"Apa aku harus memberitahu semua yang terjadi di rumahku padamu?" Aaron berujar dingin. Nada suaranya datar namun menusuk, membuat nyonya Thompson mundur selangkah. "Hubunganku dengan siapapun di rumah ini bukan urusanmu."Dia mengabaikan semua pertanyaan dan rasa penasaran tamunya. Tatapan tajamnya menyapu seisi ruangan, berhenti sejenak pada William yang masih menatap Willa dengan pandangan tidak percaya.Tidak ada yang bisa dikatakan semua orang. Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Tanpa menambahkan sepatah kata pun, Aaron berbalik dan melangkah menaiki tangga marmer menuju kamarnya untuk mandi.Willa dan Olivia juga meninggalkan ruang tamu. Olivia menggandeng tangan Willa erat, mendongak menatap wajah gadis itu dengan senyum lebar. Sebelum pergi, Willa memberi semua orang senyum penuh makna yang bisa berarti banyak hal—kemenangan, kepuasan, atau mungkin ejekan halus."Selamat sore," ucapnya ringan sebelum beranjak pergi.Lidya nyaris mencekik gadis itu jika saja William
Gadis yang terbaring pucat di ranjang yang mirip ranjang rumah sakit itu menatap langit-langit ruangan di atasnya. Suasananya sangat hening hingga dia bisa mendengar suara napas dan detak jantungnya sendiri. Ada sekilas kesedihan di matanya, tapi segera lenyap. Dia seorang gadis muda yang cantik. Rambut coklatnya yang ikal panjang tersebar di sekitar wajah. Bulu matanya yang lentik bergetar. Sementara bibirnya yang indah mengulas senyum pahit.Biasanya dia adalah gadis dengan semangat dan rasa percaya diri yang kuat. Hari ini dia merasa putus asa.“Jadi, profesor hebat seperti kau pun tidak punya kemampuan untuk menyembuhkan penyakitku?” Setelah beberapa saat terdiam gadis itu melontarkan kalimat mengejek pada seorang pria tua dengan jas putih dan kacamata. Pandangannya masih pada langit-langit ruangan.Pria yang menjadi lawan bicara hanya bisa mengangguk dengan enggan. Dia tidak peduli dengan ejekan itu. Dia hanya peduli dengan nasib malang gadis ini.“Maaf,” ujarnya tak berdaya. “S
“Kau bisa masuk. Pintunya tidak dikunci.” Willa mengatakan itu sambil bangkit lagi dari posisi berbaringnya.Seraut wajah tua muncul dari balik pintu yang didorong. “Apa kau perlu dokter?” Lelaki itu menawarkan seraya mendekat. Dia memeriksa suhu tubuh Willa dengan meletakkan telapak tangan di dahinya.“Aku baik-baik saja.” Hampir saja Willa menepiskan tangan asing itu kalau tidak segera sadar kalau dia adalah orangtua kandungnya saat ini.Tampaknya lelaki ini cukup perhatian sebagai seorang ayah. Willa sedikit merasa hangat. Ingatan pemilik lama sebagian masih samar-samar baginya.Ayahnya dulu juga seorang yang penyayang.“Apa kau yakin?” Daniel masih meragukan ucapan Willa meski merasa suhu tubuh puterinya normal.“Tentu saja. Semalam aku tidur agak larut jadi masih sedikit mengantuk. Mungkin setelah mandi akan lebih baik. Ayah pergi saja dulu.” Willa mendorong lelaki itu pergi. “Aku akan pergi naik taksi nanti.”Daniel mengamati Willa sejenak, memastikan kebenaran ucapannya.“Bai
Tapi si gadis malah ikut tertawa. Seakan bukan dia yang menjadi bahan tertawaan.Richard menjadi tidak senang. Olok-olok mereka terasa menampar udara.“Apa yang kau tertawakan, Nona Anderson?”“Aku menertawakan apa yang kalian anggap lucu.” Willa bahkan menyeka sudut matanya yang berair karena ikut tertawa tadi.“Menurutmu apa yang lucu?” Richard menjadi kesal kini. Bicara gadis ini berbelit-belit. Apa mungkin dia ketakutan? Mungkin—“Kau bertanya apa yang lucu padaku sementara kau juga tertawa? Bukankah kau benar-benar idiot yang tidak tertolong?” ujar Willa. Lagi-lagi dia menyebut para remaja itu sebagai idiot.Ucapan Willa tidak saja membuat bingung tapi juga memancing kemarahan sekelompok remaja itu. Ini telah ke sekian kalinya mereka dipanggil idiot hanya dalam hitungan menit.“Bos, hajar saja. Beri pelajaran. Mulutnya terlalu tajam. Lama-lama kita akan menjadi sakit kepala dibuatnya.” Seorang bertubuh pendek dengan wajah jerawatan menyela dengan tidak sabar. Dia hanya mendengark
Willa menepis senjata pertama dengan memukul pergelangan lawan. Pisau segera terjatuh. Dan remaja yang tadi memegang pisau merasa sendi lengannya terlepas. Dia menjerit setinggi langit saat merasakan nyeri yang luar biasa.Senjata kedua terlempar oleh kibasan tas di tangan Willa. Pisau itu malah berbalik menggores lengan si penyerang. Gadis itu membuat gerakan berputar. Senjata ke tiga dihadang dengan sebuah tendangan. Pisau terlempar jatuh ke tanah. Sebuah tendangan lagi mendarat di perut si remaja. Laki-laki muda itu terbungkuk menahan sakit sambil memegangi perut. Sebentar kemudian dia sudah muntah-muntah.Senjata ke empat datang lebih lambat karena si penyerang mendadak jadi gugup. Willa tidak menghindar. Sambil menyeringai dia menyambut serangan itu dengan telapak tangan terbuka. Tanpa ada yang mengerti, pisau telah berpindah ke tangan Willa.Remaja yang tadi memegang pisau membelalakkan matanya. Dia seperti sedang melihat hantu saja.Pisau di tangan Willa berputar-putar dalam
Aaron sudah terbiasa dengan banyak tatapan memuja dari para wanita. Tapi cara gadis ini menatapnya sedikit keterlaluan. Bahkan dia bisa melihat gadis ini menelan ludahnya. Dia terlihat tidak berusaha menutupi rasa ketertarikannya.Tapi apa katanya tadi? Paman? Mereka baru bertemu dan gadis ini telah menyapanya dengan panggilan yang mengisyaratkan bahwa mereka telah sangat akrab. Terdengar kurang sopan. Tapi cukup untuk sedikit menghapus prasangka buruk Aaron. Bagaimana pun, tidak ada seorang gadis yang akan memanggilnya satu generasi lebih tua jika berniat mendekatinya.“Ayah, ini nona Willa Anderson. Dia yang sudah menyelamatkan kami. Ayah harus melihatnya. Dia sangat hebat. Kami sempat berpikir anak-anak nakal itu akan mencelakainya. Tapi ternyata, Nona Anderson berhasil menghajar mereka semua." Olivia Harris maju mengenalkan Willa pada ayahnya. Dia bahkan memegangi lengan gadis itu dan terlihat sangat menyukainya.Perasaan dingin Aaron sedikit mengendur. Mana mungkin dia bersikap a
Sang ayah di kursi penumpang terbatuk. Samuel di sebelahnya masih bisa mengendalikan diri. Dia hanya berdehem untuk membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa gatal. Sementara Ethan tidak bereaksi. Sebuah headphone telah memblokir suara di sekitarnya. Dia punya firasat bahwa akan ada percakapan yang tidak ingin dia dengar sejak masuk ke dalam mobil.Gadis di kursi belakang melebarkan mata indahnya dan mengintip lewat kaca spion. Hanya ada satu kemungkinan jika tuan Harris sampai sekarang belum menemukan pasangan lagi. Dia masih mencintai isterinya yang sudah meninggal atau belum ada wanita yang membuatnya tertarik untuk menikah lagi. Jangan katakan kalau tidak ada wanita yang menyukainya? Willa berani disambar petir jika setengah wanita Lakeside pasti akan tergila-gila jika bertemu Aaron Harris.Bahkan dia yang baru pertama kali bertemu saja sudah mencampakkan cinta matinya dahulu begitu bertemu pria ini.Willa sibuk berdebat sendiri di dalam hati sampai sebuah sikutan di ping
Acara makan siang hari itu meriah oleh celoteh dua orang, Willa dan Olivia. Mereka bicara tentang apa saja yang melintas di kepala keduanya dan tampak seperti dua sahabat yang telah berpisah bertahun-tahun lamanya.Aaron dan Ethan hanya menyahut dengan enggan sesekali jika ditanya tentang suatu hal. Keduanya berusaha fokus pada makanan yang mereka santap. Sementara dua gadis menjadi sangat berisik dalam pendengaran mereka.Usai makan siang, Willa tanpa malu-malu meminta diantar ke rumah keluarga Anderson. “Aku khawatir ibuku akan mengamuk karena aku terlambat kembali,” ujar Willa dengan wajah dibuat memelas. Padahal hari masih siang. Tidak ada yang akan peduli jika dia tidak pulang sekali pun. Oh, mungkin ayahnya akan khawatir juga. Tapi tidak akan lama. Isteri tercintanya akan membuat praduga-praduga yang menyalahkan Willa dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja.“Apa ibu tirimu sangat jahat?” Olivia begitu antusias menanyakan itu.
"Apa aku harus memberitahu semua yang terjadi di rumahku padamu?" Aaron berujar dingin. Nada suaranya datar namun menusuk, membuat nyonya Thompson mundur selangkah. "Hubunganku dengan siapapun di rumah ini bukan urusanmu."Dia mengabaikan semua pertanyaan dan rasa penasaran tamunya. Tatapan tajamnya menyapu seisi ruangan, berhenti sejenak pada William yang masih menatap Willa dengan pandangan tidak percaya.Tidak ada yang bisa dikatakan semua orang. Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Tanpa menambahkan sepatah kata pun, Aaron berbalik dan melangkah menaiki tangga marmer menuju kamarnya untuk mandi.Willa dan Olivia juga meninggalkan ruang tamu. Olivia menggandeng tangan Willa erat, mendongak menatap wajah gadis itu dengan senyum lebar. Sebelum pergi, Willa memberi semua orang senyum penuh makna yang bisa berarti banyak hal—kemenangan, kepuasan, atau mungkin ejekan halus."Selamat sore," ucapnya ringan sebelum beranjak pergi.Lidya nyaris mencekik gadis itu jika saja William
Willa yang mendengar celaan itu hanya tertawa kecil. Baginya, ucapan gadis itu tidak berarti apa-apa.“Sebelumnya kau menyebutku gadis sembarangan. Sekarang kau menambahkan aku sebagai gadis tidak tahu malu.” Willa maju selangkah dan menilai gadis asing di depannya.Penampilannya memang tampak bagus. Tapi mulutnya sangat tajam membuat orang ingin menamparnya.“Tahukah kau siapa orang yang terus kau rendahkan ini? Kau harusnya memastikan dulu orang yang kau singgung. Dengar baik-baik, aku adalah calon nyonya rumah ini. Calon nyonya Harris.” Willa memberitahu semua orang di ruang tamu tanpa ragu sedikit pun.Beberapa pelayan yang memperhatikan hanya bisa saling pandang satu sama lain. Mereka tidak berani menertawakan atau juga membenarkan. Nona Anderson bukan gadis sembarangan. Jika dia bisa memasuki rumah ini dengan mudah dan membuat tuan mereka tidak bisa melakukan apa-apa padanya, bukankah itu luar biasa? Lagi pula dia bukan gadis yang jahat. Mungkin yang dikatakannya suatu hari akan
Mereka telah dipersilakan masuk dan menunggu di ruang tamu. Minuman dan beberapa camilan telah disajikan, tapi Aaron masih saja belum kelihatan. Dia belum pulang dari perusahaan. Tapi itu memang wajar. Menunggu bintang keberuntungan bukan masalah. Jadi mereka dengan bersemangat mulai menunggu.Nyonya Thompson memandang sekeliling dengan antusias. Dia telah mengagumi bangunan mewah ini dalam beberapa kali kunjungan yang jarang. Membayangkan dia bisa dengan bebas keluar masuk tempat ini suatu saat sungguh membuat perasaannya mengembang seperti balon udara. Itu akan luar biasa!Ethan dan Aaron tahu bahwa sedang ada tamu yang menunggu ayahnya di bawah. Tapi mereka tidak berniat untuk menemui keluarga Thompson. Itu merupakan urusan ayahnya. Lagi pula, mereka tidak cukup dekat hingga harus pergi untuk menyapa.Keluarga Thompson telah menunggu selama lebih dari satu jam. William yang awalnya sudah enggan ikut pergi, kini wajahnya semakin muram. Dia terus mengece
Olivia di tempat duduknya merasa tidak perlu berpikir saat menjawab. “Itu kakek dan nenek saat menikah.”Selain foto pernikahan orangtuanya, hanya ada foto pernikahan kakek neneknya. Tidak ada yang lain lagi.Meski sudah memiliki tebakan dan ternyata benar, tetap saja Willa merasakan sebuah kejutan. Rasanya antara ingin menangis dan tertawa.Ini konyol sekali. Dulu dia jatuh cinta pada Michael. Di kehidupan barunya, cintanya berlanjut pada generasi berikutnya dari Michael.“Astaga.” Willa bergumam pelan sembari menggelengkan kepala. Dia merasa dikutuk oleh Michael. Entah apa kesalahannya di awal penciptaannya di masa lalu. Adakah dia sudah membunuh makhluk satu galaksi?“Mommy, ada apa?” Olivia mengamati ekspresi Willa yang berubah-ubah.“Tidak. Aku cuma merasa kalau kakek kalian juga sangat tampan. Kalau saja aku hidup satu generasi dengannya, mungkin aku juga akan jatuh cinta padanya.” Willa tertawa pelan. Dia melirik Aaron. Pria itu entah kenapa sepertinya terlihat tidak senang.“T
“Paman.” Sekali lagi Willa menegur. Dari ekspresi Aaron, dia yakin, ayah Olivia ini tahu sesuatu tentang Omega. Willa menjadi sedikit gugup. Di kehidupan barunya ini, mendengar lagi tentang Omega membuatnya merindukan banyak orang.Bagaimana keadaan ayah ibu dan kakak laki-lakinya? Telah lima puluh tahun lewat, jika cukup beruntung, mungkin kakaknya masih hidup. Walau mungkin saat ini dia akan berusia tujuh puluh tahun lebih. Sementara ayah dan ibunya, besar kemungkinan mereka sudah tiada.DI mana mereka di makamkan? Di mana juga makamnya sendiri?Perasaan Willa jadi campur aduk.“Aku akan menyelidikinya.” Aaron berkata dengan kepala dipenuhi pemikiran. Dia tidak boleh mempercayai sepenuhnya sebuah penglihatan seperti ini. Apa lagi Hannah selama ini merupakan wanita yang cukup dipercaya olehnya.“Apa kau pernah mendengar tentang Omega?” Willa penasaran dengan hal ini.“Itu semacam organisasi rahasia.” Aaron mengatakannya sambil lalu. Willa mengangguk mendengar jawaban itu. Dia sudah
Aaron baru saja selesai berganti pakaian waktu dia mendengar ketukan di pintu kamarnya. Suara lembut yang memanggilnya membuat bulu halus di sekujur tubuhnya berdiri tegak. Dia segera meningkatkan kewaspadaannya.Bisa saja dia pura-pura tidur atau mengabaikan ketukan pintu Willa Anderson. Tapi Aaron tahu itu akan percuma saja. Gadis Anderson ini adalah tipe orang yang gigih dan pantang menyerah. Jadi, dengan perasaan was-was Aaron membuka pintu kamarnya.Tidak ada yang aneh dari penampilan gadis yang berdiri di depan pintu. Selain baju tidur yang kelihatannya masih baru, dia hanya menggelung rambutnya secara acak dan tersenyum manis seperti biasanya. Tetap saja pemandangan itu membuat Aaron mengumpat di dalam hatinya. Willa Anderson menjadi makin menarik setiap harinya, terlepas dari disengaja atau tidak pada penampilannya.Ini sudah cukup larut untuk mengetuk pintu seorang pria. Aaron menelan ludahnya, merasa curiga.“Paman,” tegur Willa pelan. “Aku ingin bicara sebentar. Ada hal pe
Hannah Russel! Wanita itu adalah Hannah Russel. Willa segera merasa ada yang tidak beres. Begitu Hannah pergi, Willa melihat sekeliling kamar dan memiliki sebuah tebakan. Jika tidak salah, dia sedang berada di kediaman Harris. Dan dilihat dari ukuran tempat tidur dan beberapa foto dan perabot lainnya, kamar ini adalah kamar tidur utama. Ini kamar tidur orangtua Olivia dan Ethan. Kamar tidur Aaron dan Isabella. Dia segera pergi memeriksa teko air. Isinya tampak jernih. Apa pun yang dimasukkan ke dalamnya tidak akan mempengaruhi warna dan rasanya. Willa membuka tutup teko dan menunduk untuk membaui isinya. Sebagai bagian dari pelatihan di pulau, dia telah belajar beberapa hal termasuk segala sesuatu tentang racun. Yang membuatnya terkejut adalah bahwa sesuatu yang dimasukkan ke dalam sini adalah jenis racun yang pernah dikembangkan oleh organisasi tapi kemudian dimusnahkan karena beberapa alasan. Racun Diam! Racun ini saat masuk ke dalam tubuh korban dan membuat jantung ber
Willa memandang Olivia sesaat, lalu akhirnya tertawa geli.“Paman, terima kasih atas ucapan selamatnya. Apa kau tidak ingin memberiku sesuatu juga?” Willa memikirkan banyak hal yang kemungkinan bisa dia dapatkan.“Tidak. Ini terlalu mendadak,” jawab Aaron cepat tanpa menghiraukan perasaan kecewa Willa. Dia memanggil kepala pelayan untuk mengiris kue ulang tahunnya.“Biar aku. Aku bisa melakukannya.” Willa merebut pisau di tangan Aaron dan menggeser nampan berisi kue. Lalu memotongnya dalam ukuran kecil, meletakkannya di piring. Dia mengambil sedikit dengan sendok dan mendekati Aaron.“Paman, suapan pertama untukmu.” Willa mengarahkan sendok ke mulut pria itu.Aaron melirik pada gadis itu sekilas dan terpaksa membuka mulut. Dia tidak ingin berdebat lagi. Willa sangat bahagia melihat Aaron makan kue yang disuapkannya dengan patuh.“Yang kedua adalah untukku.” Lalu Willa mengambil sedikit kue lagi dengan sendok yang tadi dan menyuap untuk dirinya sendiri. Sebenarnya dia ingin Aaron ya
“Aku tahu.” Willa kembali memberikan jawaban yang membuat semua pendengarnya heran.“Jadi, Mommy, kau akan membuat kejutan ulang tahun untuk ayah meski tanggalnya sudah lewat?” Olivia bertanya hati-hati.“Kenapa? Tidak boleh?” Willa membuka penutup kotak kue, memeriksa isinya sebentar.Olivia ikut melongok dan terperangah. Benar-benar kue ulang tahun. Dan karakter hiasannya sungguh tidak cocok untuk diberikan pada seorang pria dewasa. Olivia cukup mengerti tentang itu. Bukankah aneh jika ayahnya yang keren menerima kue dengan hiasan kuda poni?“Mommu, anu... Itu... bukankah kuda poni tidak cocok untuk karakter seorang pria seperti ayah?” Olivia menegur dengan perasaan bersalah. Meski pun waktunya tidak tepat, dia juga tidak ingin kejutan ini mengecewakan ayahnya atau Willa.“Tidak masalah.” Willa melambaikan tangannya di udara. “Paman tidak akan terlalu memperhatikan kuenya.” Oliva merasa tidak berdaya. “Mommy, setidaknya kau bisa memberitahuku jika ingin memberi kejutan.”Willa tert