"T-tidak. Lanjutkan saja. Aku ... Hanya perlu beradaptasi," jawab Berlian. Luke terdiam beberapa saat. Memandang istrinya yang terus menghindari pandangan Luke. Luke sedikit kecewa melihat reaksi istrinya itu. Berbeda kala Luke menyamar menjadi Zee. Berlian tanpa ragu menatap Zee. Tapi sekarang, istrinya seakan jijik melihatnya. 'Ya, dia tidak pernah benar-benar menerimaku. Dia hanya melaksanakan tugasnya sebagai istri.' pikir Luke. "Aaa ... Pa-Paman ... Sakit sekali!" Berlian mencengkram sprei merasakan benda tumpul itu mencoba mendobrak lembah kerinduannya sekali lagi. Tetapi ini lebih kasar. Luke tersenyum sinis, mengusap pipi istrinya. "Tahan, nanti sakitnya juga akan hilang," ujar Luke, mendorong pinggulnya lebih kuat ke dalam diri Berlian. Sontak terdengar ada sesuatu yang robek di dalam sana. Luke merasakan jika dinding lembah istrinya berdenyut. Berlian kesakitan, tetapi Luke tidak peduli. Dia merasakan sakit, perasaannya perih. Melihat bagaimana perbedaan dirinya
"Paman, aku datang untuk bukti yang kau sembunyikan," kata Luke dengan suara rendah, setiap kata terdengar seperti ancaman terselubung. Langkah kakinya mantap saat ia memasuki ruang kerja Galen, seolah-olah tempat itu adalah miliknya.Galen, yang tengah duduk di kursinya dengan secangkir bourbon di tangan, menatap Luke dengan pandangan penuh kebencian. "Berani sekali kamu datang mengunjungiku setelah mengahajarku habis-habisan!" suaranya bergetar dengan kemarahan yang ditahan.Luke tetap berdiri tegak di depan meja kerja Galen, tidak diizinkan untuk duduk. Wajahnya tenang, namun mata kelabunya menyimpan badai. "Jika malam itu Kakek tidak datang, bukan saja wajahmu yang aku buat babak belur, Paman. Bahkan isi perutmu mungkin sudah aku keluarkan," jawab Luke dengan nada datar, namun mengandung ancaman mematikan.Brak!Galen menggebrak meja dengan keras, membuat cangkir bourbonnya hampir tumpah. Wajahnya merah padam, amarahnya memuncak. "Luke Kendrick, meskipun saat ini kamu sudah menjad
"T-tidak mungkin...." Berlian menatap video itu dengan air mata menitik membasahi layar ponsel.Ia sesenggukan, pundaknya bergetar saat melihat Luke ada di tempat kejadian. Biarpun video itu samar, ia sangat kenal dengan pakaian yang pria di dalam video itu kenakan, itu blazer suaminya. Luke berdiri di tepian jurang, menatap jurang di mana mobil kedua orang tua Berlian terjatuh. Tidak ada orang, hanya Luke dan seorang pria yang tidak Berlian kenali."Oh... Tuhan, kuat-kuat aku menepis semua prasangka dan masih mencoba untuk mempercayai suamiku sendiri. Padahal, jelas-jelas aku mendengar pengakuan itu dari mulutnya. Apa aku memang mempunyai perasaan serapuh ini? Sampai detik ini aku masih berharap jika bukan Luke pelakunya," batin Berlian, dilema.Perasaan Berlian tak bisa digambarkan lagi. Semua rasa sakit, kecewa, dan sedih bercampur menjadi satu. Kakinya lemas, seakan kedua kakinya itu tak lagi dapat menahan berat tubuhnya."Andrew, ini bohong, 'kan?" ucap Berlian dengan suara ber
"Bingo! Akhirnya!" teriak Juju, matanya bersinar dengan semangat kemenangan. Keceriaan di wajahnya tidak bisa disembunyikan.Selena, dengan gerakan anggun, melangkah mendekat, meletakkan lengannya di bahu Juju. Sentuhan lembut itu seperti memanaskan suasana di sekitar mereka. "Why? Kenapa kamu terlihat sangat gembira, Sayang?" tanyanya dengan nada menggoda, membisikkan kata-kata itu sambil menempelkan pipinya di punggung Juju."Sweetheart," Juju memanggil dengan nada lembut namun penuh arti, mengelus lembut bahu Selena. "Mereka ini seperti anak-anak yang bermain di taman, tidak tahu apa-apa tentang permainan sebenarnya."Ketika laporan dari Andrew datang, Juju seakan-akan melayang di udara, saking senangnya. Sepupunya yang satu itu, Berlian, akhirnya berhasil dia tarik keluar dari pengawasan Luke. Sekarang dia bisa mengatur segala sesuatu sesuai kehendaknya, dan yang terpenting, memberikan doktrin yang diperlukan untuk membuat Berlian patuh."Apa yang selanjutnya kita lakukan, Dear?"
"Tuan, ada kabar buruk." Ethan melepaskan kacamata, dia menatap David dengan alis mengerut. "Kabar buruk? Apa yang terjadi?" "Laporan yang saya terima dari Julius, jika Luke bertemu dengan Galen. Dan kabarnya, nyonya muda Berlian bertemu dengan Andrew," lapor David. Vania yang duduk di sebelah kiri Ethan terperangah. Wanita sepuh itu berdiri dalam sekejap, kepanikan pun mulai merayap. "Apakah Luke tidak memberikan pengawasan dan pengawal untuk Berlian?!" tanya Vania. David membungkuk hormat. "Maaf, Nyonya. Luke memiliki urusannya sendiri. Nyonya muda mengancam akan melakukan tindakan ekstrem jika tidak diizinkan keluar. Luke sedang fokus pada pertemuannya dengan Galen, jadi pengawasan terhadap Berlian kurang ketat." Ethan menghela napas panjang, rasa kecewa jelas tergambar di wajahnya yang sudah terdapat garis usia senja. "Galen. Ternyata penyidik sialan itu masih belum terima dengan kematian kakaknya," gumam Ethan. Vania yang sudah kacau mencengkram lengan suaminya. "Aku
"Bagaimana keadaan Berlian?" tanya Juju. Pria itu menatap layar monitor yang berjejer di hadapannya dengan wajah dingin tanpa ekspresi kala mendengar suara derap high heels yang beradu dengan lantai. Selena tersenyum tipis, bibir wanita itu memperlihatkan sesuatu yang tampak memuaskan. "Dia masih gelisah, tapi aku yakin kita bisa mengendalikannya, Dear. Ternyata, dia masih sangat muda, ya!" ucap Selena, melangkah ke arah Juju dan duduk di pangkuan pria itu. Juju mengusap lembut pipi Selena, wanita yang hanya ia manfaatkan demi rencana-rencananya. "Baby, kamu sudah melakukan pekerjaan dengan sangat baik," puji Juju, mengecup singkat bibir Selena. "Jadi, apa yang selanjutnya aku lakukan? Apa kamu ingin menemui Berlian sekarang?" tanya Selena, jemari lentiknya mengelus rahang tegas Juju. "Aku akan menemui sepupu bodohku itu. Kamu, siapkan beberapa bukti untuk kita tunjukkan kepada Berlian." "Okay." Selena tersenyum, "Aku akan segera mengurusnya." ___ Berlian duduk di
"Tidak mungkin... Luke? Balas dendam?" Berlian tergagap, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. Hati Berlian berdebar kencang mendengar penjelasan Juju. Ia merasa seperti ada angin kencang yang merobohkan dirinya. Tubuhnya gemetar, matanya penuh embun air mata. Juju tersenyum dingin. "Ya, Berlian. Luke ada di sini hanya untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak keluargamu dari dalam, termasukmu. Sekarang kamu mengerti mengapa dia menikah denganmu?" Kemarahan bergemuruh di dalam dada Berlian. Ia sudah hancur, dan kali ini lebih dari sekedar hancur. Berlian menatap Juju, ingin meminta penjelasan yang selama ini tak ia ketahui. "Pa-Paman, jadi ini alasannya kamu membenci Luke? Apakah hanya aku yang tidak tahu rahasia ini? Apakah kakek tahu?" tanya Berlian dengan suara bergetar. Juju tersenyum, dalam hatinya bersorak gembira. Jebakan yang sempurna, bukan? "Maaf, Lian. Aku bukannya ingin mengadu domba. Aku sebenarnya peduli padamu, aku kasihan karena Paman
“Kau ini wanita gangguan jiwa yang menyedihkan, Berlian!” hina Selena dengan suara tajam. “Kau pikir kau siapa, berani melawan kami? Dasar bodoh!" Selena menatap Berlian dengan pandangan meremehkan, seringai sinis terlukis di wajahnya. Hinaan itu membuat darah Berlian mendidih. Dengan mata berapi-api, ia balas menatap Selena. “Kau tidak tahu apa-apa tentang diriku, Selena!” balas Berlian sambil melangkah maju. “Aku ke sini hanya ingin kebenaran. Dan jika kau dan Juju tidak merasa bersalah, kenapa kita tidak duduk bersama Luke agar semua rahasia kelam keluargaku bisa terungkap tanpa ada satu pun yang dicurigai?" ujar Berlian dingin. Selena tertawa sinis, suaranya penuh dengan tawa mengejek. “Kebenaran? Kamu pikir kamu bisa menang dengan mencari kebenaran? Harus kau ketahui, Berlian, Luke adalah pria yang tak lebih baik darimu. Kau itu wanita paling bodoh yang pernah ada! Hanya kamu yang mau dibohongi oleh Luke!” ejek Selena. Kemarahan Berlian memuncak. Tanpa berpikir panjang, ia m