. Bapak mulai terbatuk lalu kucoba untuk memberikannya segelas air putih.
“Bapak minum dulu ya.” pintaku.
“Aisy di mana Aisy nak?” tanya bapak.
“Bapak yang tenang dulu ya pak, nggak usah mikirin Aisy. Mungkin nanti juga akan pulang kok.” jawabku.
“Tapi ini sudah hampir tiga hari Aisy nggak pulang-pulang nak Aldi. Bapak dan ibuk jadi sangat khawatir.” Sahut ibu.
“Ya sudah ibuk tenang dulu ya, nanti pasti Aldi akan keluar untuk mencari keberadaan Aisy.” Jawabku.
Uhuk uhuk uhuk uhuk. Bapak kembali terbatuk sambil mengeluarkan darah dan mulai sedikit kejang.
“Astaghfirullah hal adzim bapak, buk sepertinya kondisi bapak makin parah. Kita bawa ke rumah sakit ya buk!” seruku dengan penuh gugup.
“Iya nak Aldi, ayok kita bawa ke rumah sakit segera.” jawab ibu.
Dengan sigap, kusegera menelepon puskesmas desa agar segera mengirimkan mobil ambulan. Yang pasti, bapak harus segera dirujuk ke rumah sakit agar segera mendapat penanganan khusus. Kubenar-benar merasa gugup dan sangat bingung sekali, karena aku khawatir akan kondisi bapak yang mulai parah. Kuhanya bisa berdoa, ya Allah semoga bapak baik-baik saja. Tak sampai satu jam perjalanan, kini kita mulai tiba di ruang IGD. Bapak segera diturunkan dari ambulan dan langsung menuju ruang perawatan intensif.
Kumulai terduduk di ruang tunggu bersama ibunya Aisy. Saat itulah beliau mulai menangis usai menceritakan kondisi bapak yang benar-benar stress karena terus-terusan memikirkan putri sulungnya itu. Sementara sampai saat ini Aisy belum bisa mengerti dan memahami akan kondisi orang tua yang selalu memikirkannya. Akan tetapi diriku tetap berjanji jika diriku tidak akan tinggal diam begitu saja, secepatnya kuharus bisa mencari cara agar Aisy bisa sadar bahwa ayah dan ibu sangat mengharapkan kehadirannya. Dan kini hari sudah mulai memasuki waktu sore. Kuterpaksa meninggalkan beliau di sini karena kuingin mencari keberadaan Aisy segera.
Haripun terus berganti, setelah tiga hari dirawat, akhirnya bapak sudah bisa diperbolehkan pulang. Alhamdulillah, aku senang sekali bapak sudah bisa kembali pulang. Namun sepertinya, kurasa ada yang tidak enak pada wajah bapak. Wajah beliau begitu terlihat sangat pucat dan tubuhnya juga mulai mengurus. Entahlah, kudoakan saja semoga beliau segera membaik.
“Ibuk, Aldi pamit pulang dulu ya, karena sudah sangat malam.” Ucapku.
“Iya Di, maaf loh yaa kalau ibuk udah ngerepotin kamu.” Jawab beliau.
“Tidak apa-apa buk, semoga bapak segera sembuh ya, Assalamualaikum.” Ucapku kembali.
“Aamiinn, Walaikum salam.” Jawab beliau.
-tertangkap polisi-
Adzan subuh mulai berkumandang dan mulai bersahutan dari tiap desa, kumulai membuka mata dan segera mengambil wudhu sebagai persiapan untuk shalat subuh. Tepat di saat ini juga, ayah Aisy sakitnya kembali kambuh, dan mulai terbatuk-batuk sehingga terpaksa istrinya harus membawanya kembali ke rumah sakit terdekat.
Sampai saat ini belum ada kabar yang jelas tentang diri Aisy, ingin sekali rasanya agar dia bisa segera pulang, karena keluarganya sudah sangat merindukannya. Dan di pagi ini, masih kusempatkan waktu menengok ayah dan juga ibunya di rumah, sekedar ingin memastikan bahwa mereka sedang dalam keadaan baik-baik saja. Kumulai mengetuk pintu saat telah tiba di depan rumahnya, namun tidak ada respon sama sekali, kucoba mengetuknya kembali dengan berulang-ulang tetapi masih belum ada jawaban. Selagi diriku masih libur kerja, maka kusempatkan saja duduk di teras rumahnya, siapa tahu di pagi hari ini Aisy akan pulang.
Dan entah kenapa di saatku sedang menikmati waktu dalam penantian ini, sebuah mobil polisi datang, membuatku penasaran ada apa sebenarnya, apakah mungkin ini ada kaitannya dengan diri Aisy.
“Selamat pagi bapak." ucap salah seorang polisi saat menghampiriku.
“Iya selamat pagi juga pak, ini ada apa ya?" tanyaku dengan penuh penasaran.
“Apa benar ini rumahnya saudara yang bernama Aisy Zacky?" tanya polisi itu balik.
“Iya betul sekali pak, ada yang bisa kami bantu." tukasku.
“Begini pak, Aisy baru saja kami tangkap karena telah melakukan penganiayaan terhadap seseorang. Dan ini bukti surat penangkapannya." jawab polisi tersebut.
“Loh, kok bisa, sekarang kondisinya bagaimana pak?" tanyaku kembali dengan sedikit bimbang.
“Lebih jelasnya, nanti bisa anda bicarakan di kantor polisi, karena sekarang saudara Aisy sudah kami amankan di rutan polresta. Jadi saya mengundang anda untuk memberikan keterangan lebih lanjut terhadap yang bersangkutan." terangnya.
“Baik pak, saya akan segera ke sana." jawabku kemudian.
“Baik kalau begitu terima kasih." imbuh polisi itu.
Ya Allah, apa yang sudah terjadi pada diri Aisy, seminggu dia tidak pulang ke rumah, tahu-tahu ada kabar kalau dia sedang berurusan dengan polisi. Entah apa jadinya jika nanti orang tuanya tahu. Ya sudahlah, aku tak perlu lama-lama di sini, lebih baik kusegera beranjak untuk menemui Aisy di sana.
Kumulai tiba di kantor polisi di mana Aisy sedang ditahan. Dalam hati kumulai berpikir, sepertinya dia tidak mungkin suka akan kedatanganku, dan bisa jadi dia akan pasang wajah cuek di saatku membesuknya setelah ini. Entahlah, yang pasti kehadiranku hanyalah bermaksud untuk menolongnya, karena apapun yang terjadi, kujuga takkan pernah mau bila dia harus masuk penjara. Dan kumulai terduduk, di saat ini juga seorang polisi sedang memanggilkan Aisy. Waktu tak berselang lama, Aisy pun mulai terlihat dan mulai terduduk dihadapanku yang masih mengenakan baju tahanan.
“Aisy, apa yang sudah terjadi pada diri kamu?" tanyaku namun dia hanya terdiam.
“Aisy, tolong jawab pertanyaanku, kamu kenapa kok bisa ditahan seperti ini." tanyaku kembali.
“Emang kalau aku jawab pertanyaanmu, itu bakal bisa ngebebasin aku dari sini apa." bantahnya.
“Aisy, kedatanganku ke sini bermaksud baik kok. Meski aku belum tentu bisa membebaskanmu sekarang tapi aku pasti akan membantumu untuk bisa segera bebas." jawabku.
“Hmmm, yang jelas gue habis menganiaya seseorang.” jawabnya cuek.
“Kok bisa sih Aisy, emang apa masalahnya?” tanyaku.
“Nggak penting masalahnya apa, yang jelas gue ngelakuin ini tuh karena gue dendam.” Akunya.
“Astaghfirullah hal adzim, istighfar Aisy, nggak sepatutnya kamu memiliki rasa dendam seperti itu. Semua masalah kan pasti diselesaikan dengan baik tanpa harus ada perkelahian seperti ini.” Imbuhku.
“Ahhh udah ahhh, capek aku ngomong sama kamu, dari dulu bisanya cuma nyeramah’in orang aja. Udah kamu pergi aja sana!" ucapnya kembali lalu kembali masuk ke dalam sel.
Aku pun kembali beranjak pulang, namun aku tidaklah langsung pulang ke rumah melainkan kusempatkan waktu sejenak menengok kedua orang tua Aisy. Dalam perjalanan ini kumulai memikirkan sesuatu yang membuatku sedikit bimbang. Bagaimana nanti jadinya jika kedua orang tuanya tahu bila Aisy masuk penjara, pasti mereka akan sangat sedih, sementara ayahnya juga mulai sakit-sakitan. Saat kumulai tiba di rumahnya, ternyata kedua orang tuanya masih belum terlihat, membuatku mulai bertanya-tanya kemanakah kepergian mereka.
"Ibuk permisi buk." ucapku kepada salah satu tetangga mereka.
"Iya mas ada apa?" tanya tetangga tersebut.
"Maaf buk, kedua orang tuanya Aisy ke mana yaa, kok dari tadi pagi beliau nggak ada?" tanyaku kembali.
"Ohh mereka ke rumah sakit sejak tadi subuh, karena bapaknya sakit, mungkin sekarang sedang menjalani rawat inap." terangnya.
"Hmmm, kalau boleh tahu di rumah sakit mana ya buk beliau sekarang?" tanyaku kembali.
"Di rumah sakit Melia Sejahtera, nggak jauh kok dari sini mas." jawabnya.
"Baiklah kalau begitu terima kasih yah buk." ucapku kembali.
"Iya mas sama-sama." jawabnya.
Baru saja diriku mendengar berita jika beliau sedang dibawa ke rumah sakit, membuatku sedikit bingung, apa yang sudah terjadi pada beliau mudah-mudahan tidak sampai kenapa-kenapa. Setelah aku baru saja melakukan perjalanan selama sepuluh menit, kini akhirnya kutelah tiba di rumah sakit di mana beliau sedang dirawat.
“Assalamualaikum buk." ucapku pada ibunya Aisy.
“Walaikum salam Di." jawab beliau.
“Tadi pagi aku ke rumah ibuk, lalu ku Aldi dapat kabar dari tetangga kalau bapak sedang dibawa ke rumah sakit, makanya Aldi ke sini. Terus bapak kenapa buk?" tanyaku.
“Bapak kritis sejak semalem Di, tapi alhamdulillah sudah agak mendingan sekarang." jawab beliau.
“Oh, ya sudah kita tengok bapak sebentar buk." pintaku.
“Baik silakan." imbuhnya.
Kumulai sedih saat melihat beliau yang sedang terbaring lemah, lalu dengan suara lirih, beliau mulai memanggilku dan menanyakan kembali soal Aisy.
“Aldi." panggilnya.
“Iya pak." jawabku.
“Kamu tahu kan Aisy sekarang di mana, apakah dia sudah pulang?" tanya beliau dengan lemah.
Namun sebenarnya aku bingung harus bilang apa, karena kondisi Aisy saat ini sedang berada di dalam penjara.
“Aldi, kamu tahu nggak Aisy di mana. Karena sudah beberapa hari ini dia tidak pulang, bapak sangat khawatir akan keadaan Aisy." imbuh ibu.
Mendengar apa yang ditanyakan beliau, hatiku tiba-tiba bergetar, karena aku bingung harus bilang bagaimana tentang kondisi saat ini. Dan aku tak mungkin bila harus berbohong, karena setidaknya mereka pun juga harus tahu tentang Aisy.
“Ibuk, sebenarnya Aisy …” ucapku dengan sedikit berat.
“Kenapa dengan Aisy Aldy, cepat kamu katakan di mana dia sekarang!” seru beliau.
“Aisy, ditangkap polisi buk, dan saat ini dia sedang menjalani masa tahanan di kantor polresta.” Terangku dengan nada lirih.
“Astaghfirullah hal adzim, kenapa bisa seperti ini Aldy, Aisy habis melakukan apa kok bisa sampai ditangkap polisi.” keluh beliau.
“Aisy telah terlibat dalam kasus penganiayaan buk.” Jawabku.
“Yaa Allah, Aisy kenapa kamu bisa jadi rusak seperti ini sih nak.” Ucap bapaknya sambil menangis sedih.
“Bapak ibuk yang sabar ya, Aldy pasti akan membantu agar Aisy bisa segera bebas dari penjara.” imbuhku.
-Aisy harus segera bebas-
Entah apa yang harus kulakukan, yang jelas diriku harus mencari cara agar Aisy bisa terbebas dari jeratan hukum. Kumulai melangkah keluar dari rumah sakit ini, dan saat itulah kumulai berpikir. Dan sepertinya kusudah memiliki sedikit jalan keluar. Kuakan mencari siapakah sosok wanita yang telah dianiaya oleh Aisy, karena yang pasti ku akan memintanya agar mencabut kembali proses hukum terhadap Aisy.
Tak berapa lama aku melakukan perjalanan, kini hari sudah menjelang malam. Kumulai tiba di sebuah tempat di mana Aisy sering menjalani aktifitas di tempat ini. Dengan rasa percaya diri, kumulai menemui salah satu orang yang kenal dekat dengan Aisy.
“Permisi mbak, dengan temannya Aisy ya?” tanyaku.
“Iya betul, ada apa ya?” tanya dia kembali.
“Maaf sebelumnya. Mbak tahu nggak kalau sekarang Aisy telah terlibat dalam kasus hukum?” Tanyaku.
“Ya tahulah, korbannya aja teman aku sendiri.” Jawabnya.
“Kalau begitu, saya boleh minta identitas orang yang jadi korban itu nggak mbak!” pintaku.
Perempuan itu lalu memberikan identitas lengkap tentang siapakah sosok orang yang menjadi korban.
Waktu tak berjalan lama, Alhamdulillah aku telah sampai di rumah perempuan yang beratas nama Jessica, aku berhasil menemuinya lalu diriku dipersilakan duduk di ruang tamu olehnya.
“Apa benar mbak Jessica ini adalah salah satu korban dari penganiayaan oleh Aisy?” tanyaku.
“Iya, kenapa emangnya?” tanyaku.
Dan aku mulai menjelaskan panjang lebar tentang sosok Aisy, berharap agar perempuan tersebut bisa memaafkan kesalahan Aisy dan mencabut kembali hukuman yang akan menimpa dirinya.
“Pokoknya tidak bisa ya mas. Gara-gara dia, saya jadi hampir lumpuh.” Ucapnya di saat menolak.
“Iya mbak saya tahu, saya yang akan menanggung semua biaya pengobatan mbak sampai sembuh, tapi tolong karena ini demi kebaikan Aisy dan juga keluarganya.” pintaku kembali dengan sangat.
-kepergian bapak- Waktu telah menunjukkan di angka sepuluh malam, dan di malam inilah kumulai bersandar pada sebuah dipan dan mulai terbaring di atas ranjang. Kumulai terdiam serta merenungi segala apa yang telah terjadi, baik di saat dulu hingga sampai saat ini. Kucoba untuk bertanya pada hati yang terdalam atas sebuah perjalanan cerita kehidupanku, ternyata dari semua yang pernah kualami, tak sebanding dengan apa yang telah Aisy rasakan. Dan sampai saat ini, aku akan tetap mencari tahu mengenai kesalahan apa yang pernah kulakukan padanya, hingga pada akhirnya dirinya sudah tidak sudi lagi untuk berteman denganku. Aku bisa saja pergi, dan mulai menghilang dari kehidupannya, namun mengapa diriku tak sanggup walau harus melangkah setapak. Mungkin semua itu karena diriku belum bisa melupakan segala kenangan yang dulu pernah kita lakukan bersama. Rasa s
-teraniaya- Aku baru saja melangkahkan kaki, dan mulai keluar dari masjid usai mengisi ceramah di masjid desa sebelah. Ceramah yang baru saja kusampaikan, bertemakan dengan kesabaran seorang suami, yang diambil dari dari kitab Jawahirul Lu’luiyyah. Ya, meskipun diriku belum berumah tangga, setidaknya kusudah mulai memahami dan mulai mengerti, agar nanti jika diriku sudah menikah, kusudah memiliki kemampuan serta ilmu yang cukup untuk membangun rumah tangga. Kumulai menaiki motor usai berpamitan dengan pihak masjid serta beberapa jamaah yang masih belum pulang. Saat dalam perjalanan pulang, ada rasa yang sedikit tidak enak di saatku melaju. Entahlah, mungkin saja diriku sedang merasa tidak enak badan, sehingga apapun suasana di sekelilingku ini tak begitu nyaman untuk dirasakan. Sepuluh menit kemudian, kumulai memasuki gang rumahku yang se
-pelaku sebenarnya- Waktu pun akan terus berjalan, sudah satu minggu kepergian bapak dari kehidupan ini. Mungkin saja usai kepergian beliau, hal ini bisa membuat diri Aisy sadar dan mulai berubah akan perilakunya. Setiap untaian doa sudah pasti kupanjatkan untuknya, karena semua itu juga demi kebaikannya. Insya Allah, selama diriku terus berusaha, Allah pasti akan membukakan jalan untuknya, karena kujuga percaya bahwa kerasnya batu sudah pasti bisa hancur oleh tetesan air hujan. Namun sayangnya, ada satu hal yang membuat diriku tak habis pikir. Kuberpikir usai kepergian bapaknya mungkin bisa membuat diri Aisy bisa berubah, ternyata semua yang kupikirkan telah terjadi di luar dugaan. Aisy kembali terlibat dalam pergaulan yang salah sebagaimana yang dia lakukan bersama teman-temannya. Kurasa kesedihan yang kerap dia alami bisa membuat dirin
-kesendirian- Semenjak Aisy pergi meninggalkan rumah, aku mulai berperan membantu segala aktivitasnya di rumah, karena sebenarnya aku tak ingin beliau merasa kesepian dan tersendiri, maka sebisa mungkin kuharus bisa melukis senyuman baru pada wajah beliau. Rasa letih dan juga lelah sudah pasti kurasa, karena aktivitasku juga banyak sekali. Entahlah, kujalani saja semua ini dengan ikhlas dan sabar, karena aku menyadari jika ini sudah menjadi takdir yang harus diterima. “Nak Aldi." panggil beliau. “Iya buk." jawabku. “Sebaiknya kamu nggak usah setiap hari ke sini, tanpa harus kamu bantu-bantu ibuk sudah bisa melakukannya sendiri kok nak." ucapnya. 
-Terbaring lemah- Alhamdulillah, hari libur pun telah datang untukku, sehingga kubisa kembali meluangkan banyak waktu untuk menemani ibunya Aisy. Lelah sudah pasti kurasa, namun aku sikapi semua dengan rasa senang, agar diriku bisa ikhlas dalam melakukan semua yang ada. Sebenarnya, hari ini kutelah diundang untuk mengisi sebuah ceramah di salah satu tempat, namun dengan lembut kumenolak, karena kulebih memilih menemani beliau agar tidak merasa kesepian. Kumulai membaca Al-Qur’an dengan tartil, karena di waktu ini rasa kegelisahanku mulai meluap, dan hanya dengan membaca Al-Qur'an hati ini akan terasa lebih tenang dan lebih tentram, di sisi lain kujuga turut mendoakan untuk kebaikan keluargaku dan juga keluarga Aisy. Baru saja diriku membaca tiga halaman, tiba-tiba diriku kaget usai mendengar suara gelas pecah di kamar beliau, pyarrrr
-Terbaring Lemah- Pagi hari ini cuacanya begitu sangat cerah. Angin-angin mulai berhembus dari arah timur, memberikan aku kesejukkan di saat diriku menikmati suasana pagi dengan secangkir kopi manis buatan ibu. Sekarang adalah hari minggu, hari di mana orang-orang menikmati waktunya untuk berlibur, entah itu ke pantai, atau ke puncak gunung. Aku tidaklah meluangkan waktu liburku untuk bermain, melainkanku lebih sering membantu ibu dalam berjualan rujak di rumah, lagipula kujuga belum berkeluarga, jadi masih banyak waktu yang bisa aku manfaatkan untuk menjalani aktifitas di rumah. Jam masih menunjukkan di angka enam pagi, dan matahari mulai hadir menampakkan sinarnya. Aku mulai membantu ibu mengangkat beberapa bahan makanan untuk membuat rujak, karena biasanya di pagi ini banyak orang berdatangan untuk membeli sarapan pagi. Syukurlah, di waktu ini jug
-Terbaring lemah- Dia masih tertidur dan terbaring lemah di atas ranjang itu, sudah satu hari ini kutelah menunggu agar dirinya bisa segera sadar. Segala doa telah kupanjatkan di saatku shalat maupun di setiap waktu, agar datang segera keajaiban atas kesadaran yang ada pada diri Aisy, baik sadar dalam hal fisik, maupun sadar atas segala sikap yang selama ini dia lakukan padaku, maupun pada sang ibu. Dengan perlahan, waktu demi waktu mulai berjalan, sudah saatnya bagiku untuk kembali pulang dan menuju rumah sakit yang berbeda di mana saat ini ibunya Aisy dirawat. Dalam perjalanan ini, Aku benar-benar bingung. Aisy sudah berhasil kutemukan, namun diriku belum siap untuk mengatakan hal ini pada ibunya, karena aku tak ingin melihat beliau jadi tambah stress dan juga shock setelah tahu bahwa Aisy baru saja mengalami kecelakaan, dan parahnya lagi,
-kepulangannya- Kebersamaan itu akan terasa lebih indah bersama seseorang yang kita cintai, baik antar keluarga maupun sahabat. Betapa bahagianya diri ku dahulu di saat bapak masih muda, di mana kita bisa bermain, bercanda tawa, serta beribadah bersama dalam satu rumah. Namun setelah kepergian bapak, hidupku seakan-akan tidak bisa bersemangat lagi meski telah kupaksakan. Namun beruntung, masih ada ibu di sampingku, yang bisa menemani diriku hingga kubisa menjalani hari-hari indah ini meski belum memiliki pasangan hidup. Hal yang sama juga dialami oleh Aisy, ayahnya baru saja meninggal dunia, meninggalkan semua kenangan indah yang pernah mereka miliki berdua. Aku sempat prihatin usai sepeninggalnya, akankah Aisy ada rasa penyesalan usai ayahnya pergi, atau malah membuat diri Aisy semakin bebas dalam bergaul, karena tidak ada keluarga yang bisa m
-Semangat Pagiku- Assalamualaikum Warahmatullah. Baru saja ku menyelesaikan shalat secara berjamaah bersama dia dan juga ibu, dan sekarang adalah waktu yang terbaik untukku agar segera mandi untuk persiapan masuk kerja. Saat diriku mulai beranjak menuju kamar mandi, saat itulah kumelihat dirinya berdandan dengan penuh pesona, aku dibuat kagum olehnya. Sudahlah, lebih baik kulanjutkan saja aktifitasku mandi sejenak. “Ibuk, ada yang bisa dibantu?” ucap Aisyah pada ibuku. “Emmm ndak usah dulu Aisyah, ibuk udah selesai kok.” Jawab ibu. “Ohh ya sudah, Aisyah beres-beres dulu aja ya buk.” Ucap kembali Aisyah. “Iya Aisyah, silakan.” Jawab ibu ke
-sore yang indah- Aku baru saja mandi di waktu ini. Waktu telah menunjukkan tepat di angka tiga sore, sebagaimana rencana yang sudah kita buat kemarin, kita akan meluangkan waktu di taman bunga. Saat kita berdua sudah siap untuk berangkat, aku dan istriku segera berpamitan pada ibu. “Ibuk, kami berangkat dulu ya.” Ucap Aisyah pada ibu. “Iya nak, kalian berdua hati-hati di jalan ya, dan Jangan pulang malem-malem.” Jawab ibu. “Baik buk, insya Allah nanti jam delapan kita sudah berada di sini.” Tambahku. “Iya Di, jaga istri kamu ya!” seru ibu. “Iya buk, Assalamualaikum.” Uca
-hadiah terindah- Di sore hari ini, kumulai terduduk sendiri. Tak ada seorang pun yang bisa menemani kecuali hanyalah hembusan angin serta suara kicauan burung-burung yang sedang bertengger. Saat kuterduduk, di saat ini pula kumulai merenungi, akan sebuah kisah serta kebersamaan yang pernah kulakukan bersama dia di hari kemarin-kemarin. Kemarin kita masih bisa bersama, kemarin kita juga masih bisa tertawa bahagia. Namun kini kebahagiaan itu hanya ada di satu pihak, yang tidak lain hanya ada pada diri Aisy. Kuyakin hari ini dia pasti sangat berbahagia, karena dia sudah bisa menikmati kesehatan yang di mana selama ini dia harus bertahan dari kelumpuhan, sementara kuharus mundur dan mulai berniat melangkah pergi dari kenyataan itu. Tentu diriku tidak akan langsung pergi begitu saja, karena kuingin meninggalkan satu kenangan yang bisa kuberikan unt
-ku mulai menyadari kesalahanku- Aisy mulai membuatku merasa bimbang dan penuh dengan rasa penasaran. Sebenarnya Aku belum siap menerima kalimat yang akan dia lontarkan saat ini, namun mau tidak kuharus segera menerima alasan yang akan dia berikan. Rasa takut dan bersalah memang sudah pasti kurasakan, namun entahlah, jika pun nanti pada akhirnya Aisy mulai memintaku untuk pergi, maka Aku harus siap sepenuh hati. “Aldi, kamu masih ingat kebersamaan kita di saat kita baru lulus dari sekolah SD.” Ucapnya. “Tentu Aisy, aku benar-benar ingat dengan semua yang pernah kita lakukan bersama pada saat itu.” Jawabku. “Dan kamu juga masih ingat kan, usai kelulusan itu kita sempat berpisa
-kedatanganku- Pagi hari pun telah tiba, usai diriku mandi dan shalat Dhuha, aku segera berpamitan dengan ibu untuk berangkat kerja. Ada satu rencana yang ingin kulakukan tanpa harus bilang ke ibu, di mana di pagi ini aku berencana untuk menemui Aisy sebelum berangkat kerja, karena kumenduga mungkin ibu juga tidak akan setuju jika kuharus menemui Aisy. Sebenarnya, aku benar-benar tidak ada kemauan untuk menemui dirinya, hanya saja untuk kali ini kuharus nekat. Kedatanganku hanyalah ingin meminta maaf serta mengembalikan jilbab putih ini yang sudah berumur belasan tahun. Ya, lebih baik kukembalikan saja agar diriku tidak tergoda untuk mengenangnya. “Aldi berangkat dulu ya buk." ucapku pada ibu saat berpamitan untuk berangkat kerja. “Iya Di, hati-hati di jalan, semangat ya.
-aku mulai melupakannya- Saat diriku teringat bahwa ini adalah jilbab putih milik Aisy, saat itulah kumencoba untuk membersihkan jilbab ini dari bekas darahku yang telah menempel. Entah kenapa di saatku sedang mencuci jilbab ini, bayangan sosok Aisy di mataku semakin kuat, tentunya bukan bayangan Aisy yang sekarang, melainkan bayangan Aisy di saat dia masih kecil, tepatnya di saat kita masih sama-sama duduk di bangku sekolah. Setelah aku mencucinya, kucoba untuk memberikan sebuah pewangi agar harum sebelum kujemur di bawah terik panas matahari. Apa yang ingin kulakukan saat ini sebagai wujud untuk kembali mengenang masa-masa indah antara aku dengan dirinya, sejak dulu hingga saat ini. Hari telah berganti, dan kini tiba saatnya diriku untuk berpamitan pada ibu untuk berangkat kerja. Aku akan menjalani aktifitas seperti biasanya tanpa pernah meng
-kepulangannya- Kebersamaan itu akan terasa lebih indah bersama seseorang yang kita cintai, baik antar keluarga maupun sahabat. Betapa bahagianya diri ku dahulu di saat bapak masih muda, di mana kita bisa bermain, bercanda tawa, serta beribadah bersama dalam satu rumah. Namun setelah kepergian bapak, hidupku seakan-akan tidak bisa bersemangat lagi meski telah kupaksakan. Namun beruntung, masih ada ibu di sampingku, yang bisa menemani diriku hingga kubisa menjalani hari-hari indah ini meski belum memiliki pasangan hidup. Hal yang sama juga dialami oleh Aisy, ayahnya baru saja meninggal dunia, meninggalkan semua kenangan indah yang pernah mereka miliki berdua. Aku sempat prihatin usai sepeninggalnya, akankah Aisy ada rasa penyesalan usai ayahnya pergi, atau malah membuat diri Aisy semakin bebas dalam bergaul, karena tidak ada keluarga yang bisa m
-Terbaring lemah- Dia masih tertidur dan terbaring lemah di atas ranjang itu, sudah satu hari ini kutelah menunggu agar dirinya bisa segera sadar. Segala doa telah kupanjatkan di saatku shalat maupun di setiap waktu, agar datang segera keajaiban atas kesadaran yang ada pada diri Aisy, baik sadar dalam hal fisik, maupun sadar atas segala sikap yang selama ini dia lakukan padaku, maupun pada sang ibu. Dengan perlahan, waktu demi waktu mulai berjalan, sudah saatnya bagiku untuk kembali pulang dan menuju rumah sakit yang berbeda di mana saat ini ibunya Aisy dirawat. Dalam perjalanan ini, Aku benar-benar bingung. Aisy sudah berhasil kutemukan, namun diriku belum siap untuk mengatakan hal ini pada ibunya, karena aku tak ingin melihat beliau jadi tambah stress dan juga shock setelah tahu bahwa Aisy baru saja mengalami kecelakaan, dan parahnya lagi,
-Terbaring Lemah- Pagi hari ini cuacanya begitu sangat cerah. Angin-angin mulai berhembus dari arah timur, memberikan aku kesejukkan di saat diriku menikmati suasana pagi dengan secangkir kopi manis buatan ibu. Sekarang adalah hari minggu, hari di mana orang-orang menikmati waktunya untuk berlibur, entah itu ke pantai, atau ke puncak gunung. Aku tidaklah meluangkan waktu liburku untuk bermain, melainkanku lebih sering membantu ibu dalam berjualan rujak di rumah, lagipula kujuga belum berkeluarga, jadi masih banyak waktu yang bisa aku manfaatkan untuk menjalani aktifitas di rumah. Jam masih menunjukkan di angka enam pagi, dan matahari mulai hadir menampakkan sinarnya. Aku mulai membantu ibu mengangkat beberapa bahan makanan untuk membuat rujak, karena biasanya di pagi ini banyak orang berdatangan untuk membeli sarapan pagi. Syukurlah, di waktu ini jug