Setelah balada kepanasan karena makanan pedas, kini Juan hanya duduk manis sambil terdiam di sofa yang ada di pojok kamar."Masih marah sama aku?" tanya Ralin yang langsung mendekat ke arah Juan. Sedari tadi Juan hanya terdiam sambil sibuk mengulir layar iPad-nya.Juan menggelengkan kepalanya. "Siapa yang marah?""Kamu dong, memangnya mau siapa lagi? Kenapa dari tadi cuma diam dan enggak mau ngomong sama aku?"Juan menghela napasnya sejenak. "Aku sibuk balas email, Honey!"Ralin pun melirik layar iPad milik Juan, memang Juan sedang membalas email. Ralin lantas berinisiatif duluan untuk duduk di pangkuan Juan agar bisa mengalihkan perhatiannya."Sebentar, ya! Aku lagi balas email," kata Juan mencoba memberi pengertian kepada Ralin."Enggak, lebih penting balas email atau aku?""Jangan kasih pilihan yang menjebak begitu dong!" protes Juan.Ralin langsung meraih iPad yang tadi masih dipegang oleh Juan, benda itu lantas diletakkan di atas meja oleh Ralin."Jadi mending pilih aku, kan?" ta
Kania senang mendengar penawaran dari Juan ini, tentu saja di cuaca yang dingin seperti ini dirinya memang membutuhkan kehangatan. Ini juga salah satu alasan mengapa ia menghubungi Juan, beruntung karena Juan paham dan malah duluan menawarkan kehangatan untuknya. "Aku tunggu di villa-ku, ya!" ucap Kania langsung tanpa basa-basi."Oke, tapi aku nggak bisa lama-lama di sana, takut Ralin dan yang lain duluan kembali dari jalan-jalannya," kata Juan."Tenang aja, Juan! Aku punya grup chat yang bisa tahu di mana posisi mereka, tinggal tanya nanti salah satu dari mereka pasti ada yang menjawab."Kalau sudah begini Juan jadi sedikit lega. Ia pun segera mengakhiri panggilan telepon tersebut dan sudah mengatakan sebelumnya kalau akan menghampiri Kania. Dengan pergerakan cepat ia pun turun dari ranjangnya dan bersiap-siap untuk menuju ke private villa tempat Kania. Setelah melangkah ke private villa tempat Kania tidur, dengan gerakan perlahan Juan mengetuk pintu private villa tersebut. Tak lam
Setelah Kania beristirahat sejenak untuk mengatur napasnya yang terengah akibat kegiatan tadi, ia lantas bangkit dari ranjangnya dan melangkah menuju ke kamar mandi. "Mau ke mana?" tanya Juan."Kamar mandi, bersihin ini!" Kania menunjuk cairan milik Juan yang tadi muncrat di atas perutnya.Juan mengangguk, membiarkan Kania untuk membersihkan sisa pergulatan tadi. Sementara Juan masih merebahkan dirinya di atas ranjang, memberikan kesempatan pada sahabat karibnya di bawah sana untuk beristirahat. "Sabar, ya ... nanti lanjut lagi, masih ada Ralin yang pastinya nanti minta dipuasin juga," ucapnya kepada miliknya yang kini sedang menciut setelah aktivitas tadi.Kania pun terlibat keluar dari kamar mandi, ia tampak mengeringkan tubuhnya yang basah menggunakan handuk."Mandi?" tanya Juan. "Enggak, cuma dibilas aja." "Nanti mandi bareng aku, ya!" tawar Juan.Kania terkekeh mendengar penawaran dari Juan barusan. "Kenapa?" tanya Juan yang tak paham kenapa Kania malah terkekeh seperti itu.
"Sayang, kenapa dari tadi kamu bawaannya cuma rebahan aja, sih? Padahal kan kamu yang ajakin buat staycation ke sini," keluh Ralin kepada suaminya."Capek, Honey!" ucap Juan dengan malas sambil berganti posisi tidur."Capek? Capeknya ngapain? Dari tadi kerjaan kamu cuma tidur, diajakin jalan-jalan malah nggak mau. Kita ke sini kan biar punya quality time berdua, Sayang!"Mata Juan masih terpejam, ia lantas menghela napasnya sejenak. "Kamu yang buat mood-ku jadi jelek," gumamnya.Ralin mengernyit. "Maksudnya?""Ngapain juga mesti ajakin teman-teman kamu, sih? Aku sengaja mengajak kamu untuk staycation berduaan bukan ramai-ramai seperti sekarang ini.""Ini kebetulan aja teman-teman waktu itu lagi ngomongin masalah staycation di grup chat, jadi aku iseng aja ajakin mereka untuk ikut ke sini. Nggak apa-apa, kan?" Juan lantas membuka kedua matanya, jujur saja ada rasa malas tetapi ada rasa puas juga karena Juan bisa bertemu dengan Kania secara diam-diam. Beruntung saja Ralin sedang pergi
Ralin memutuskan untuk pergi ke private villa Kania, daripada dirinya bosan karena ditinggal tidur oleh Juan. Ia mengetuk pintu villa Kania, berharap sahabatnya itu segera membukakan pintu untuknya.Tak berselang lama pintu pun terbuka, terlihat sosok Kania langsung memberi senyum manis kepada Ralin."Kenapa, Ral?" tanya Kania."Boleh masuk, kan? Biar ada teman ngobrol," kata Ralin yang kemudian nyengir lebar.Kania mengangguk perlahan. "Boleh, dong! Ayo masuk ...." Ralin pun masuk ke dalam villa tersebut, ia lantas duduk di kursi yang memang tersedia di villa tersebut."Suami kamu mana? Kenapa sendirian?" tanya Kania memulai obrolan.Ralin menghela napas sejenak. "Tidur, dia bawaannya memang tidur melulu, padahal dia yang tawarin buat staycation.""Mungkin dia capek!" jawab Kania, jelas saja Kania tahu kalau Juan kelelahan."Mungkin, biasanya kalau weekend dia memang suka rebahan. Makanya aku ke sini daripada bosen nggak ada teman ngobrol, aku tahu kalau kamu pasti kesepian juga."
Sesuai dengan yang Ralin pikirkan kalau bertemu dengan keluarga Juan adalah ujian mental untuknya. Bukannya Ralin tak suka kalau berkumpul dengan sanak saudara, yang jadi masalah adalah ketika Ralin menjadi topik utama perbincangan.Pertanyaan yang paling utama adalah, mengapa Ralin belum hamil?Ralin sampai harus memasang senyum palsu terus-terusan di depan semua keluarga Juan, beruntung saja sudah ada mama Juan yang kali ini menjadi juru bicara, jadi Ralin mempersilahkan waktu dan tempatnya untuk ibu mertuanya itu."Kamu kenapa, Honey?" tanya Juan saat menyadari kalau istrinya mulai resah dan gelisah tak karuan."Umm .. anu, apa kita boleh pulang duluan aja?" tanya Ralin."Mau pulang sekarang?""Ya kalau boleh, sih!" kata Ralin sedikit ragu."Boleh, ayo kita pulang. Sebentar, kita harus pamitan dulu sama yang lainnya." Juan akhirnya mengajak Ralin untuk berpamitan dari tempat itu. Beruntungnya Ralin karena sanak saudara Juan semua tak ada yang menghalangi mereka untuk pulang, termasu
Juan melirik sekilas ke arah istrinya yang sudah kembali tertidur, oke aman! Ia pun akhirnya membuka pesan dari Kania lewat aplikasi chat yang jarang ia pakai agar Ralin tak curiga. Nama Kania juga sudah disamarkan menjadi Johan, sebenarnya lucu, nama Johan tetapi yang dibahas dengan Juan kebanyakan omongan mesum seputar ranjang.[Ralin tidur, dia lagi nggak enak badan.] Juan.[Kamu gempur dia semalam di villa? Sampai nggak enak badan gitu.] Kania/Johan.[Enggak juga, mungkin kondisi dia aja yang memang lagi nggak bagus. Kenapa? Kamu mau gantiin posisi dia sebentar?] Juan.[Besok, ok?] Kania/Johan.[Pulang kerja mampir sebentar di apartemen khusus kita.] Juan.[Ok ....] Kania/Johan.[Vc bentar, dong!] Juan.[Terus Ralin? Nanti lihat kita, nggak?] Kania/Johan.[Bentar, aku pindah dulu ke tempat aman!] Juan.Juan pun hendak mencari tempat aman, pikirannya tertuju pada kamar satunya lagi yang ada di apartemennya. Ia pun membiarkan Ralin untuk beristirahat sendiri di dalam kamarnya.Denga
Juan terbangun di pagi hari dan langsung meraba-raba bagian samping ranjangnya. Kosong, tak ada sosok Ralin di sebelahnya. Ia pun akhirnya bangkit dari ranjang, lalu mencari sosok istrinya itu."Ke mana Ralin, ya? Bukannya semalam badannya masih panas?" Bingung Juan mencari sekitar kamar tetapi tidak ada. Ia pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya, begitu ia keluar dari kamar suatu pemandangan langka langsung tersaji di hadapannya. Ralin terlihat sedang sibuk di dapur, ia ditemani oleh para asisten rumah tangga. Terlihat istrinya itu sedang sibuk memasak sambil sesekali bertanya kepada asisten rumah tangganya.Juan jadi terenyuh melihat kejadian di depan mata tersebut, rasanya sayang sekali kalau tak disaksikan. Senakal apa pun Juan di luar sana, tetapi dalam hatinya ia tetap menyayangi Ralin, baik dan buruknya selalu ia terima biarpun kadang memang bikin kesal."Sayang, kamu udah bangun?" sapa Ralin begitu menyadari kalau ada Juan yang memperhatikannya. "Udah!" jawab Juan, ia pun