"Michael, jangan macam-macam kau!" Sekali lagi Moon berteriak. Bagaimana tidak, Michael membaringkannya di ranjang sambil menoleh ke bagian dadanya sekilas sekarang. Tak hanya itu, pria tersebut melempar senyum penuh arti, yang membuat bagi siapa pun yang melihat akan salah paham. Sebuah senyuman yang tak bisa dijabarkan Moon sama sekali saat ini. Michael tak menjawab, malah memajukan wajahnya ke wajah Moon. Moon makin panik, jantungnya berdetak sangat kencang tatkala hembusan napas Michael mengenai wajah tirusnya sekarang. Tangan kurusnya lantas bergetar pelan tengah berusaha mendorong dada Michael. "Kau m—au apa?" tanya Moon gugup, buru-buru menutup mata kemudian dengan cepat menggerakkan kepalanya ke samping. Moon dilanda panik dan ketakutan. Siapa pria ini? Datang ke dalam kehidupannya bak malaikat dan iblis secara bersamaan.Tak dapat dipungkiri, pria dewasa di atasnya sekarang, memiliki pesona yang tak bisa diabaikan. Wajah tampan Michael sangat berkharisma dan menawan. T
Mata Jason tampak berkaca-kaca. Air mata pun perlahan mulai mengalir dari pelupuknya seketika. Dorongan tersebut membuat kedua kaki mungilnya tergores dan mengeluarkan darah sedikit. Tidak hanya itu, pipinya pun terlihat merah akibat tamparan sosok tersebut. Secepat kilat Jason menegadahkan kepala, melihat seseorang yang dicari ternyata berada di luar, Rita, sang pemilik kedai. "Madam Rita, apa salahku?" tanya Jason, suaranya terdengar bergetar. Luka di kakinya terasa amat perih hingga membuat air mata mengalir dengan sangat deras sekarang. Meskipun, mempunyai sikap yang terlihat kuat di luar, Jason tak dapat menahan rasa sakit yang menjalar kedua kakinya sekarang. Terlebih, dia baru pertama kali mendapat perlakukan kasar dari Rita. Selama ini, Jason hanya dapat melihat dari kejauhan perlakuan Rita terhadap mamanya. Rita kerap kali membentak Moon, termasuk karyawan lainnya. Bukan hanya itu, wanita berambut panjang ikal itu suka sekali berbuat sesuka hatinya. Jika ditanya apa kesa
Jason dilanda ketakutan tanpa sadar menutup matanya. Namun, keningnya berkerut kuat sekarang kala malah mendengar teriakan Rita. "Argh!" Mata Rita melebar sempurna, dari samping seorang pria melayangkan pukulan ke wajahnya seketika. Rita pun terhuyung-huyung ke belakang. Secepat kilat dia menoleh ke arah si pelaku sambil memegang pipinya yang terasa amat sakit sekarang hingga darah pun mulai mengalir dari sudut bibirnya. Rita menyipitkan matanya sejenak, melihat sosok asing yang tak pernah dia lihat sebelumnya di Juana Diaz, yang ternyata Michael. Michael berdiri dengan rahangnya mengetat kuat dan tangan terkepal erat. Para pengunjung kedai yang melihat kejadian tersebut tampak terkesiap. "Siapa kau!?" tanya Rita, matanya kontan melotot tajam. Michael enggan menyahut, melirik Jason yang saat ini mulai membuka mata. Kobaran di matanya mendadak redup. Melihat Michael ada di hadapannya, Jason langsung tersenyum sumringah. "Paman!" "Kau tidak apa-apa?" tanya Michael lalu menga
Mendengar permintaan tersebut, tubuh lelaki berambut blonde mulai bergetar."Tu—an ...." Sebelah alis mata pria bermata hijau itu lantas terangkat sedikit. "Kenapa? Bukannya katamu dia sudah mati jadi ya tinggal kau penggal saja kepalanya, gampang, 'kan?" Pria itu tak menyahut, malah menundukkan kepala. Saat ini, matanya bergerak ke sana kemari dan keringat dingin pun mulai mengalir dari keningnya. "Kenapa kau diam? Kau tidak berbohong denganku kan kalau adikku sudah mati," imbuh pria bermata hijau itu kembali, seringai tajam terukir pelan di bibir tipisnya sekarang. Setelah berkata demikian, suasana di ruangan mendadak mencekam. Secepat kilat pria berambut blonde itu mengangkat dagu lalu menggelengkan kepalanya cepat-cepat."Tentu saja tidak, Tuan. Aku tidak mungkin membohongi Anda. Tuan Michael benar-benar sudah mati. Aku bisa saja menyanggupi permintaan Tuan tapi perjalanan ke sana menempuh waktu lumayan lama, aku yakin sekali tubuh Tuan Michael sudah membusuk sekarang," balasn
Begitu mendengar teriakan. Michael spontan menjatuhkan barang belanjaan dan berlari kencang menuju kamar Moon. Sesampainya di ambang pintu kamar, Michael mengerutkan dahi. Melihat Moon masih terpejam sambil meminta tolong berulang kali. Sepertinya wanita tersebut tengah mengigau. "Akhirnya Papa dan Abang datang!" Jessica yang berdiri di dekat ranjang sejak tadi. Senyumnya langsung mengembang saat melihat kedatangan Michael dan Jason."Apa yang terjadi?" Michael perlahan menurunkan Jason kemudian melangkah cepat menuju ranjang. Jason pun mengikuti pergerakkan Michael dari belakang. "Mama mimpi buruk lagi Pa," kata Jessica, senyuman gadis kecil itu segera menghilang berganti dengan raut wajah sedih.Jessica sesekali melirik Moon, yang saat ini tak berkicau-kicau lagi seperti tadi. Wanita berambut panjang itu sudah sedikit tenang. "Lagi?" Kerutan di kening Michael bertambah dua kali lipat.Jessica mengangguk lemah. "Iya, benar Paman. Jika sedang sakit Mama pasti akan mengigau dan m
Tak ada sahutan, lelaki berperawakan tinggi itu malah tersenyum jahil. Saat ini, Michael berdiri di dekat ranjang tanpa menggunakan baju dan hanya memakai celana jeans saja. Keringat yang mengalir di otot-otot perutnya membuat Moon semakin ketar-ketir sekarang."Cepat jawab! Apa yang kau lakukan padaku?!" teriak Moon kembali dengan napas memburu dan mata melotot keluar, sehingga Jessica dan Jason yang sedang makan di dapur berlari cepat menuju kamar.Sesampainya di kamar, Jessica dan Jason mengerutkan dahi lalu melirik Michael dan Moon secara bergantian. Mereka menerka-nerka apa yang terjadi di antara kedua orang dewasa tersebut. Michael menyeringai. "Menurutmu apa yang aku lakukan?" Membuat mata Moon semakin melebar. Wajah wanita bertubuh kurus itu berubah pias. Dia mengira lelaki asing ini telah menyetubuhinya. Padahal tidak sama sekali. Semalam, Michael memang sempat ingin menggauli Moon. Namun, baru saja selesai membuka seluruh pakaian Moon. Tiba-tiba seorang wanita muncul di b
Penduduk desa itu langsung menyipitkan mata, memandang foto tersebut. Di mana Michael tengah bersama seorang anak kecil. "Bagaimana, apa Bapak pernah melihatnya?" tanyanya, penuh harap. Berharap sosok di depannya ini mengenali Michael. Dari hasil pencarian orang suruhannya. Michael belum mati dan berkeliaran di sekitar Juana Diaz. "Pak?" panggilnya sangat tak sabaran. Sebab yang ditanya hanya diam saja dengan mata bergerak ke sana kemari sesekali. "Aku tidak tahu, permisi aku harus pergi sekarang, bus sudah datang." Sosok itu tiba-tiba berdiri cepat dan tanpa sengaja menabrak pundak pria berambut blonde tersebut. Pupil mata lelaki rambut blonde itu lantas melebar cepat, hendak mengumpat. Namun, si penabrak telah berhasil menaiki bus yang baru saja berhenti tepat di depan halte."Ck sial!" umpatnya kesal, dengan rahang mengeras. Dia hanya bisa memandang tajam si penabrak melalui jendela bus.Kendaraan besar itu perlahan mulai bergerak dan dari dalam si penabrak tiba-tiba menjulurk
Mendengar Michael meraung kesakitan. Dengan cepat dokter mendekati Michael."Tenangkan dirimu, tarik napas dan hembuskan pelan-pelan," kata sang dokter sambil memegangi pundak kanan Michael. Michael pun mulai mengikuti intruksi dokter, menghirup dan membuang napas perlahan-lahan. Tak lama, Michael sudah tampak tenang. Saat ini, lelaki itu duduk di hadapan dokter dan sudah selesai pemeriksaan pada bagian tubuhnya. "Ketika sadarkan diri, Anda ingat berada di mana?" tanya dokter seketika. "Saat pertama kali aku membuka mata, aku terbaring di tepi pantai, kepalaku sangat sakit dan banyak sekali luka tembakan di tubuhku, aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi tapi kepalaku malah semakin sakit." Michael berusaha menyampaikan apa yang terjadi padanya sebelum akhirnya bertemu Jessica dan Jason di pasar, kebetulan pasar berdekatan dengan pantai Juana Diaz. Sang dokter mengangguk-angguk sejenak. "Untuk saat ini diagnosa awal Anda mengalami hilang ingatan sementara, tapi aku harus me
"Tidak mungkin ...." Mata Clara langsung terbelalak, dadanya terasa diremas oleh benda tak kasat mata sekarang. Dengan mata mulai berkaca-kaca Clara lantas bangkit berdiri. "Kau berbohong kan?!' teriak Clara. Pria yang sangat dia cintai tidak mungkin pergi begitu cepat. Clara tak mau hal itu sampai terjadi dan berharap apa yang dikatakan Maximus barusan hanyalah lelucon belaka. Maximus menggeleng cepat. Sorot matanya tampak sangat sendu, seolah-olah menangisi kepergian Michael. Namun, di dalam hatinya lelaki itu merasa senang atas kematian Michael. "Tidak Clara, untuk apa aku berbohong, kau tahu sendiri aku tidak suka bercanda." "Tidak mungkin! Michael!" Detik itu pula Clara seketika ambruk di tempat. "Clara!" Emi yang baru saja tiba di ruangan, langsung menjerit histeris saat melihat menantunya jatuh pingsan. Secepat kilat Emi menghampiri Clara seraya melirik Maximus. "Apa yang kau lakukan pada Clara?!" tanya Emi setengah berteriak. Sorot matanya memancarkan kemarahan.
Dalam hitungan detik, Maximus tiba-tiba melesatkan timah panas ke arah Julian. Namun, beruntung sekali Julian berhasil menghindar dan hanya mengenai kakinya saja.Julian menahan perih, kemudian dengan cepat melirik Maximus. Rahangnya masih mengetat, menahan amarah kala Maximus tidak menepati janjinya dan telah membunuh Sienna. "Cih, jangan salahkan aku, adik dan keponakanmu meninggal semua itu karena kau sendiri yang telah lalai menjalankan tugas!" Di ujung sana, Maximus menyeringai tajam sambil memasukkan kembali senjata pendek ke saku celana. Julian mendengus kesal hendak melayangkan pukulan di wajah Maximus sekarang juga, tapi kakinya terasa amat sakit. Julian tak mampu berdiri. Darah pun mulai mengalir dari kulit Julian dan membuat lantai marmer putih tersebut berwarna merah. Julian hanya bisa merintih kesakitan dengan posisi badan memangku Sienna. "Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku tidak membunuhmu," kata Maximus kembali. Nada suaranya terdengar sangat angkuh.
Maximus tak menjawab atau pun menatap Julian, melainkan beranjak dari kursi tanpa mengalihkan pandangan dari kantong yang diyakini berisi kepala Michael. Sangat cepat langkah kakinya hingga Julian dapat mendengar bunyi sepatu menggema di ruangan besar tersebut. "Tuan, sudah berjanji untuk melepaskan adikku kan, jika aku sudah berhasil membawa kepala Tuan Michael? Di mana mereka sekarang? Aku ingin bertemu dengan mereka," kata Julian lagi, sangat tak sabaran. Sebab sedari malam, perasaan tak nyaman menghantuinya. Bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu, dia bermimpi bertemu dengan Sienna dan Ciara. Dalam mimpinya, adik dan keponakannya menangis tersedu sedan dengan pakaian bersimbah darah. Mereka tak mengajaknya berbicara, atau pun menatapnya, tertunduk dalam sambil mengeluarkan tangisan. Hal itu tentu saja menganggu pikiran Julian. Maximus tak kunjung juga bersuara. Lelaki bermata hijau itu justru berjongkok di depan kantong kemudian membuka cepat kantong tersebut. Begitu benda te
Moon tak segera menjawab, bibirnya terkatup rapat dengan kening berkerut samar. Michael ingin mengajaknya ke suatu tempat, sangat amat jauh dan tak terpikirkan Moon sebelumnya. Apakah Michael berasal dari Rusia? Pikir Moon sesaat. "Moon, kau dengar aku, 'kan?" tanya Michael kembali, tatkala Moon tak bersuara sedari tadi. "Untuk apa kau membawaku ke sana? Apa ingatanmu sudah pulih?" Tentu saja Moon akan bertanya, apa alasan Michael membawanya, terlebih pagi-pagi sekali pria bermata hijau sudah menemuinya. Tarikan napas berat, lantas keluar dari indera penciuman Michael. "Ikut saja Moon, di sini kalian tidak aman. Ingatanku belum pulih sepenuhnya, tapi aku sudah mulai mengingat meski samar-samar, ternyata benar aku mempunyai istri dan seorang anak."Begitu mendengar jawaban Michael, dada Moon bak ditikam sebilah pedang. Moon sudah tahu bila lelaki di hadapannya ini sudah memberitahuinya jika sudah berkeluarga. Namun, jauh di lubuk hatinya Michael belum menikah dan hanya menebak-neba
Mendengar hal itu, Michael mematung di tempat dengan pupil mata melebar. Bayangan dia dibunuh Julian dalam perjalanan bisnis langsung berputar-putar di benaknya seketika. Kendati demikian, memori-memorinya bersama Clara dan Kenny belum sepenuhnya kembali, hanya sepenggal saja. Michael belum bisa mengingat semua anggota keluarganya. Selain Julian, Clara dan Kenny. Hening menerpa, kesunyian malam membuat Michael dan Julian berdiri berhadapan dengan ekspresi yang berbeda. Julian tampak ketakutan dan sedari tadi meneguk ludahnya berkali-kali. Sementara Michael tampak syok. "Lalu kenapa kau ke sini?!" Wajah Michael mendadak merah padam. Dia dekati Julian dengan cepat sambil melototkan mata, menahan amarah karena Julian menembaknya tiba-tiba pada malam kejadian. Julian langsung membeku. Lidahnya mendadak kelu. Dia sulit berkata-kata lagi sekarang, aura Michael kini telah kembali. Aura mematikan yang dimiliki Michael selama ini. "Cepat jawab?!" Michael telah habis kesabaran. Dia ta
Julian tak kunjung menggerakkan pisau. Dia baru saja berhalusinasi membunuh Michael. Saat ini, tangan Julian menggantung di udara. Dia tilik seksama wajah Michael yang tengah tertidur pulas. Julian nampak sangat bimbang. Kemarin, ada kesenangan yang tertanam di dadanya kala mengetahui Michael belum meninggal. Selama ini Michael adalah orang yang paling berjasa di hidupnya. Saat menuruti permintaan Maximus, Julian merasa sangat bersalah. "Maafkan aku Tuan," gumam Julian pelan. Julian tak sanggup membunuh Michael. Detik itu pula cairan bening membasahi pipinya hingga air matanya mengenai pipi Michael. Julian memandangi Michael, yang saat ini tengah mengerutkan dahi kala merasa ada air yang menetes di pipinya. Michael melengguh sejenak lalu perlahan-lahan membuka mata. Matanya langsung melebar saat melihat Julian memegang pisau saat ini. "Lian!" Michael spontan duduk sambil menyambar pisau dari tangan Julian lalu melempar benda tajam tersebut ke sudut ruangan. "Apa yang kau lak
Mendengar hal itu pupil mata Lionel semakin melebar. "Apa kau sudah gila?! Membalas pesan atau mengangkat panggilan kita saja dia tidak mau! Apa lagi kalau kita pergi ke sana, mungkin saja kita akan di usirnya!" bentak Lionel seketika. Sudah berbulan-bulan pria yang membeli Moon sulit sekali untuk dihubungi. Bahkan nomor yang dituju tidak aktif dan pesannya pun tidak terkirim. Lionel makin frustrasi sebab para rentenir dan pegawai bank acap kali datang ke rumahnya akhir-akhir ini. "Lalu bagaimana kau membayar hutang-hutang kau itu hah?!" teriak Liana dengan mata melotot keluar. Dia tak terima dibentak suaminya barusan. "Hutang-hutangku katamu?! Hei, apa kau amnesia hutang itu berasal dari kau yang boros! Kau suka membeli tas-tas dan pakaian-pakaian aneh! Jangan hanya salahkan aku saja! Semua itu hutang kita! Seharusnya kau bisa lebih berhemat sekarang!" balas Lionel, napasnya terdengar mulai memburu. Menahan amarah yang sudah sampai ke ubun-ubun sekarang. Lelaki itu tak terima den
Julian spontan membuka mata tatkala mendengar Michael memanggil namanya tiba-tiba. Namun, baru saja membuka mata sebuah pukulan mendarat di mukanya. Mata Julian langsung melebar, melihat ada seorang pria memakai topeng dan setelan jas berwarna hitam, di hadapannya sekarang. Sementara pria lainnya tengah mencekik Michael dan Michael melawan balik. Julian tak diam, ikut menyerang pria yang wajahnya tak terlihat itu. Suara pukulan terdengar di ruangan tersebut. Keempat pria dewasa itu saling menyerang satu sama lain. Perkelahian nampak seimbang. Kedua pra yang memakai topeng tenaganya sama kuat dengan Michael dan Julian.Julian mulai bertanya-tanya, siapa kedua pria ini? Apakah suruhan Maximus? Bagaimana Maximus bisa tahu keberadaan Michael. Sementara dia tidak memberitahu Maximus. Entahlah, rasanya aneh bila suruhan Maximus? Tapi, mengingat ada Nathan kemarin di Juana Diaz. Julian tampak panik. Dia menebak bila Maximus kesabarannya sudah habis lalu menyuruh orang membunuh Michael dan
Moon terperangah ketika baru saja disiram air comberan oleh seseorang. Perlahan, aroma tak sedap menjalar di seluruh tubuh Moon.Dengan cepat Moon mengangkat kepala. Melihat para tetangga berkumpul di pekarangan rumahnya sambil melayangkan tatapan penuh hina padanya sekarang. Entah siapa yang menyiramnya barusan, tapi dapat dipastikan sang pelaku berada di barisan paling depan. "Apa kalian sudah gila? Apa yang kalian lakukan?!" tanya Moon dengan napas mulai memburu. Sebab para tetangga mulai membuat masalah lagi dengannya. Padahal akhir-akhir ini mereka tak pernah membulinya dan anak-anaknya. Moon menebak, semua itu berkat Michael. Namun, mengapa hari ini para tetangganya mulai berani dan menunjukkan taringnya kembali. "Kau masih bertanya?! Tentu saja kami membuat jejak di tubuhmu kalau kau itu perempuan kotor! Dan memang pantas disiram dengan air comberan itu!" Di antara kumpulan para tetangga, Erna tiba-tiba melangkah maju sambil mengangkat dagu dengan sangat angkuh. Secepat kil