Willa menepis senjata pertama dengan memukul pergelangan lawan. Pisau segera terjatuh. Dan remaja yang tadi memegang pisau merasa sendi lengannya terlepas. Dia menjerit setinggi langit saat merasakan nyeri yang luar biasa.
Senjata kedua terlempar oleh kibasan tas di tangan Willa. Pisau itu malah berbalik menggores lengan si penyerang.Gadis itu membuat gerakan berputar. Senjata ke tiga dihadang dengan sebuah tendangan. Pisau terlempar jatuh ke tanah. Sebuah tendangan lagi mendarat di perut si remaja. Laki-laki muda itu terbungkuk menahan sakit sambil memegangi perut. Sebentar kemudian dia sudah muntah-muntah.Senjata ke empat datang lebih lambat karena si penyerang mendadak jadi gugup. Willa tidak menghindar. Sambil menyeringai dia menyambut serangan itu dengan telapak tangan terbuka. Tanpa ada yang mengerti, pisau telah berpindah ke tangan Willa.Remaja yang tadi memegang pisau membelalakkan matanya. Dia seperti sedang melihat hantu saja.Pisau di tangan Willa berputar-putar dalam gerakan yang mengagumkan, menunjukkan bahwa si pemegang telah mahir menggunakannya. Dalam sepuluh detik yang terasa menegangkan, Willa terus memainkan senjata itu.Dia tidak pernah membunuh. Tapi di pulau, Willa telah banyak melihat kekejaman. Jika memang harus, dia tidak keberatan melakukannya. Lagi pula dia sedang membela diri.“Nona Anderson—“ Si remaja yang pisaunya direbut merasa lututnya lemas.Seragam sekolah di bagian dada remaja itu direnggut. Dan pisau yang tadi digunakan untuk menyerang diletakkan di urat lehernya.“Kau bisa mulai meminta ampun dengan berlutut. Lalu merangkaklah jika ingin pergi dari sini.” Untuk ke sekian kali Willa mengulang perintahnya.Remaja lelaki itu bahkan tidak berani mengangguk. Dia takut sedikit gerakan akan membuat lehernya tergores. Tapi sorot mata putus asanya menyiratkan bahwa dia akan melakukan apa saja untuk pergi dari tempat itu.Willa melepaskan si remaja yang segera terjatuh ke tanah. Tiga yang lain berlomba menjatuhkan diri untuk berlutut sebelum diperingatkan. Tanpa mengalami sendiri, mereka sudah merasa ngilu di seluruh tulang belulang membayangkan pisau itu menyentuh leher masing-masing.Richard yang berdiri paling jauh hanya bisa menyaksikan tanpa daya empat anak buahnya yang berlutut kemudian merangkak meninggalkan tempat itu.“K—kau, lihat saja nanti. Ini tidak berakhir di sini begitu saja.” Richard menunjuk-nunjuk dengan tangannya yang masih bisa digerakkan. Sementara tangan yang lain menggantung lemas tanpa kekuatan.Setelah mengatakan itu, Richard berlari pergi.“Cih, sudah kalah masih berani mengancam.”Willa memainkan pisau di tangannya sekali lagi lalu melipat dan menyimpannya ke dalam tas. Setelahnya dia berbalik dan mendapati dua orang anak muda yang menatapnya dengan mulut setengah terbuka.“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Terima kasih.” Willa mengatakan itu untuk menyindir dua anak yang masih bungkam karena terkejut dan takjub.Anak perempuanlah yang pertama tersadar. Dia menyenggol remaja lelaki di sebelahnya lalu bertepuk tangan dengan setengah gemetaran.“Nona Anderson, kau hebat!”Willa tertawa. “Hanya masalah kecil. Tikus-tikus itu bukan sesuatu yang sulit untuk dibereskan.”Si remaja lelaki wajahnya sedikit muram. Dia berujar dengan gelisah. “Mereka akan kembali. Lebih baik kau berhati-hati. Richard pasti akan mengadu pada saudara laki-lakinya.” Dia ingin mengatakan kalau Willa juga telah menempatkan mereka dalam posisi yang sulit sekarang ini. Ke depannya, kelompok Richard tidak akan melepaskan mereka begitu saja. Tapi dia cukup tahu berterima kasih dengan tidak berterus terang. Bagaimana pun, gadis ini telah menyelamatkan mereka dengan bertaruh nyawa.“Itu lebih baik. Aku akan menghajar sekalian saudaranya. Dia tidak mengajari adiknya dengan benar.” Willa tidak menunjukkan kecemasan sama sekali. Dia mengamati dua orang di depannya dan segera punya pemikiran lucu. “Apa kalian berpacaran?”Si remaja lelaki berwajah tampan. Sedangkan anak perempuan itu juga memiliki kecantikan seorang gadis yang mulai tumbuh. Dia terlihat imut dengan rambut sebahunya yang ikal membingkai wajah.Kedua anak tersentak dengan pertanyaan itu. Mereka saling pandang satu sama lain sebelum meringis dengan perasaan jijik.“Dia adikku.”“Dia kakakku.”Hampir bersamaan keduanya buru-buru menjelaskan.Hanya suara ‘oh’ yang ke luar dari mulut Willa. Pantas saja ada sedikit kemiripan pada kedua anak ini.“Siapa nama kalian?”Si anak perempuan segera tersipu malu. Dia seharusnya mengenalkan diri sejak awal. “Aku Olivia Harris. Ini kakakku, Ethan.”Olivia sekaligus mengenalkan kakak laki-lakinya.“Apa mereka sering mengganggu kalian?” Willa teringat pada sekelompok remaja yang tadi mengganggu Ethan dan Olivia.Sebenarnya dia tengah mencari-cari dalam ingatannya nama keluarga Harris. Itu terdengar tidak asing.“Mereka mengganggu siapa saja. Tapi memang sebelumnya dia pernah meminta uang pada kami. Ethan memberinya cukup banyak. Rupanya mereka mengingatnya.” Olivia memberitahu secara singkat.“Sepertinya kalian cukup kaya.” Willa mencoba menilai penampilan kedua orang di depannya. Mereka terlihat biasa sekilas. Namun, jika sedikit lebih cermat, orang akan melihat bahwa barang-barang yang keduanya kenakan adalah barang-barang bermerk.Ethan sudah membuka mulut untuk mengatakan sesuatu saat sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Pintu mobil di dorong dan seorang pria melangkah keluar.“Ayah!” Kedua anak terkejut dengan kedatangan lelaki itu. Mereka sontak memanggilnya bersamaan.Willa juga melihatnya. Matanya langsung membulat saat mendapati pria yang dipanggil ayah oleh dua anak itu.Wow!Sang ayah adalah sosok tinggi dan kuat. Memiliki rambut berwarna cokelat, kulit yang halus dan berwarna sedikit sawo matang, matanya terlihat tajam dan ekspresif, serta memiliki struktur wajah yang simetris dan maskulin.Sial sekali. Ternyata ada manusia yang lebih tampan dari Michael Nelson. Willa memaki sendiri.Secara naluriah, Willa menyelipkan sehelai rambut yang dianggap menutupi pandangan, memperbaiki penampilannya dan berjalan ke arah anak beranak menakjubkan itu.“Paman, syukurlah kau datang. Aku khawatir anak-anak nakal itu kembali.” Willa menyela pertemuan ayah dan anak. Matanya nyaris tidak berkedip menatap lelaki di depannya. Terlihat kuat. Air liurnya hampir menetes membayangkan beberapa hal.Di sisi lain, Ethan sedikit mengerutkan kening. Willa Anderson membuat kejadian barusan terdengar menakutkan. Padahal tadi gadis ini tidak tampak gentar sedikit pun. Kemampuan bela dirinya tidak terbayangkan. Lagi pula kelompok Richard tidak akan kembali secepat itu. Mereka terluka parah.Lalu ada apa dengan cara gadis ini menatap ayahnya? Itu terlihat tidak asing. Ethan mengenalinya sebagai tatapan penuh rasa tertarik seorang wanita pada seorang pria. Jangan katakan dia menyukai ayahnya. Ethan selalu tidak menyukai para wanita genit yang memanfaatkannya untuk mendekati sang ayah.Aaron Harris menoleh pada asal suara dan menemukan seorang gadis muda yang menatapnya dengan mata terpesona, kalau tidak bisa dikatakan mesum. Dia bahkan merasa mata jernih itu memindainya dari ujung kepala hingga kaki.Aaron sudah terbiasa dengan banyak tatapan memuja dari para wanita. Tapi cara gadis ini menatapnya sedikit keterlaluan. Bahkan dia bisa melihat gadis ini menelan ludahnya. Dia terlihat tidak berusaha menutupi rasa ketertarikannya.Tapi apa katanya tadi? Paman? Mereka baru bertemu dan gadis ini telah menyapanya dengan panggilan yang mengisyaratkan bahwa mereka telah sangat akrab. Terdengar kurang sopan. Tapi cukup untuk sedikit menghapus prasangka buruk Aaron. Bagaimana pun, tidak ada seorang gadis yang akan memanggilnya satu generasi lebih tua jika berniat mendekatinya.“Ayah, ini nona Willa Anderson. Dia yang sudah menyelamatkan kami. Ayah harus melihatnya. Dia sangat hebat. Kami sempat berpikir anak-anak nakal itu akan mencelakainya. Tapi ternyata, Nona Anderson berhasil menghajar mereka semua." Olivia Harris maju mengenalkan Willa pada ayahnya. Dia bahkan memegangi lengan gadis itu dan terlihat sangat menyukainya.Perasaan dingin Aaron sedikit mengendur. Mana mungkin dia bersikap a
Sang ayah di kursi penumpang terbatuk. Samuel di sebelahnya masih bisa mengendalikan diri. Dia hanya berdehem untuk membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa gatal. Sementara Ethan tidak bereaksi. Sebuah headphone telah memblokir suara di sekitarnya. Dia punya firasat bahwa akan ada percakapan yang tidak ingin dia dengar sejak masuk ke dalam mobil.Gadis di kursi belakang melebarkan mata indahnya dan mengintip lewat kaca spion. Hanya ada satu kemungkinan jika tuan Harris sampai sekarang belum menemukan pasangan lagi. Dia masih mencintai isterinya yang sudah meninggal atau belum ada wanita yang membuatnya tertarik untuk menikah lagi. Jangan katakan kalau tidak ada wanita yang menyukainya? Willa berani disambar petir jika setengah wanita Lakeside pasti akan tergila-gila jika bertemu Aaron Harris.Bahkan dia yang baru pertama kali bertemu saja sudah mencampakkan cinta matinya dahulu begitu bertemu pria ini.Willa sibuk berdebat sendiri di dalam hati sampai sebuah sikutan di ping
Acara makan siang hari itu meriah oleh celoteh dua orang, Willa dan Olivia. Mereka bicara tentang apa saja yang melintas di kepala keduanya dan tampak seperti dua sahabat yang telah berpisah bertahun-tahun lamanya.Aaron dan Ethan hanya menyahut dengan enggan sesekali jika ditanya tentang suatu hal. Keduanya berusaha fokus pada makanan yang mereka santap. Sementara dua gadis menjadi sangat berisik dalam pendengaran mereka.Usai makan siang, Willa tanpa malu-malu meminta diantar ke rumah keluarga Anderson. “Aku khawatir ibuku akan mengamuk karena aku terlambat kembali,” ujar Willa dengan wajah dibuat memelas. Padahal hari masih siang. Tidak ada yang akan peduli jika dia tidak pulang sekali pun. Oh, mungkin ayahnya akan khawatir juga. Tapi tidak akan lama. Isteri tercintanya akan membuat praduga-praduga yang menyalahkan Willa dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja.“Apa ibu tirimu sangat jahat?” Olivia begitu antusias menanyakan itu.
Willa berhenti di depan pintu kamarnya, memandang Emily sekilas dari atas hingga bawah. Senyumnya segera dengan polos mengembang.“Dia memang sedikit lebih tua. Tapi dia jauh lebih baik dari William. Kau ambil saja tuan muda sombong itu. Aku sudah tidak menyukainya lagi.” Setelah mengatakan itu, Willa masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras di depan wajah Emily.Bam!Bahkan Emily bisa merasakan sambaran angin dari pintu yang sengaja ditutup dengan cara kasar. Wajah gadis itu segera menjadi jelek.Emily merasa hari ini Willa berbeda dari biasanya. Adiknya seperti tidak memiliki rasa takut sedikit pun padanya. Dan ada apa dengan kata-katanya tadi? Sudah tidak menyukai William? Siapa yang menulis surat cinta dan mengatakan bahwa sangat mencintai pemuda itu sampai ingin mati?Willa menyukai William dan mengirim sebuah surat cinta yang kemudian bocor. Surat yang ditulis dengan kata-kata yang menjijikkan itu dibaca semua penghuni sekolah di papan pengumuman. Seseorang menempelk
Willa masih bersenandung saat turun ke lantai bawah untuk makan malam. Ini pertama kalinya dia bertemu Rachel, ibu sambungnya. Dia pikir dia akan mengabaikan wanita ini karena mereka tidak saling menyukai. Nyatanya Rachel sangat ramah. Dia menambahkan daging dan sayur ke piring Willa dan mengatakan padanya untuk makan lebih banyak.Dengan sedikit heran, Willa melirik Emily. Senyum kakaknya itu terlihat tidak pada tempatnya. Ada apa ini?Di bagian lain, Nathan, adik lelakinya yang berumur 16 tahun seperti tidak melihat semua yang terjadi di meja makan.Semuanya terjawab saat Rachel tiba-tiba dengan gembira mengatakan sebuah rencana. “Willa, ayahmu sedang berusaha mencari bantuan ke beberapa orang. Dia ingin mengundang tuan Morgan untuk makan malam. Kita bisa saja menghubungi sekretarisnya, tapi kami ingin membuat makan malam yang tidak terlalu formal. Kita akan membuatnya penuh dengan nuansa kekeluargaan. Maukah kau memintanya untuk datang? Kudengar kau cukup dekat dengannya.”Wajah Wi
Saat semua orang panik di kediaman Anderson, Willa sedang berada di ruang tamu keluarga Harris. Olivia Harris sedang mengajarinya sebuah game pertarungan di ponsel. Karakter Willa tewas berkali-kali, tapi dia tidak jera juga. Olivia menertawakannya, hal yang membuat Willa hampir melempar ponsel miliknya. Pemilik asli tubuhnya ternyata juga tidak pandai bermain game.“Willa, ternyata kau lebih pandai berkelahi di dunia nyata dibanding di dalam game.” Olivia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengolok-olok gadis itu. Ini permainan mudah dan familiar di kalangan anak-anak. Tapi Willa bahkan tidak tahu cara menggerakkan tangan dan kaki karakternya. Dia terus membuatnya berputar-putar dan bergerak tidak jelas.“Diamlah. Kau terus membuatku kalah dengan terus bicara.” Willa menganggap kesialannya adalah kesalahan Olivia.Gadis kecil itu segera cemberut. “Willa, bukankah sebaiknya kita pergi ke kamarku. Apa kau tidak lelah?”Mereka tiba di rumah setelah makan siang. Willa menjemput Olivia d
Di ruang tamu keluarga Harris, Aaron Harris harus menghadapi dua gadis muda dengan masalah yang membuatnya sakit kepala. Willa mengadukan tentang perjodohannya dengan pria tua bernama Joseph Morgan. Dia tidak tahu kenapa dirinya dibawa-bawa. Sedangkan Olivia, puterinya merengek meminta dia turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Perjodohan Willa Anderson seakan telah menyebabkan dunia keduanya kiamat seketika.“Nona Anderson, aku tidak memiliki alasan untuk ikut campur dalam masalah keluargamu.” Aaron mencoba mengingatkan.Olivia ingin sekali menjerit mengatakan pada ayahnya kalau ini tentu saja telah menjadi masalahnya. Willa Anderson adalah calon isterinya, ibu masa depan Olivia. Tapi tentu saja itu tidak mungkin.“Ayah, aku berhutang budi pada Willa.” Akhirnya Olivia mencoba memberikan alasan yang masuk akal.Kelompok Richard bisa saja melukai dia dan Ethan. Mereka bahkan bisa melakukan yang lebih buruk lagi. Olivia tahu, dia adalah permata kesayangan ayahnya. Jika terjadi sesuatu
“Aku tak keberatan berinvestasi di perusahaan ayahmu tanpa harus menikahimu.” Aaron memberikan solusi. Willa terdiam beberapa saat. Dia tahu ada jalan keluar seperti ini, tapi tak ingin mengatakannya. Dia lebih suka menikah dengan Aaron Harris. Masalah keluarga Anderson, sebenarnya dia tidak peduli. Jika dia menikah, dia tidak akan sudi menginjakkan kakinya di rumah itu lagi.“Aku akan mempelajarinya lebih dulu. Asistenku akan menghubungi tuan Anderson untuk membicarakannya.” Aaron menambahkan waktu dilihatnya Willa masih tidak mengatakan apa-apa.“Kau tidak takut rugi?” Willa menanyakan itu dengan enggan.“Jangan khawatir. Ayahku sangat hebat. Dia bisa membuat keajaiban.” Olivia yang menyahut. Dia sangat bangga pada ayahnya.“Apa yang akan Paman katakan pada ayah. Bukankah aneh jika kau tiba-tiba berinvestasi pada perusahaannya?” “Ayahmu tidak akan peduli alasannya.”Willa kecewa. Usahanya membujuk Aaron soal pernikahan ternyata gagal. “Baiklah. Paman tahu apa yang dilakukan.” Kata
"Apa aku harus memberitahu semua yang terjadi di rumahku padamu?" Aaron berujar dingin. Nada suaranya datar namun menusuk, membuat nyonya Thompson mundur selangkah. "Hubunganku dengan siapapun di rumah ini bukan urusanmu."Dia mengabaikan semua pertanyaan dan rasa penasaran tamunya. Tatapan tajamnya menyapu seisi ruangan, berhenti sejenak pada William yang masih menatap Willa dengan pandangan tidak percaya.Tidak ada yang bisa dikatakan semua orang. Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Tanpa menambahkan sepatah kata pun, Aaron berbalik dan melangkah menaiki tangga marmer menuju kamarnya untuk mandi.Willa dan Olivia juga meninggalkan ruang tamu. Olivia menggandeng tangan Willa erat, mendongak menatap wajah gadis itu dengan senyum lebar. Sebelum pergi, Willa memberi semua orang senyum penuh makna yang bisa berarti banyak hal—kemenangan, kepuasan, atau mungkin ejekan halus."Selamat sore," ucapnya ringan sebelum beranjak pergi.Lidya nyaris mencekik gadis itu jika saja William
Willa yang mendengar celaan itu hanya tertawa kecil. Baginya, ucapan gadis itu tidak berarti apa-apa.“Sebelumnya kau menyebutku gadis sembarangan. Sekarang kau menambahkan aku sebagai gadis tidak tahu malu.” Willa maju selangkah dan menilai gadis asing di depannya.Penampilannya memang tampak bagus. Tapi mulutnya sangat tajam membuat orang ingin menamparnya.“Tahukah kau siapa orang yang terus kau rendahkan ini? Kau harusnya memastikan dulu orang yang kau singgung. Dengar baik-baik, aku adalah calon nyonya rumah ini. Calon nyonya Harris.” Willa memberitahu semua orang di ruang tamu tanpa ragu sedikit pun.Beberapa pelayan yang memperhatikan hanya bisa saling pandang satu sama lain. Mereka tidak berani menertawakan atau juga membenarkan. Nona Anderson bukan gadis sembarangan. Jika dia bisa memasuki rumah ini dengan mudah dan membuat tuan mereka tidak bisa melakukan apa-apa padanya, bukankah itu luar biasa? Lagi pula dia bukan gadis yang jahat. Mungkin yang dikatakannya suatu hari akan
Mereka telah dipersilakan masuk dan menunggu di ruang tamu. Minuman dan beberapa camilan telah disajikan, tapi Aaron masih saja belum kelihatan. Dia belum pulang dari perusahaan. Tapi itu memang wajar. Menunggu bintang keberuntungan bukan masalah. Jadi mereka dengan bersemangat mulai menunggu.Nyonya Thompson memandang sekeliling dengan antusias. Dia telah mengagumi bangunan mewah ini dalam beberapa kali kunjungan yang jarang. Membayangkan dia bisa dengan bebas keluar masuk tempat ini suatu saat sungguh membuat perasaannya mengembang seperti balon udara. Itu akan luar biasa!Ethan dan Aaron tahu bahwa sedang ada tamu yang menunggu ayahnya di bawah. Tapi mereka tidak berniat untuk menemui keluarga Thompson. Itu merupakan urusan ayahnya. Lagi pula, mereka tidak cukup dekat hingga harus pergi untuk menyapa.Keluarga Thompson telah menunggu selama lebih dari satu jam. William yang awalnya sudah enggan ikut pergi, kini wajahnya semakin muram. Dia terus mengece
Olivia di tempat duduknya merasa tidak perlu berpikir saat menjawab. “Itu kakek dan nenek saat menikah.”Selain foto pernikahan orangtuanya, hanya ada foto pernikahan kakek neneknya. Tidak ada yang lain lagi.Meski sudah memiliki tebakan dan ternyata benar, tetap saja Willa merasakan sebuah kejutan. Rasanya antara ingin menangis dan tertawa.Ini konyol sekali. Dulu dia jatuh cinta pada Michael. Di kehidupan barunya, cintanya berlanjut pada generasi berikutnya dari Michael.“Astaga.” Willa bergumam pelan sembari menggelengkan kepala. Dia merasa dikutuk oleh Michael. Entah apa kesalahannya di awal penciptaannya di masa lalu. Adakah dia sudah membunuh makhluk satu galaksi?“Mommy, ada apa?” Olivia mengamati ekspresi Willa yang berubah-ubah.“Tidak. Aku cuma merasa kalau kakek kalian juga sangat tampan. Kalau saja aku hidup satu generasi dengannya, mungkin aku juga akan jatuh cinta padanya.” Willa tertawa pelan. Dia melirik Aaron. Pria itu entah kenapa sepertinya terlihat tidak senang.“T
“Paman.” Sekali lagi Willa menegur. Dari ekspresi Aaron, dia yakin, ayah Olivia ini tahu sesuatu tentang Omega. Willa menjadi sedikit gugup. Di kehidupan barunya ini, mendengar lagi tentang Omega membuatnya merindukan banyak orang.Bagaimana keadaan ayah ibu dan kakak laki-lakinya? Telah lima puluh tahun lewat, jika cukup beruntung, mungkin kakaknya masih hidup. Walau mungkin saat ini dia akan berusia tujuh puluh tahun lebih. Sementara ayah dan ibunya, besar kemungkinan mereka sudah tiada.DI mana mereka di makamkan? Di mana juga makamnya sendiri?Perasaan Willa jadi campur aduk.“Aku akan menyelidikinya.” Aaron berkata dengan kepala dipenuhi pemikiran. Dia tidak boleh mempercayai sepenuhnya sebuah penglihatan seperti ini. Apa lagi Hannah selama ini merupakan wanita yang cukup dipercaya olehnya.“Apa kau pernah mendengar tentang Omega?” Willa penasaran dengan hal ini.“Itu semacam organisasi rahasia.” Aaron mengatakannya sambil lalu. Willa mengangguk mendengar jawaban itu. Dia sudah
Aaron baru saja selesai berganti pakaian waktu dia mendengar ketukan di pintu kamarnya. Suara lembut yang memanggilnya membuat bulu halus di sekujur tubuhnya berdiri tegak. Dia segera meningkatkan kewaspadaannya.Bisa saja dia pura-pura tidur atau mengabaikan ketukan pintu Willa Anderson. Tapi Aaron tahu itu akan percuma saja. Gadis Anderson ini adalah tipe orang yang gigih dan pantang menyerah. Jadi, dengan perasaan was-was Aaron membuka pintu kamarnya.Tidak ada yang aneh dari penampilan gadis yang berdiri di depan pintu. Selain baju tidur yang kelihatannya masih baru, dia hanya menggelung rambutnya secara acak dan tersenyum manis seperti biasanya. Tetap saja pemandangan itu membuat Aaron mengumpat di dalam hatinya. Willa Anderson menjadi makin menarik setiap harinya, terlepas dari disengaja atau tidak pada penampilannya.Ini sudah cukup larut untuk mengetuk pintu seorang pria. Aaron menelan ludahnya, merasa curiga.“Paman,” tegur Willa pelan. “Aku ingin bicara sebentar. Ada hal pe
Hannah Russel! Wanita itu adalah Hannah Russel. Willa segera merasa ada yang tidak beres. Begitu Hannah pergi, Willa melihat sekeliling kamar dan memiliki sebuah tebakan. Jika tidak salah, dia sedang berada di kediaman Harris. Dan dilihat dari ukuran tempat tidur dan beberapa foto dan perabot lainnya, kamar ini adalah kamar tidur utama. Ini kamar tidur orangtua Olivia dan Ethan. Kamar tidur Aaron dan Isabella. Dia segera pergi memeriksa teko air. Isinya tampak jernih. Apa pun yang dimasukkan ke dalamnya tidak akan mempengaruhi warna dan rasanya. Willa membuka tutup teko dan menunduk untuk membaui isinya. Sebagai bagian dari pelatihan di pulau, dia telah belajar beberapa hal termasuk segala sesuatu tentang racun. Yang membuatnya terkejut adalah bahwa sesuatu yang dimasukkan ke dalam sini adalah jenis racun yang pernah dikembangkan oleh organisasi tapi kemudian dimusnahkan karena beberapa alasan. Racun Diam! Racun ini saat masuk ke dalam tubuh korban dan membuat jantung ber
Willa memandang Olivia sesaat, lalu akhirnya tertawa geli.“Paman, terima kasih atas ucapan selamatnya. Apa kau tidak ingin memberiku sesuatu juga?” Willa memikirkan banyak hal yang kemungkinan bisa dia dapatkan.“Tidak. Ini terlalu mendadak,” jawab Aaron cepat tanpa menghiraukan perasaan kecewa Willa. Dia memanggil kepala pelayan untuk mengiris kue ulang tahunnya.“Biar aku. Aku bisa melakukannya.” Willa merebut pisau di tangan Aaron dan menggeser nampan berisi kue. Lalu memotongnya dalam ukuran kecil, meletakkannya di piring. Dia mengambil sedikit dengan sendok dan mendekati Aaron.“Paman, suapan pertama untukmu.” Willa mengarahkan sendok ke mulut pria itu.Aaron melirik pada gadis itu sekilas dan terpaksa membuka mulut. Dia tidak ingin berdebat lagi. Willa sangat bahagia melihat Aaron makan kue yang disuapkannya dengan patuh.“Yang kedua adalah untukku.” Lalu Willa mengambil sedikit kue lagi dengan sendok yang tadi dan menyuap untuk dirinya sendiri. Sebenarnya dia ingin Aaron ya
“Aku tahu.” Willa kembali memberikan jawaban yang membuat semua pendengarnya heran.“Jadi, Mommy, kau akan membuat kejutan ulang tahun untuk ayah meski tanggalnya sudah lewat?” Olivia bertanya hati-hati.“Kenapa? Tidak boleh?” Willa membuka penutup kotak kue, memeriksa isinya sebentar.Olivia ikut melongok dan terperangah. Benar-benar kue ulang tahun. Dan karakter hiasannya sungguh tidak cocok untuk diberikan pada seorang pria dewasa. Olivia cukup mengerti tentang itu. Bukankah aneh jika ayahnya yang keren menerima kue dengan hiasan kuda poni?“Mommu, anu... Itu... bukankah kuda poni tidak cocok untuk karakter seorang pria seperti ayah?” Olivia menegur dengan perasaan bersalah. Meski pun waktunya tidak tepat, dia juga tidak ingin kejutan ini mengecewakan ayahnya atau Willa.“Tidak masalah.” Willa melambaikan tangannya di udara. “Paman tidak akan terlalu memperhatikan kuenya.” Oliva merasa tidak berdaya. “Mommy, setidaknya kau bisa memberitahuku jika ingin memberi kejutan.”Willa tert