Nathan sudah tinggal di kamp selama beberapa tahun. Tanpa sadar, dia memperlakukan Kayla seperti prajuritnya. Dia meletakkan tangannya di bahu Kayla sambil berkata, "Dengarkan aku ... ah ...."Tiba-tiba, dia merasakan rasa sakit yang luar biasa dari jari-jarinya. Dia tersentak sejenak, lalu berbalik dengan ekspresi kesakitan. Theo menatapnya dengan dingin sambil menggeser tangannya yang berada di bahu Kayla. "Ngomong baik-baik, jangan pegang-pegang."Nathan tertegun.Kalau Theo tidak menggeser tangannya, dia tidak menyadari hal ini. Lagian di zaman modern seperti sekarang ini, bukankah merangkul bahu hanyalah hal biasa?Namun, dia juga tidak akan membiarkan pria lain menyentuh istrinya seperti ini. Akan tetapi, dia tidak mungkin mengungkapkan hal ini di depan Theo. Kalau sampai Theo tahu, Theo pasti akan menyindirnya. "Dia adikku, memangnya kenapa kalau aku merangkul bahunya?"Walaupun berkata demikian, dia tidak menaruh tangannya di bahu Kayla lagi. Dia diam-diam meregangkan jari-jari
Theo masih agak terganggu akan sikap Kayla yang enggan untuk menjawab pertanyaannya tadi. Mendengar ucapan ini, dia pun menjawab dengan tenang, "Nggak tahu, sudah lupa."Kemudian, dia teringat akan informasi yang berkaitan dengan Carlos. Dia menambahkan, "Jangan terlalu dekat dengannya."Kayla bertanya, "Kenapa?"Mendengar ucapan Theo, dia makin penasaran pada Celine. Apalagi ini bukan pertama kalinya Theo memperingatkannya seperti ini.Theo mengerutkan kening. Setelah beberapa saat, dia baru menemukan kata yang cocok untuk mendeskripsikan Celine. "Dia sangat galak, bisa pukul orang."Kayla tertegun.Di sepanjang perjalanan pulang, suasana hati Theo tidak kunjung membaik. Dia hanya menjawab pertanyaan Kayla dengan singkat. Kalau Kayla tidak berbicara, dia pun tidak bersuara. Sesampai di Vila Aeris, dia langsung pergi ke ruang kerja di lantai dua. Melihat punggungnya yang kesepian, Kayla pun bingung. Kenapa emosi Theo begitu tidak stabil? Kalau Theo adalah wanita, dia bisa maklum. Apa m
Ucapan Kayla melenyapkan seluruh kekesalan Theo. Malam ini, Theo tidur dengan nyenyak tanpa mimpi apa pun.Keesokan harinya.Saat membuka mata, Theo terpesona oleh Kayla yang sedang tertidur pulas. Rambutnya yang agak keriting tergerai di atas bantal dan beberapa helai rambut menempel di wajahnya. Hawa panas membuat pipinya memerah, begitu pula dengan bibirnya.Theo mencondongkan badan untuk mengecup bibir Kayla. Kayla tertidur pulas, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Dia mengecup bibir Kayla lagi, tetapi Kayla masih tak kunjung bangun. Setelah Theo terus mengulangi aksinya, bulu mata Kayla yang lentik pun bergetar untuk beberapa saat. Pada akhirnya, Kayla membuka mata dan bertanya dengan suara bangun tidur, "Sudah jam berapa?"Theo mengambil ponsel di samping kasur, lalu memindai wajahnya dan kunci layar pun otomatis terbuka. Dia melirik waktu sambil berkata, "Setengah sepuluh."Setelah menjawab pertanyaannya, Theo mengklik notifikasi pesan WhatsApp dan membaca se
Jelas-jelas ini adalah pernikahan yang dinanti-nantikan olehnya, tetapi malah ada dua pria yang bersikeras ingin menjadi pengiring pengantin pria. Suasana hati Theo yang buruk berlangsung selama berhari-hari hingga membuat seluruh staf perusahaan kalang kabut. Bahkan Axel dan Parlin yang selalu berbeda pendapat pun setuju bahwa Pak Theo mengalami kecemasan pranikah.Axel yang paling sering ditegur menghela napas dengan tertekan. "Ini bukan pertama kali, kenapa masih gugup? Pak Theo nggak seharusnya begitu."Parlin tidak berencana untuk menanggapinya. Namun, ketika dia hendak pergi, dia melihat seseorang berdiri di depan pintu melalui sudut matanya. Gaya berpakaian orang itu agak familier, jadi dia pun berdeham sebelum berkata, "Pak Theo gugup karena terlalu memedulikan Nyonya Kayla, kamu mana ngerti."Meskipun Parlin sering menyudutkannya, biasanya Axel pasti akan membalas Parlin. Namun, saat ini, entah mengapa dia tidak langsung menyerang Parlin dan malah berbalik ke belakang.Perlu d
Sesampai di depan, Kayla langsung melihat Theo sedang berdiri di samping mobil. Pria yang mengenakan mantel berwarna abu-abu muda itu sedang bertelepon. Tindakan ini membuat lengan bajunya terangkat hingga jam tangan di pergelangan tangannya pun terlihat.Hari ini sangat cerah, matahari yang menyinari tubuhnya membuatnya tampak makin bersinar.Mata Theo terus tertuju ke arah pintu. Begitu Kayla dan Ferry keluar, dia langsung berpamitan pada orang di ujung lain telepon dan berjalan menghampiri mereka. "Ayah, Kay."Melihat sikap manja Theo dan sepasang matanya yang berbinar, Ferry sangat kesal hingga tidak bisa menahan diri untuk menegurnya. "Belum waktunya memanggilku ayah, aku belum memberi biaya ganti panggilan."Kalau bisa, dia ingin meminta Kayla tinggal di sisinya selama beberapa tahun. Keluarga Mars tidak kekurangan uang maupun kekuasaan, pria hanya akan memengaruhi kemampuan wanita dalam berbelanja. Lihatlah pakaian yang dikenakan Kayla, semuanya adalah model lama yang dirilis ta
Ucapan ini sungguh menusuk. Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah Theo sendiri pun merasa bawa ucapan Ferry masuk akal. Saat itu, hubungannya dengan Kayla pasti tidak terlalu baik. Kalau tidak, mengapa dia membuntuti Kayla secara diam-diam? Dalam situasi seperti ini, justru aneh kalau Maria menyukainya.Theo yang sedang merenungkan hal ini pun memanyunkan bibir tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Melihat ekspresi tertekannya, Kayla takut dia akan berpikiran negatif. Kayla mengusap punggung tangan Theo dengan ibu jari sambil berkata, "Ayah nggak bermaksud lain, dia hanya bercanda. Sekarang Ibu pasti sangat menyukaimu.""Ya." Theo segera mengiakan, lalu berbalik menggenggam tangan Kayla.Ferry memutar bola matanya. 'Ini presdir perusahaan multinasional? Seperti orang bodoh saja. Bisa-bisanya memercayai bujukan palsu seperti ini,' umpat Ferry dalam hati. Theo tiba-tiba memalingkan wajah dan keduanya pun bertatapan. Mata Theo diselimuti dengan suatu senyuman tipis, tidak tampak seperti or
"Tentu saja ...." Theo meninggikan suaranya dan memampangkan ekspresi ingin dipuji. Namun, melihat ekspresi muram Kayla, dia pun mengurungkan kata-katanya dan mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Kay, aku merindukanmu."Cara ini tidak efektif pada Kayla. Kayla bertanya lagi, "Bagaimana caramu naik ke sini?""Me ... memanjat," jawab Theo dengan pelan.Kayla sudah tahu, dia hanya ingin mendengar Theo mengatakannya secara langsung. Kamarnya berada di lantai dua, selain pagar pembatas di balkon, tidak terdapat penyangga apa pun. Theo perlu berlari, menginjak tembok dan meraih pagar pembatas untuk sampai di sini. Selain itu, Theo juga harus memperhitungkan jarak dengan akurat dan tidak boleh terjadi kelalaian di tengah perjalanan.Kalau sampai terjatuh, kakinya mungkin akan terkilir atau patah. Kalau kurang beruntung, dia mungkin akan meninggal.Alhasil, Theo bukan hanya tidak takut, tetapi juga ingin dipuji. Meskipun Kayla sangat marah, mengingat Theo membahayakan diri demi bertem
Setelah acara berakhir, Bella mabuk berat. Dia meraih tangan Kayla sambil berpesan. "Kay, kamu harus bahagia. Kalau Theo nggak baik padamu, beri tahu aku, aku akan membantumu menghajarnya."Kayla menjawab dengan sabar, "Oke.""Bukannya kita sudah sepakat nggak akan balikan dengan mantan? Kenapa kamu jatuh ke perangkap yang sama lagi?" Mengingat penderitaan yang pernah dilalui Kayla, Bella pun terus mengoceh.Melihat Bella terus berbicara dan mengungkit masa lalu, Darius buru-buru menarik Bella ke dalam pelukannya sambil berkata, "Dia mabuk, aku akan membawanya pulang beristirahat dulu."Efek alkohol baru saja bekerja, Bella pun mulai emosional. Mendengar ada yang mengatakan dirinya mabuk, perhatian Bella langsung teralihkan. Dia menatap Darius dengan galak sambil berseru, "Aku nggak mabuk, bagaimana bisa kamu bilang aku mabuk? Aku masih bisa minum sebotol anggur putih, kalau nggak percaya, sini kubuktikan."Darius tahu berdebat dengan orang yang sedang mabuk hanya akan merugikan diri s