Kalau Perusahaan Farmasi Hokada tidak bangkrut, Jerico juga tidak akan berani "memamerkan" wanita simpanannya secara terang-terangan seperti itu.Setelah berpikir demikian, Vani menatap Rhea dengan ekspresi bersalah dan berkata, "Aku dan ayahmu telah bersalah padamu, membiarkanmu menanggung kesedihan sedalam itu seorang diri. Selama ini, hidupmu pasti sangat sulit, bukan?"Rhea menggelengkan kepalanya, sekarang dia sudah tidak sesedih seperti saat dia baru mengetahui perselingkuhan Jerico."Aku baik-baik saja. Kala itu, aku yang bertaruh dia nggak akan mengkhianati cinta kami. Kini, aku hanya kalah bertaruh."Dia tidak menyesali pilihannya kala itu, karena dia telah memilih Jerico yang mencintainya, bukan seorang pria pembohong seperti sekarang ini."Nggak apa-apa. Kelak, aku bisa bertemu dengan orang yang lebih baik."Rhea tersenyum. Bisa bertemu dengan orang yang lebih baik atau tidak, dia tidak peduli lagi. Sekarang yang dia inginkan hanyalah bercerai dan mendapatkan aset yang sehar
Rhea mengerutkan keningnya dan menatap pria itu dengan ekspresi tidak senang. "Seharusnya aku nggak perlu melaporkan padamu aku makan bersama siapa, bukan?"Kilatan muram melintas di mata Jerico, suaranya juga merendah."Rhea, aku bukan ingin mengawasimu, aku hanya ingin terlibat dalam kehidupanmu.""Oh? Sebenarnya kamu ingin terlibat dalam kehidupanku, atau merasa bersalah karena takut ketahuan membawa Stella menghadiri perjamuan makan?"Pupil mata Jerico sontak mengecil seketika, hatinya juga mencelus. Benar saja, Rhea sudah melihatnya."Hari ini, aku pergi menemui klien. Dia yang bertugas berinteraksi dengan klien itu sebelum kupecat. Dia lebih tahu jelas situasinya. Karena itulah, aku membawanya untuk menghadiri perjamuan makan itu. Aku nggak memberitahumu karena takut kamu salah paham."Rhea tertawa pelan dan berkata, "Memangnya kamu masih perlu takut aku salah memahami hubungan kalian?""Rhea, aku bersumpah padamu, sekarang aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengannya. Terlebih
"Masalah ini cukup rumit. Intinya, kamu nggak perlu memedulikan hal ini. Aku akan menanganinya sendiri."Setelah memutuskan sambungan telepon, melihat komentar-komentar makian di kolom komentar yang bertambah secara signifikan, ekspresi Rhea berubah menjadi makin dingin.Di sisi lain, begitu sampai vila, Jerico juga sudah menerima panggilan telepon dari Yurik."Pak Jerico, nggak tahu siapa yang mengunggah video ayah Rani berlutut di hadapan Nyonya. Sekarang para netizen sedang melontarkan komentar-komentar pada Nyonya, bagaimana kalau kita menghapus video itu?"Sorot mata Jerico berubah menjadi muram. Setelah terdiam sejenak, dia baru berkata dengan suara dalam, "Nggak perlu, biarkan saja video itu tetap di sana. Setelah dia datang mencariku, baru kita tangani."Belakangan ini, dia sudah terlalu memanjakan Rhea, sampai-sampai wanita itu berani bersikap sedingin itu padanya.Kebetulan sekali, dia bisa memanfaatkan kasus kali ini untuk mengembalikan dirinya kembali ke posisi semula.Begi
Setelah melihat komentar-komentar makian yang ditujukan pada dirinya itu, Janice hampir mencengkeram layar ponselnya hingga rusak saking kesalnya.Dia tidak menyangka dari awal Rhea sudah bersikap waspada terhadap Gozeus. Sekarang, dia bukan hanya gagal menjatuhkan reputasi Rhea, melainkan melibatkan dirinya sendiri dalam masalah.Setelah berpikir demikian, dia buru-buru menghubungi pemilik akun sebelumnya itu dan menginstruksikan pemilik akun untuk menghapus video tersebut.Namun, informasi yang dia peroleh adalah akun pria itu telah diblokir, tidak bisa diakses sekarang.Hati Janice langsung mencelus. Bagaimana mungkin ada kejadian yang begitu kebetulan seperti ini? Rhea baru saja mengunggah rekaman suara itu, akun pria tersebut sudah bermasalah.'Apa mungkin ... Jerico sudah mengambil tindakan?'Makin memikirkannya, Janice makin panik.Kalau sampai ketahuan dirinya adalah dalang di balik semua itu, maka tamat sudah riwayatnya.Dia bergegas pergi ke ruang baca untuk menemui Zuis. Sek
"Aku sedang menggerakkan relasiku, seharusnya dalam dua hari ini, masalah sudah bisa terselesaikan."Kilatan senang melintas di mata Janice. "Terima kasih, Ayah!""Jangan terlalu cepat senang. Kalau kamu mengulanginya lagi, aku nggak akan memedulikanmu lagi.""Aku sudah mengerti, Ayah. Kalau begitu, aku akan kembali ke kamarku dan tidur dulu. Ayah juga tidur lebih awal, ya."Janice berbalik dan hendak pergi, tetapi tiba-tiba dia mendengar Zuis berkata dengan nada tajam, "Janice, sebaiknya kamu nggak mendengar hal-hal yang nggak seharusnya kamu dengar. Kalau nggak, jangan salahkan aku nggak mempertimbangkan hubungan ayah dan anak antara kita lagi."Menyadari nada bicara memperingatkan dalam ucapan ayahnya, Janice menggigit bibirnya sejenak. Kemudian, dia menoleh, menatap ayahnya dengan ekspresi kebingungan."Ayah, apa maksud Ayah aku mendengar apa yang nggak boleh aku dengar? Mengapa aku nggak mengerti?"Zuis menatap putrinya dengan tatapan dingin. Melihat sorot mata kebingungan Janice,
Pria itu merasa seperti sosok pemimpin dalam pernikahan mereka. Jadi, begitu mengetahui Rhea telah menyelesaikan sendiri masalah opini publik itu tanpa meminta bantuannya, dia merasa malu sekaligus marah, sampai-sampai menghubungi Rhea untuk menyalahkan Rhea.Namun, sosok Jerico delapan tahun yang lalu, tidak akan menunggu Rhea tunduk dan meminta bantuan terlebih dahulu, melainkan akan melindunginya dengan segenap jiwa dan raga.Di saat pria itu berusia dua puluh delapan tahun, pria itu sudah menjadi sosok yang berbeda dengan dirinya saat berusia dua puluh tahun.Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah, matanya memerah lagi.Suasana di ujung telepon hening seketika, saking heningnya hanya suara napas mereka berdua saja yang terdengar.Setelah hening selama lebih dari satu menit, Jerico tetap tidak berbicara.Rhea juga tidak menunggu lebih lama lagi, melainkan berinisiatif untuk memutuskan panggilan telepon.Sambil mengusap-usap matanya yang memerah, Rhea tertawa getir.Dia benar-benar t
Ekspresi Jerico menegang, amarah bergejolak dalam hatinya, karena dia tahu Sizur adalah tipe orang yang bisa melakukan apa yang dia katakan. Bagaimanapun juga, pria itu tidak pernah peduli padanya.Pada akhirnya, dia menghubungi Yurik dan berkata dengan dingin, "Yurik, untuk sementara waktu ini, nggak perlu sentuh Zuis dulu."Setelah memutuskan panggilan teleponnya, dia menatap Sizur dengan sorot mata dingin."Kamu sudah boleh pergi sekarang juga."Sorot mata Sizur berubah menjadi muram. "Suatu hari nanti, kamu akan tahu aku melakukan semua ini untukmu."Jerico tidak menanggapi ucapan pria itu. Dia langsung mengambil sebuah dokumennya dan mulai melihat-lihat dokumen tersebut, seolah-olah tidak mendengar ucapan pria itu.Melihat ekspresi dinginnya, kilatan dingin melintas di mata Sizur. Dia segera berbalik dan pergi.Awalnya Yurik memang sudah dalam perjalanan menuju anak perusahaan itu. Setelah menerima panggilan telepon dari Jerico, dia merasa keheranan, tetapi dia hanya bisa berbalik
Saat Jerico tiba di rumah sakit, Rhea baru sadar belum lama.Karena mengalami guncangan otak ringan, begitu dia membuka matanya, dia merasa segala sesuatu di hadapannya seperti berputar-putar, sampai-sampai membuatnya merasa mual dan ingin muntah. Jadi, dia terpaksa memejamkan matanya dan berbaring.Merasakan ada orang yang duduk di samping ranjang bangsalnya, dia mengira Weni yang tadinya pergi untuk menebus obat sudah kembali."Weni, aku merasa sangat mual, ingin muntah ...."Melihat keningnya berkerut, wajahnya pucat pasi, serta keringat dingin yang bercucuran di keningnya, Jerico merasa sangat sedih. Dia buru-buru mengambil tisu di samping untuk menyeka keringat di kening wanita itu.Saat Jerico makin mendekat dengannya, dia bisa menghirup aroma tubuh pria itu dengan jelas. Saat itu juga, dia langsung membuka matanya.Begitu melihat orang yang berada di hadapannya benar-benar adalah Jerico, Rhea langsung memalingkan wajahnya dan berkata dengan nada jijik, "Jangan menyentuhku."Soro
Ekspresi Arieson langsung membeku. "Kapan kamu mengetahuinya?"Rhea berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Saat kamu pergi ke restoran pasangan dengannya."Keduanya terdiam. Saking heningnya, mereka bisa mendengar napas satu sama lain.Belasan detik kemudian, melihat pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan bicara, Rhea langsung berbalik, membuka pintu mobilnya, berencana untuk masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja.Tiba-tiba, Arieson menggenggam pergelangan tangannya."Rhea, salahku karena nggak memberitahumu hal ini. Maaf."Rhea menoleh menatapnya. Di bawah kegelapan malam, dia tidak bisa melihat ekspresi pria itu dengan jelas.Dia langsung menarik tangannya dan berkata, "Kalau kamu ingin balikan dengannya, aku bisa pindah malam ini juga."Arieson mengerutkan keningnya. "Aku nggak berencana untuk balikan dengannya. Aku nggak memberitahumu hal ini karena takut kamu salah paham. Aku tahu jelas orang yang kusukai sekarang adalah kamu."Rhea merasa ucapan Arieson agak konyol, di
Saat ini, Arieson sedang berjalan menghampirinya dengan perlahan sambil tersenyum.Namun, indranya yang tajam bisa merasakan saat ini suasana hati Arieson sangat buruk.Gerald menoleh, mengikuti arah pandang Rhea. Saat tatapannya bertemu dengan tatapan Arieson, secara naluriah dia menyipitkan matanya.Sepertinya pria ini memancarkan aura permusuhan yang sangat besar terhadap dirinya.Arieson langsung duduk di samping Rhea, lalu berkata sambil tersenyum, "Rhea, kamu makan bersama kakakmu, mengapa kamu nggak memberitahuku? Aku bisa datang bersamamu."Gerald juga mengalihkan pandangannya ke arah Rhea, lalu berkata dengan sorot mata kebingungan, "Ini adalah?"Ditatap oleh dua orang pria pada saat bersamaan, Rhea mengerutkan keningnya. Saat dia hendak memperkenalkan mereka pada satu sama lain, Arieson sudah mengalihkan pandangannya ke arah Gerald sambil tersenyum."Halo, Tuan Gerald, aku adalah Arieson, pacar Rhea, juga presdir Perusahaan Teknologi Hongdam."Sorot mata Gerald berkedip, dia
"Lama nggak bertemu."Gerald berjalan menghampiri Rhea, menundukkan kepalanya untuk menatap wanita itu. Dengan seulas senyum menghiasi wajahnya, dia berkata, "Hmm, lama nggak bertemu."Kalau dihitung-hitung, mereka berdua sudah tidak bertemu sekitar lima atau enam tahun, juga sangat jarang menghubungi satu sama lain, jadi Rhea merasa agak canggung."Ayo masuk dulu."Setelah duduk di dalam restoran dan memesan makanan, Rhea baru menatap pria itu dan berkata, "Mengapa kamu tiba-tiba berencana untuk mengembangkan kariermu di dalam negeri. Aku dengar dari Bibi Vani, gajimu di luar negeri cukup tinggi. Kalau kamu bekerja di sana beberapa tahun lagi, seharusnya kamu sudah bisa menetap di luar negeri, bukan?"Melihat sosok wanita yang sangat dirindukannya kini berada tepat di hadapannya, Gerald hampir melamun.Dia mengalihkan pandangannya dengan tenang, lalu berkata dengan suara rendah, "Aku nggak terbiasa dengan makanan di luar negeri."Rhea agak terkejut, sangat jelas tidak terlalu percaya.
"Tuan Besar Thamnin, ada urusan apa kamu datang mencariku?"Melihat sikap Rhea yang tidak merendah, juga tidak arogan itu, Tuan Besar Thamnin mengerutkan keningnya, berkata dengan nada bicara arogan, "Sebut saja harganya, selama kamu bersedia melepaskan Sizur."Rhea menatap pria itu dengan ekspresi acuh tak acuh. "Kamu berencana memberi berapa?""Itu tergantung berapa yang ingin kamu minta. Kejadian itu sudah berlalu selama bertahun-tahun. Biarpun kamu benar-benar memasukkan Sizur ke penjara, aku juga punya cara untuk mengeluarkannya. Keras kepala nggak ada untungnya untukmu."Rhea bangkit, lalu berkata dengan nada bicara tanpa gejolak emosi, "Karena kamu sudah berbicara demikian, kita juga nggak perlu membicarakan hal ini lagi."Raut wajah Tuan Besar Thamnin langsung berubah menjadi sedingin es. "Apa maksudmu?""Nggak bermaksud apa-apa. Aku hanya merasa kita nggak akan bisa mencapai kesepakatan. Aku masih ada kerjaan, pergi dulu."Selesai berbicara, Rhea langsung berbalik dan pergi.M
Arieson menatap wanita itu tanpa ekspresi dan berkata, "Erika, kamu bukanlah tipe orang yang akan memainkan trik-trik seperti ini."Tangan Erika yang terulur terhenti sejenak. Kemudian, dia menarik kembali tangannya, lalu berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Dulu kamu juga nggak akan menolakku.""Sudah kubilang, aku sudah punya pacar."Erika menatap pria itu, berkata dengan penuh penekanan, "Apa kamu mencintainya?"Melihat Arieson terdiam, tidak mengucapkan sepatah kata pun, akhirnya Erika merasakan sedikit kepercayaan diri."Lihatlah, kalau kamu mencintainya, kamu pasti akan mengakuinya tanpa ragu."Arieson mengerutkan keningnya dan berkata, "Erika, aku nggak mengakuinya hanya karena nggak ingin menyakitimu."Senyuman di wajah Erika langsung membeku. Beberapa saat kemudian, dia berkata dengan suara rendah, "Walau kamu mencintainya, juga nggak masalah. Kamu pasti akan jatuh cinta kembali padaku."Awalnya Arieson ingin mengatakan dia tidak akan jatuh cinta kembali pada wanita itu, ka
Ucapan ini adalah bentuk isyarat yang sudah sangat jelas antara pria dan wanita dewasa.Arieson berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Sudah larut, nggak perlu lagi. Kamu istirahatlah lebih awal."Erika agak kecewa, tetapi dia tetap memaksakan seulas senyum, mengangguk dan berkata, "Oke, kalau begitu, hati-hati di jalan, ya."Saat Arieson kembali ke vila, sudah jam sepuluh lewat malam.Dia baru saja berganti sepatu dan berjalan memasuki ruang tamu, pelayan sudah menghampirinya dan berkata, "Tuan Muda, malam ini Nona Rhea menunggumu pulang makan malam sangat lama. Pada akhirnya, dia langsung naik ke atas tanpa makan malam.""Oke, aku mengerti, kamu istirahat saja dulu.""Baiklah."Arieson menggulung lengan jasnya, lalu pergi ke dapur untuk membuat semangkuk mi dan membawakannya ke lantai atas.Mendengar suara ketukan pintu, Rhea mengira itu adalah pelayan vila. Dia segera bangkit untuk membuka pintu.Begitu melihat sosok bayangan yang tinggi di hadapannya itu, dia tertegun sejenak. Kem
Kalau mereka bukan mengunjungi restoran pasangan, kalau mereka bukan duduk di sisi yang sama di meja makan, kalau Arieson tidak mengambilkan sayuran untuk wanita itu, mungkin ... dia masih bisa membohongi dirinya sendiri bahwa wanita itu adalah mitra Perusahaan Teknologi Hongdam.Dia mematikan layar ponselnya, menundukkan kepalanya, ekspresinya tampak muram.Saat dia melihat foto tersebut, dia sempat terdorong untuk menelepon Arieson, mempertanyakan pria itu. Namun, pada akhirnya dia tetap tenang kembali.Dia juga hanya memanfaatkan Arieson. Biarpun pria itu benar-benar menjalin hubungan tidak jelas dengan wanita lain, apa haknya untuk mempertanyakan pria itu?Lagi pula, bukankah dia juga tidak berencana untuk bersama pria itu selamanya?Ponselnya kembali berbunyi, Weni mengirimkan beberapa pesan untuknya.[Aku sudah meminta orang untuk menyelidiki wanita itu. Nama wanita itu adalah Erika Kilbis, cinta pertama Arieson. Setelah dia mendapatkan beasiswa penuh, dia pergi ke luar negeri un
Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah, lalu berkata dengan perlahan, "Nggak apa-apa. Kamu semalaman nggak pulang ke vila, aku hanya ingin menanyakan apa urusanmu sudah selesai ditangani."Orang di ujung telepon hening sejenak sebelum terdengar suara rendah Arieson. "Sudah hampir selesai ditangani, malam ini aku akan pulang."Tanpa Rhea sadari, cengkeramannya pada ponselnya makin erat. "Oke, kalau begitu nanti malam kita makan malam bersama.""Hmm, tunggu aku pulang."Setelah mengakhiri panggilan telepon, Arieson mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang tengah duduk di seberangnya sambil menangis. Dia berkata dengan dingin, "Erika, hubungan kita sudah berakhir, nanti aku akan memesan tiket pesawat untukmu."Pergerakan menyeka air mata Erika terhenti. Dengan berlinang air mata, dia menatap Arieson dan berkata, "Aku nggak mau! Kali ini aku sudah pulang, aku nggak berencana untuk pergi lagi."Arieson mengerutkan keningnya, hawa di sekelilingnya berubah menjadi sedingin es."Terserah k
Arieson mengusap-usap kepalanya, berkata dengan suara rendah, "Nggak bisa membuatmu memercayaiku sepenuhnya, itu artinya aku masih kurang baik."Rhea mendongak, menatap pria itu. Saat dia hendak berbicara, tiba-tiba ponsel Arieson berdering."Kamu sudah mengubah nada deringmu?"Dulu Rhea sudah pernah mendengar nada dering ponsel Arieson, sepertinya berbeda dengan nada dering hari ini.Arieson tidak berbicara, dia mengambil ponselnya dan berjalan ke samping sebelum menjawab panggilan telepon tersebut.Tidak tahu mengapa, hati Rhea diliputi oleh kegelisahan, keningnya juga berkerut.Tak lama kemudian, Arieson sudah mengakhiri panggilan telepon itu, lalu berbalik dan berjalan menghampirinya."Aku ada sedikit urusan, perlu keluar sebentar, kamu tidur saja dulu."Selesai berbicara, dia berbalik, hendak pergi. Secara naluriah, Rhea menarik tangannya."Apa urusan itu sangat penting? Bisakah kamu tetap di sini untuk menemaniku ... aku ...."Rhea juga tidak tahu harus menggunakan alasan seperti