Michael justru menyeringai tipis.
"Kau yakin ingin mengusirku? Apa jawabanmu jika Jessica bertanya ke mana Papanya?" balas Michael sambil mengangkat dagunya sedikit angkuh. Membuat Moon kembali mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Menahan amarah yang membuncah di relung hatinya saat ini. Selain mengesalkan, pria di hadapannya ini ternyata tidak punya rasa malu juga. "Aku sangat yakin, kau adalah pria yang sangat berbahaya, keberadaanmu di sini memberikan dampak buruk pada putriku! Tidak usah kau pikirkan jawaban apa yang akan aku berikan pada putriku nanti! Cepat, angkat kakimu dari rumahku sekarang!" lontar Moon. Untuk kesekian kalinya, reaksi Michael membuat Moon semakin meradang. Kini, lelaki bermata hijau itu malah mengeluarkan tawa rendah. Sebuah tawa yang terdengar seperti sebuah penghinaan di telinga Moon. "Apa kau tuli?! Pergi sekarang!" Saat tak ada pergerakkan, Moon akhirnya terpaksa mendekat, hendak menyeret Michael. "Pergi kau dari sini!" Dengan susah payah Moon menarik tangan Michael. Sebab tubuh Michael lebih tinggi dan besar darinya. Michael lantas beranjak. Namun, tak ada tanda-tanda lelaki itu berniat menggerakkan kaki. Michael justru menyeringai tipis, melihat Moon tengah kesusahan menyeretnya keluar. "Kenapa kau diam? Cepat, pergilah dari sini!" Moon menahan kesal kala Michael tak kunjung bergerak. Terlebih, ekspresi Michael saat ini membuat urat-urat di wajahnya semakin menegang. Michael hendak menyahut. Akan tetapi, kedatangan Jessica mengurungkan niatnya. "Mama!" Di depan pintu kamar, Jessica berdiri sambil memegang sebuah piring dengan pupil mata melebar sempurna. Moon dan Michael reflek menggerakkan kepala ke pintu kamar. Moon berdecak kesal tatkala Jessica ada di kamar sekarang dan dapat dipastikan rencananya gagal. "Apa yang Mama lakukan? Bukankah tadi Jessica sudah bilang jangan usir Papa," kata Jessica cepat-cepat menghampiri Moon dan Michael. Tak lupa dia menaruh piring di tempat tidur terlebih dahulu sejenak. Moon melepaskan tangan Michael kemudian merendahkan tubuhnya di depan Jessica. "Bukan begitu Jessica, dia bukan Papamu, kita tidak tahu asal usulnya Nak. Mama tidak mau kalian terluka oleh pria asing ini, kita tidak tahu apakah dia benar-benar hilang ingatan atau tidak, bisa saja dia berpura-pura hilang ingatan," terang Moon lalu memegang kedua pundak Jessica. Mendengar hal itu, mata mungil Jessica perlahan berkaca-kaca. Membayangkan Michael akan pergi membuat dadanya terasa mulai sesak sekarang. "Ma, tapi Papa membantu kami tadi saat di pasar saat Bibi Erna membuli kami. Jessica yakin kok Papa orang baik dan dia benar-benar hilang ingatan, jadi jangan usir Papa ya, biarkan Papa tinggal di sini, Jessica mohon Ma ...." Tanpa permisi cairan bening kembali membasahi pipi Jessica. Melihat Jessica menangis, Moon membeku di tempat. Dadanya terasa ikut sesak juga. Sedari dulu, Moon tak pernah melihat Jessica bersikap seperti ini. Kekurangan kasih sayang dari seorang ayah membuat Jessica menginginkan pria asing yang asal usulnya tidak jelas ini menjadi ayahnya. Moon sangat takut bila Michael memiliki niat jahat padanya dan anak-anaknya. Sebab, selama ini ada seseorang yang sangat dia benci selalu memantau gerak-geriknya. "Tapi Nak, Mama ...." Moon tak jadi menyelesaikan kalimatnya kala Jessica menatap sendu ke arahnya dengan air mata semakin mengalir deras. Tak hanya itu, Jessica pun mulai tampak sesenggukkan. Napasnya pun kini tak beraturan, dadanya tampak kembang kempis, sepertinya tengah menahan tangisnya agar tak pecah. Moon terenyuh dan sekarang tak mampu berkata-kata lagi. Jessica membuat dia serba salah. Michael yang melihat Jessica, hatinya pun ikut tersentuh. Sorot matanya yang semula tajam berubah tampak sedih pula. Lelaki itu tiba-tiba berjongkok di samping Moon. Moon sedikit kaget dengan pergerakkan Michael. Tak lupa melayangkan tatapan tajam sejenak pada sosok di sampingnya. Namun, melihat ekspresi Michael membuat kening Moon berkerut samar sekarang. "Aku bukanlah orang jahat dan aku tidak berpura-pura hilang ingatan, aku minta maaf jika tadi merendahkanmu, untuk saat ini izinkan aku menetap di rumahmu,"kata Michael. Mendengar perkatannya, mata Moon melebar sedikit. Karena pria asing ini tak memiliki rasa malu sama sekali. Akan tetapi, saat melihat sorot mata Michael memancarkan rasa iba. Moon diambang dilema sekarang. Moon tak langsung menjawab, tengah berperang dengan batinnya. Michael lantas cepat-cepat mengalihkan pandangan pada Jessica. "Jessica, jangan menangis lagi ya, Papa tidak akan pergi dari sini,"katanya lalu mengusap air mata Jessica menggunakan jari telunjuk. "Iya, Jessica akan berhenti nangis, Pa." Dengan jari-jari mungilnya Jessica ikut mengusap kedua pipinya. Dia pun kembali mengalihkan perhatian pada Moon. "Izinkan Papa tinggal di sini ya Ma, Jessica janji akan jadi anak yang baik." Moon tak segera membalas, masih berperang dengan batin sambil melirik Michael dan Jessica secara bergantian, hingga pada akhirnya Moon membuka suara. "Baiklah, tapi Jessica jangan menganggu Paman ini—" "Papa, Ma! Papa!" sela Jessica, berusaha meralat panggilan Moon. Karena mamanya tak memanggil pria di hadapannya dengan sebutan "papa". Kendati demikian, dia merasa sangat bahagia karena sang mama mengiyakan permintaannya sekarang. Moon melempar senyum kikuk. "Iya, maksudnya Papa. Sekarang, Jessica keluar sebentar ya, Mama mau bicara sama Papamu." Moon tersenyum sedikit getir kala mengucapkan kata papa barusan. "Oke, tapi jangan usir Papa ya, Jessica tunggu di luar kamar, awas saja Mama usir Papa lagi." Dalam sekejap tangis Jessica sudah mereda. Sorot matanya pun tampak berbinar-binar sekarang. Hal itu membuat Moon mengulum senyum karena Jessica tak lagi sedih seperti tadi dan sikapnya sudah kembali ke setelan awal. "Iya, tunggulah di luar kalau Jessica tidak percaya." Jessica mengangguk cepat lalu berlari kecil, keluar dari kamar. Selepas kepergian Jessica, Moon dan Michael serempak berdiri. "Aku harap perkataanmu dapat dipercaya, tapi aku mohon setelah ingatanmu pulih, pergilah dari sini," kata Moon, membuka pembicaraan. Michael membuang napas pelan sejenak. "Iya, kau tenang saja, aku akan langsung pergi jika aku ingatanku sudah kembali." Moon enggan menanggapi, justru melenggoskan muka dan melangkah cepat menuju pintu kamar. "Aku akan pergi berkerja bersama anak-anakku, jika ada orang yang datang, jangan dibukakan pintu, tetap saja di dalam," kata Moon tanpa menatap ke sang lawan bicara. "Dan jangan hancurkan rumahku." Sesampainya di daun pintu, Moon membalikkan badan dan menoleh ke arah Michael. Michael mengangguk lalu pelan-pelan menjatuhkan diri di tepi kasur. "Ma, Jessica hari ini nggak ikut Mama ya, Jessica mau di rumah temanin Papa." Jessica tiba-tiba berdiri di samping Moon. Moon tersentak. Selama ini jika dia berkerja. Dia pasti membawa si kembar ke tempat kerja dan bila kegiatannya di kedai ramai, pada sore hari Moon akan mengajak Jessica dan Jason pulang ke rumah lalu dia kembali lagi berkerja. Mendengar putrinya tidak mau ikut. Tentu saja Moon tidak tenang, apa lagi meninggalkan Jessica bersama pria tak di kenalnya di rumah. "Tapi Jessica, Mama—" "Ish, pokoknya Jessica mau di sini sama Papa!" Jessica mencebikkan bibir sejenak kemudian dengan cepat menghampiri Michael. Michael tanpa sadar mengulum senyum melihat Jessica mulai naik ke atas ranjang sekarang. Dari kejauhan, Moon menarik napas panjang sejenak, tengah berusaha mencari cara agar Jessica mau ikut. "Mama tenang saja, aku akan memantau pria ini, jika dia macam-macam aku akan menelepon Mama nanti. Sekarang, mama pergi saja berkerja nanti Mama dimarahi bos Mama,"kata Jason seketika, masuk ke kamar bak seorang malaikat yang tengah berusaha membantu Moon. Moon mengulum senyum, putranya ini memang dapat diandalkan. "Baiklah, baik-baik di rumah ya, ambillah ponsel Mama, jika terjadi sesuatu telepon saja ke nomor kedai," kata Moon sambil mengeluarkan ponsel usang miliknya dari saku sweater. Jason mengangguk pelan dan mengambil ponsel dari tangan Moon. Setelah pamit undur diri, Moon pun keluar dari rumah. Namun, baru saja menapakkan kakinya di luar. Moon terperanjat kala seseorang mendorong tubuhnya tiba-tiba, hingga tangan dan kaki Moon mulai mengeluarkan darah sekarang. "Argh!" pekik Moon, menahan perih. "Dasar wanita jalang! Masih punya muka kau hah?!" teriak sosok itu menggelegar.Moon meringis sejenak lalu mendongakkan kepalanya dengan cepat. Melihat Erna berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang sekarang. Muka wanita bertubuh gemuk itu terlihat merah padam. Moon mengerutkan dahi sedikit, tampak keheranan karena Erna datang dalam keadaan marah besar sekarang. Entah apa penyebab wanita itu meradang. "Apa maksud Madam?" Secara perlahan Moon bangkit berdiri sambil menahan perih karena kulitnya tergores oleh batu-batu kecil yang tergeletak di pekarangan rumahnya barusan. Erna mendengus kasar. Pupil matanya pun semakin melebar. "Kau masih bertanya?! Gara-gara anakmu itu tadi lemonku tidak laku terjual, aku yakin sekali kau memberi perintah pada anak-anakmu untuk melempar sesuatu ke daganganku dan membuat daganganku jadi bau!" murka Erna hingga para tetangga yang kebetulan lewat di depan rumah, mulai penasaran, alhasil mereka pun menyambangi rumah Moon dengan cepat. Sesampainya di pekarangan, mereka tampak berbisik-bisik satu sama lain sambil menata
"Cukup! Aku bukan wanita jalang, Madam!" seru Moon, kini napasnya terdengar memburu sebab sikap Erna sungguh keterlaluan. "Atas dasar apa Madam mengatai aku jalang?" sambung Moon kembali. Mengabaikan rasa sakit yang menjalar pada kaki dan tangannya sekarang. Moon begitu heran, apa alasan Erna membencinya hingga selama bertahun-tahun wanita tersebut selalu membuat ulah dengannya. Padahal selama ini Moon tidak pernah membuat masalah dengan Erna. "Kenyataannya kau memang wanita jalang! Semua orang tahu kau wanita jalang! Lihatlah pria di sampingmu itu, dia pasti salah satu pria yang sudah mencicipi tubuh kurusmu itu!" Erna melirik ke arah Michael sekilas sambil melototkan mata. Mendengar omelan Erna, Michael hanya diam saja. Meskipun begitu, dalam ketenangannya membuat Erna sedikit terganggu. Karena pandangan Michael tertuju pada wanita bertubuh gemuk tersebut sejak tadi. Sorot mata Michael tampak datar. Namun, terasa sangat tajam di penglihatan Erna."Aha aku baru saja ingat pria in
"Michael, jangan macam-macam kau!" Sekali lagi Moon berteriak. Bagaimana tidak, Michael membaringkannya di ranjang sambil menoleh ke bagian dadanya sekilas sekarang. Tak hanya itu, pria tersebut melempar senyum penuh arti, yang membuat bagi siapa pun yang melihat akan salah paham. Sebuah senyuman yang tak bisa dijabarkan Moon sama sekali saat ini. Michael tak menjawab, malah memajukan wajahnya ke wajah Moon. Moon makin panik, jantungnya berdetak sangat kencang tatkala hembusan napas Michael mengenai wajah tirusnya sekarang. Tangan kurusnya lantas bergetar pelan tengah berusaha mendorong dada Michael. "Kau m—au apa?" tanya Moon gugup, buru-buru menutup mata kemudian dengan cepat menggerakkan kepalanya ke samping. Moon dilanda panik dan ketakutan. Siapa pria ini? Datang ke dalam kehidupannya bak malaikat dan iblis secara bersamaan.Tak dapat dipungkiri, pria dewasa di atasnya sekarang, memiliki pesona yang tak bisa diabaikan. Wajah tampan Michael sangat berkharisma dan menawan. T
Mata Jason tampak berkaca-kaca. Air mata pun perlahan mulai mengalir dari pelupuknya seketika. Dorongan tersebut membuat kedua kaki mungilnya tergores dan mengeluarkan darah sedikit. Tidak hanya itu, pipinya pun terlihat merah akibat tamparan sosok tersebut. Secepat kilat Jason menegadahkan kepala, melihat seseorang yang dicari ternyata berada di luar, Rita, sang pemilik kedai. "Madam Rita, apa salahku?" tanya Jason, suaranya terdengar bergetar. Luka di kakinya terasa amat perih hingga membuat air mata mengalir dengan sangat deras sekarang. Meskipun, mempunyai sikap yang terlihat kuat di luar, Jason tak dapat menahan rasa sakit yang menjalar kedua kakinya sekarang. Terlebih, dia baru pertama kali mendapat perlakukan kasar dari Rita. Selama ini, Jason hanya dapat melihat dari kejauhan perlakuan Rita terhadap mamanya. Rita kerap kali membentak Moon, termasuk karyawan lainnya. Bukan hanya itu, wanita berambut panjang ikal itu suka sekali berbuat sesuka hatinya. Jika ditanya apa kesa
Jason dilanda ketakutan tanpa sadar menutup matanya. Namun, keningnya berkerut kuat sekarang kala malah mendengar teriakan Rita. "Argh!" Mata Rita melebar sempurna, dari samping seorang pria melayangkan pukulan ke wajahnya seketika. Rita pun terhuyung-huyung ke belakang. Secepat kilat dia menoleh ke arah si pelaku sambil memegang pipinya yang terasa amat sakit sekarang hingga darah pun mulai mengalir dari sudut bibirnya. Rita menyipitkan matanya sejenak, melihat sosok asing yang tak pernah dia lihat sebelumnya di Juana Diaz, yang ternyata Michael. Michael berdiri dengan rahangnya mengetat kuat dan tangan terkepal erat. Para pengunjung kedai yang melihat kejadian tersebut tampak terkesiap. "Siapa kau!?" tanya Rita, matanya kontan melotot tajam. Michael enggan menyahut, melirik Jason yang saat ini mulai membuka mata. Kobaran di matanya mendadak redup. Melihat Michael ada di hadapannya, Jason langsung tersenyum sumringah. "Paman!" "Kau tidak apa-apa?" tanya Michael lalu menga
Mendengar permintaan tersebut, tubuh lelaki berambut blonde mulai bergetar."Tu—an ...." Sebelah alis mata pria bermata hijau itu lantas terangkat sedikit. "Kenapa? Bukannya katamu dia sudah mati jadi ya tinggal kau penggal saja kepalanya, gampang, 'kan?" Pria itu tak menyahut, malah menundukkan kepala. Saat ini, matanya bergerak ke sana kemari dan keringat dingin pun mulai mengalir dari keningnya. "Kenapa kau diam? Kau tidak berbohong denganku kan kalau adikku sudah mati," imbuh pria bermata hijau itu kembali, seringai tajam terukir pelan di bibir tipisnya sekarang. Setelah berkata demikian, suasana di ruangan mendadak mencekam. Secepat kilat pria berambut blonde itu mengangkat dagu lalu menggelengkan kepalanya cepat-cepat."Tentu saja tidak, Tuan. Aku tidak mungkin membohongi Anda. Tuan Michael benar-benar sudah mati. Aku bisa saja menyanggupi permintaan Tuan tapi perjalanan ke sana menempuh waktu lumayan lama, aku yakin sekali tubuh Tuan Michael sudah membusuk sekarang," balasn
Begitu mendengar teriakan. Michael spontan menjatuhkan barang belanjaan dan berlari kencang menuju kamar Moon. Sesampainya di ambang pintu kamar, Michael mengerutkan dahi. Melihat Moon masih terpejam sambil meminta tolong berulang kali. Sepertinya wanita tersebut tengah mengigau. "Akhirnya Papa dan Abang datang!" Jessica yang berdiri di dekat ranjang sejak tadi. Senyumnya langsung mengembang saat melihat kedatangan Michael dan Jason."Apa yang terjadi?" Michael perlahan menurunkan Jason kemudian melangkah cepat menuju ranjang. Jason pun mengikuti pergerakkan Michael dari belakang. "Mama mimpi buruk lagi Pa," kata Jessica, senyuman gadis kecil itu segera menghilang berganti dengan raut wajah sedih.Jessica sesekali melirik Moon, yang saat ini tak berkicau-kicau lagi seperti tadi. Wanita berambut panjang itu sudah sedikit tenang. "Lagi?" Kerutan di kening Michael bertambah dua kali lipat.Jessica mengangguk lemah. "Iya, benar Paman. Jika sedang sakit Mama pasti akan mengigau dan m
Tak ada sahutan, lelaki berperawakan tinggi itu malah tersenyum jahil. Saat ini, Michael berdiri di dekat ranjang tanpa menggunakan baju dan hanya memakai celana jeans saja. Keringat yang mengalir di otot-otot perutnya membuat Moon semakin ketar-ketir sekarang."Cepat jawab! Apa yang kau lakukan padaku?!" teriak Moon kembali dengan napas memburu dan mata melotot keluar, sehingga Jessica dan Jason yang sedang makan di dapur berlari cepat menuju kamar.Sesampainya di kamar, Jessica dan Jason mengerutkan dahi lalu melirik Michael dan Moon secara bergantian. Mereka menerka-nerka apa yang terjadi di antara kedua orang dewasa tersebut. Michael menyeringai. "Menurutmu apa yang aku lakukan?" Membuat mata Moon semakin melebar. Wajah wanita bertubuh kurus itu berubah pias. Dia mengira lelaki asing ini telah menyetubuhinya. Padahal tidak sama sekali. Semalam, Michael memang sempat ingin menggauli Moon. Namun, baru saja selesai membuka seluruh pakaian Moon. Tiba-tiba seorang wanita muncul di b
Kemunculan Kenny menciptakan garis kerutan di kening Maximus. Kabar terbaru dari orang kepercayaannya, anak kembarnya bersekolah di sini, Maximus pun berusaha mencari keberadaan buah hatinya. Berbekal nama yang diberikan Liana dan Lionrl kemarin, Maximus mau tak mau akhirnya turun tangan sendiri. Dia sangat tak sabar ingin berjumpa Jessica dan Jason, yang sekarang keberadaannya tak diketahui. "Kau sekolah di sini Ken?" Sontak, pertanyaan yang ajukan Maximus, menjadi tanda bahwa lelaki itu datang ke sekolah bukan untuk menjemputnya. Kenny menelan kekecewaan. Tarikan napas lantas berhembus pelan dari hidung mungilnya. "Iya, kalau begitu Kenny permisi dulu," ujar Kenny hendak menunggu jemputan di bawah pohon. Akan tetapi, Maximus tiba-tiba menghadangnya."Eh tunggu, biar Paman antar pulang," papar Maximus cepat. Demi bisa melihat Maximus. Kenny spontan mendongak, belum sempat lidahnya bergerak. Clara tiba-tiba datang dari samping dengan raut wajah sangat panik. Kedatangan Clara sont
Mendengar hal itu, Liana dan Lionel serempak terbelalak. "Moon ada di sini?" tanya Lionel seraya lempar pandang pada Liana. "Iya, kemarin aku tidak sengaja melihatnya tapi aku kalah cepat, anakmu itu ternyata gesit dan pintar. Maka dari itu, lebih baik kalian cari dia sekarang, anak buahku akan membantu kalian untuk mencari Moon juga, tenanglah aku akan memberikan uang yang sangat banyak pada kalian," perintah Maximus. Membuat Liana dan Lionel tersenyum lebar karena akan mendapatkan uang dalam nominal yang besar. "Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu Mister, kau tenang saja, kami akan menemukan Moon secepatnya dan membawanya ke hadapanmu," kata Liana, dengan senyum evil tak memudar dari wajah sejak tadi. Maximus menyeringai tipis sejenak kemudian membalas,"Hm, pergilah, aku tunggu kabar dari kalian." Liana mengangguk kecil. Kemudian tanpa berlama-lama pasangan suami istri gila uang itu bergegas pamit undur diri hendak mencari keberadaan Moon. Kurang lebih sepeka
"Langsung masuk saja Julian," kata Moon, mempersilakan Julian masuk ke rumah.Julian mengangguk pelan lalu bergegas menjalankan perintah Michael. Jessica dan Jason tengah tidur siang dan tidak menyadari kedatangan Julian. Sekitar tiga puluh menit lamanya, Julian telah berhasil memasang CCTV di setiap sudut rumah. CCTV yang dapat dipantau Michael dari rumah persembunyian. "Aku pulang dulu ya Moon, kalau terjadi apa-apa telepon saja aku atau Tuan Michael." Julian lansung pamit undur. Lelaki berambut blonde itu tak mau berlama-lama di rumah Moon. "Iya, berhati-hatilah Julian," kata Moon seraya melempar senyum tipis. Julian mengangguk kemudian melenggang pergi dari rumah Moon. Dengan cepat Moon menutup pintu kembali. Namun, setelah membalikkan badan dan melangkah sebanyak sepuluh kali terdengar suara bell rumah kembali. Moon mengerutkan dahi dengan sangat kuat. "Apa Julian tertinggal sesuatu?" gumamnya pelan. Tanpa menaruh curiga sedikit pun. Moon langsung membuka pintu. Keningnya m
Moon dan Michael membeku, dengan pupil mata sama-sama melebar. Moon cepat tersadar kemudian keluar lagi dari mobil dan berjalan gesit ke sisi pintu mobil lain, sambil sesekali melirik ke arah Liana dan Lionel tengah berbicara satu sama lain saat ini."Maaf, aku benar-benar minta maaf Michael, sepertinya aku kekurangan minum air putih jadinya kurang fokus." Setelah masuk dan menghempas bokong, Moon langsung meminta maaf tanpa menoleh ke samping. Moon memilih memandang keluar jendela sambil meraba-raba dadanya, karena jantungnya masih berdetak sangat cepat dengan ciuman tak terduga itu barusan. Michal tak menyahut, hanya berdeham rendah dan memandang ke samping sekilas. Lelaki itu juga merasakan debaran aneh menjalar di dadanya sekarang. 'Aneh sekali, ada apa dengan jantungku ini.' batin Michael sejenak. Kemarin-kemarin Michael merasa kedekatannya dengan Moon hanya sebatas wanita dan pria yang tinggal satu rumah. Bagi pria dewasa seperti Michael, hal itu sudah biasa, terlebih Moon se
"Astaga Moon kau membuat aku hampir saja jantungan," kata Michael seraya menaruh lagi pistol yang baru saja dia ambil dari belakang celana barusan. Moon melempar senyum kaku pada Michael, Olax dan Julian."Maaf Michael, aku mau memanggil kau, tapi takut nanti akan membuat kau terkejut jadi ya aku diam-diam masuk ke dalam, apa lagi di luar aku melihat ada motor," balas Moon."Iya tidak apa-apa." Michael menarik napas lega sesaat. Sementara Olax melirik ke arah Julian saat ini, merasa sangat asing dengan wanita yang masih berdiri di ambang pintu. "Tuan, kami keluar sebentar ya, mau memeriksa sesuatu." Julian memberi bahasa isyarat pada Olax untuk berbicara di luar saja. Begitu mendengar perkataan Julian, Michael mengangguk samar. Selepas kepergian Julian dan Olax, Michael membuka suara lagi. "Ada apa Moon? Kenapa kau datang kemari? Apa ada masalah, sampai-sampai kau harus ke sini? Mengapa kau tidak meneleponku saja? Lalu di mana Jessica dan Jason?" tanya Michael, hendak menginteroga
Sebelum Kenny menghampirinya sekarang, secepat kilat Michael bersembunyi di lorong lain. Beruntung sekali ada pria yang melewatinya barusan, jadi Kenny terkecoh dan saat ini celingak-celinguk ke segala arah. "Papa!" panggil Kenny kembali. Berjarak beberapa meter, Clara yang hendak mengambil troli lantas mengalihkan perhatian. Melihat Kenny berjalan ke sana kemari sekarang sambil memanggil papanya. Dengan gesit Clara pun mendekati Kenny. "Kenny, ada apa Nak?" Clara berjongkok dan langsung menyentuh pundak Kenny. "Ma, tadi Kenny lihat Papa ada di sini!" seru Kenny, matanya masih berkeliling di sekitar. Mendengar hal itu, Clara membuang napas pelan, riak mukanya mendadak sedih. Kenny masih belum menerima kepergian Michael. Clara memakluminya karena hubungan Michael dan Kenny begitu dekat. "Nak, itu bukan Papa, sekarang kita belanja ya, hari ini Kenny boleh ambil makanan sepuasnya" Clara berusaha menghibur Kenny dengan membelikan makanan sesuai kemauan Kenny. Sebelum-belumnya, Clara
Mata Moon langsung terbelalak. Secepat kilat dia menarik tangan Jessica dan Jason lalu membekap mulut mereka. Jessica dan Jason tampak terkejut hendak memberontak. Namun, Moon memberi kode agar jangan bersuara. Kedua anak kecil itu akhirnya diam dan hanya bisa memandang satu sama lain dengan kening berkerut kuat. Moon mengintip sejenak keluar, melihat Liana ternyata bersama papanya sekarang. Moon mulai heran, mengapa dari banyak tempat. Kota ini yang di datangi Liana dan Lionel. Padahal Moskow dan Los Angeles sangatlah jauh. Entah apa yang dilakukan mereka di sini? Moon jadi penasaran. Sementara itu, berjarak beberapa meter. Liana menoleh ke segala arah sejak tadi, merasa mendengar suara anak kecil barusan. Tapi, anehnya tidak ada anak kecil yang terlihat di sekitar, hanya kumpulan orang dewasa saja berdiri di lorong supermarket, tengah memilih-milih makanan dan minuman. "Apa lagi yang kau cari, Liana? Lihatlah trolimu sudah mulai penuh?" tanya Lionel dengan raut wajah menahan kesa
"Papa apanya, itu kan Mama." Jason lantas menimpali. Sebab yang keluar dari mobil ternyata Moon. Jessica langsung cemberut. Dengan pelan menurunkan tangan kemudian melirik Kenny ke samping sekilas. "Hehe, bukan Papaku, tapi Mamaku," sahutnya sambil tersenyum kaku. Kenny tak membalas, justru memandang ke arah Moon yang saat ini mulai menghampiri mereka. "Apa sudah lama menunggu? Bagaimana hari pertama kalian di sekolah? Apa mengasyikan?" Begitu sampai Moon segera membuka suara sambil melempar senyum ke arah Jessica dan Jason secara bergantian. Moon tampak senang ketika kedua buahnya telah bersekolah sekarang."Tidak lama kok Ma. Lumayan mengasyikan Ma," balas Jason cepat sambil mengulum senyum. Berbeda dengan Jessica, gadis mungil itu nampak lesu. "Ma, Papa di mana? Katanya mau jemput Jessica." Moon menghela napas pelan sejenak. Sudah tahu anaknya ini akan bertanya. "Papa sedang sibuk Sayang, tadi Papa menitip pesan untuk minta maaf." Beberapa jam sebelumnya, Moon dapat pesan dari
"Kau yang buta! Tentu saja Jessica punya mata, ini lihat ini!" Jessica tentu saja tidak hanya diam. Bocah perempuan itu tiba-tiba beranjak kemudian melayangkan tatapan tajam. Mendengar balasan tersebut. Wajah bocah berambut hitam itu tampak merah padam. "Kau berani melawanku ya! Apa kau tidak tahu siapa aku?!" serunya, menatap nyalang Jessica. Sebab ada seseorang yang berani melawannya. Sekolah yang terletak di tengah-tengah pusat kota ini memang sangat terkenal dan hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu. Dan tentu saja latar belakang orang tua murid-murid di sini begitu berkuasa dan kaya raya. Jessica malah tersenyum sinis sebentar. Tak ada rasa takut pun yang terlihat di wajah bulatnya. Meskipun bocah di hadapannya ini lebih tinggi darinya. "Untuk apa aku tahu? Sudahlah, jangan diperpanjang, Jessica minta maaf karena tadi tidak sengaja, sekarang Jessica mau masuk ke kelas." Belum sempat Jessica menggerakkan kaki. Rambutnya tiba-tiba ditarik oleh bocah laki-laki tersebut.