Dini hari menjelang pagi, pertemuan diadakan secara mendadak di tenda utama demi mempersiapkan strategi sepenuhnya, selain itu agar tak kalah cepat dari pihak lawan sehingga dapat lebih dulu menghindari strategi mereka.Masalah propaganda di wilayah perbatasan Harbetor masih menjadi problematika tersulit untuk saat ini, banyak kejadian yang mendatangkan pendapat pro-kontra. Sang pemimpin sampai kelelahan menanggapi, meski begitu ia harus segera menyelesaikan masalah tersebut dengan cara seminim mungkin menghindari pertumpahan darah.Dari sekian banyak orang, tentu ada saja yang menentang pendapat sang raja dan menyatakan opini pribadi. Karena hal itu pula musyawarah diterapkan dengan sungguh-sungguh, agar tidak mengakibatkan terpercah belahnya kekompakan antar kelompok.Termasuk Edmund sendiri, ini kali ke tiga ia menyampaikan opini yang saling bertolak belakang satu sama lain, "Kalau para perompak itu tidak mau pergi, orang-orang di sini yang harus kita pindah demi keselamatan mereka.
Usai penduduk bersedia dipindahkan secara diam-diam dari perkampungan perbatasan menuju pemukiman terdekat, pasukan penjagaan pun diperketat. Hampir tiga ratus orang dikirim dari Antaragon untuk membantu melindungi perbatasan.Jordan Attalas, putra bungsu wilayah sebelah pun ikut andil dalam kasus sengketa wilayah kali ini. Bagaimanapun, pemukiman stempat masih dibawah naungan Antaragon yang merdeka, ia sebagai putra mahkota teladan wajib menuangkan gagasan ide untuk membantu meredakan konflik.Ia memandang pemimpin Harbetor yang tengah memberikan arahan kepada para pasukan yang bergantian berjaga. Edmund—meski tidak ikut berkeliling dan memantau secara langsung, ia tidak tidur sama sekali, membiarkan kantung matanya sebesar mata panda yang hitam dan mengerikan."Ku dengar kau sudah tiga hari tidak tidur, pergilah ke tendamu."Ed sontak berbalik mencari seseorang yang berbicara santai kepadanya. Bibirnya seketika melengkung mengetahui Jordan yang menyapa, "Aku tak tahu kau ikut datang
"Aku mohon, izinkan aku masuk untuk bertemu Duke Edmund, sebentar saja."Para penjaga lekas menghadang ketika Sam memaksakan diri masuk, "Kami tidak berbohong, Lady. Duke sedang berada di perbatasan bersama bala pasukan, kalau kau mau berkomunikasi, tinggalkan surat saja, kami akan menyampaikannya saat kepulangan beliau.""Tapi ini penting, aku tak mungkin menunggu lama!"Dua pria penjaga itu hampir saja mengusir, sesaat sebelum pria berjubah datang sembari menunggang kuda. Keduanya sontak membungkuk hormat membuatku kebingungan tentang jati dirinya. Masalahnya, orang mana yang rela mengenakan jubah di musim panas terik seperti sekarang?Mereka bergegas membukakan gerbang untuk membiarkan pria berkuda itu masuk tanpa mengatakan sepatah katapun. Iris matanya yang berwarna biru jernih memandangiku amat intens, indah sekali... ku rasa belum pernah melihat pria bermata biru, namun entah kenapa terasa tidak asing."Yang Mulia, mengapa anda kembali sendiran? di mana yang lainnya?" tanya sala
"Lihat dia, tanpa malu datang ke kastil dan meminta pekerjaan langsung dari Duke.""Katanya waktu itu pernah datang marah-marah menolak pemberian pangeran 'kan? bagaimana bisa dia masih seperti itu.""Ah, aku jadi tidak setuju kalau Duke Edmund ingin menikahinya. Dia gadis jahat!""Kenapa bisa ya Duke Edmund menyukai perempuan jahat begitu, kalau menikah pasti hanya mengharapkan hartanya.""Benar-benar tidak tahu malu!"Samantha menutup telinga ketika mendengar gunjingan tentangnya secara terang-terangan. Ia baru datang ke kastil hari ini, bahkan belum melakukan apapun, tapi sudah mulai diberi ujian kesabaran.Orang-orang itu memandangnya dengan tatapan aneh, seakan merendahkan, benci, atau emosi. Jika dulu Sam bisa bereaksi dengan mengibaskan rambut dan gaun panjang menyentuh lantai, kini ia cuma terdiam menunduk, sadar kalau derajatnya tak jauh lebih tinggi dari para pelayan.Sam hanya harus menahan sebentar, toh tugasnya adalah mengurusi Edmund, tidak bergerombol seperti yang lainn
"Membantu mandi?" beo Sam yang hanya bisa berdiri di ambang pintu kamar sang pangeran, tidak berani masuk.Mengetahui kesalahpahaman yang terjadi pada otak gadis itu, Ed sontak menjelaskannya secara rinci, "Membersihkan kamar mandi, menyiapkan air, dan menyediakan peralatan seperti handuk, juga pakaian ganti.""Oh begitu, baiklah akan ku laksanakan sekarang," balas Sam seraya tersenyum canggung, bisa-bisanya ia sudah berpikiran salah kaprah sampai kemana-mana. Melihat raut serius pria itu membuatnya semakin tidak enak hati—yah, kan mana mungkin ia membantu memandikan seorang lelaki dewasa yang seharusnya tahu apa saja yang dilakukan.Sam bergegas memasuki kamar mandi yang masih berada di area kamar pribadi. Mulai menggosok lantainya dengan batu, menata berbagai sabun aroma, merebus air, dan menyiapkannya di bak permanen besar. Tak berselang lama, Edmund masuk hanya mengenakan celana panjang tanpa atasan sama sekali, saat Sam tengah merapikan handuk dan pakaian ganti di gantungan.Gadi
Seketika suasana jadi senyap. Gaun putih tulang Samantha terbang mengikuti hembusan angin kencang, hal itu sama sekali tidak mengurangi kesan elegan dan rupawannya yang menyerupai seorang dewi. Edmund terpesona sampai enggan melepas pandangan dalam beberapa menit sebelum akhirnya gadis itu mengalihkan perhatiannya dengan menaruh kembali cincin berlian yang berada dalam kubus kaca kecil berbalut kain merah tersebut ke meja. Bibirnya tidak mengucap sepatah kata pun, hanya terbuka sedikit untuk menghembuskan napasnya yang panjang dan terdengar lelah. Edmund sudah menduga apa jawaban gadis itu perihal lamarannya pada malam hari ini—yang sengaja diadakan di tempat terbuka, berupa meja kaca dan sepasang kursi khusus dua orang yang dikelilingi bunga tulip dan kolam ikan. Selayaknya latar romansa yang terjadi pada tiap individu, ia mencoba membuatnya semirip mungkin agar Samantha merasa nyaman dan senang seperti yang dialami pasangan lain. Gadis itu masih tidak mengatakan apapun, menarik hel
Kala itu pertengahan tahun, saat di mana pertama kalinya Edmund menginjakkan kaki di Harbetor dengan menyandang julukan seorang pemimpin. Guliver, penguasa yang sebelumnya memberikan sambutan dan ucapan selamat besar-besaran di kastil, mengundang seluruh petinggi juga masyarakat berjasa setempat. Pesta diadakan begitu meriah, puncaknya pada pukul sepuluh malam ketika para gadis lajang dipersilahkan menari di altar depan podium. Acara singkat yang biasanya membuat pasangan dipertemukan. Ed hanya menatap dalam diam kemeriahan itu, ia tak begitu tertarik sekalipun para gadis menguraikan rambutnya dengan penuh pesona. Earl Martin selaku satu-satunya orang baru yang paling dekat dengannya, tiba-tiba sudah berdiri di samping sang pangeran seraya melemparkan tatapan menggoda, "Yang Mulia, apakah tidak berniat mendekati salah satu dari mereka? Para lady yang menari di tengah itu semua dijamin lajang dan masih gadis." Sir Jake yang berada di dekat keduanya tiba-tiba menyahut, "Dekati saja me
"Duke Edmund sedang tidak berada di sini, Lady Caley. Kalau kau bersedia meninggalkan pesan, bawalah surat pribadi, kami akan sampaikan setelah dia kembali." Samantha menrengut tak suka, ia lemparkan box bolu tersebut ke arah Earl Martin—selaku orang yang ditemui di halaman kastil. Pria itu tampak terkejut dengan tingkah si gadis, ia pikir Samantha datang untuk berterima kasih atau membalas pemberian sang duke, rupanya semua berbanding terbalik, dapat dilihat jelas dari ekspresi wajah dan tatapan matanya. Samantha merapat di gerbang sambil berseru, membuat semua petarung dan ksatria yang sedang berlatih mengarahkan perhatian padanya, "Katakan padanya, jangan memberiku apapun! Dan jangan membuat rumor tidak benar!" Sindiranya terlampau keras, orang-orang yang berada di luar kastil bahkan bisa mendengar, mereka sontak menggunjingkan sikap Samantha. Namun gadis itu tak begitu peduli, ia lontarkan cibiran lirih pada Earl Martin sebelum pergi menjauh. Luke Stewart—kolonel jenderal milite