Setelah makan malam, Evi ingin mengajak Kayla berbelanja sebentar, tetapi dihentikan oleh Theo yang terlihat tak berdaya. "Bu, hari ini adalah hari pernikahanku dan Kayla, nggak bisakah Ibu memberikan kami waktu sendirian bersama?"Evi meliriknya dengan kesal, tetapi tatapannya tidak seburuk sebelumnya. "Baguslah kalau kamu sudah mengerti. Oke, aku akan mengembalikannya kepadamu."Setelah mengatakan itu, Evi menarik tangannya yang memegang lengan Kayla dan mendorongnya ke arah Theo dengan lembut. "Sekarang kalian sudah menerima akta nikah, tanggal pesta pernikahan harus ditentukan secepat mungkin. Bukankah kamu mau minta seorang ahli menghitung tanggalnya? Kok nggak dihitung setelah sekian lama? Apa kalian berencana mencari hari gerhana matahari total untuk menikah?"Theo, "..."Setelah Evi menyindirnya, dia meraih tangan Galih dan berbalik dengan puas. Dia juga memposting sembilan foto di statusnya. Delapan di antaranya adalah foto-foto cantik Kayla dan satu adalah sampul surat nikah
Semua ini adalah hal-hal kecil yang sudah dilupakan oleh Theo. Tak disangka, Kayla masih mengingat semua ini, terutama momen-momen ketika mereka baru menikah. Dia selalu ingat kapan Theo akan pulang dan semua ucapan kasar yang pernah Theo lontarkan padanya, termasuk momen di mana Theo membawanya ke sasana tinju bawah tanah untuk mencari para rentenir dan melunasi semua utang yang membebaninya.Saat itu, dia bahkan mengatakan bahwa Theo sangat bersinar di matanya.Kayla tertegun.Kala itu, dia sangat terpukul dan belum terbiasa dengan keadaan. Setelah ditampar oleh Martin, dia sangat sedih, bagaimana mungkin dia tahu ada yang membuntutinya?Dia bertanya, "Apa kamu bodoh? Tengah malam begitu, kenapa nggak pulang tidur? Malah melihatku menangis di sana."Nada bicara Theo sangat datar, tidak terkesan seperti ingin dipuji . "Seorang gadis menangis di taman hiburan sendirian pada tengah malam sangatlah berbahaya."Seingat Kayla, malam itu dia langsung pulang setelah melampiaskan amarahnya. K
Kayla melirik bibir Theo yang mengerut. Theo sedang mendongak untuk melihat jalur permainan. Meskipun melalui sudut pandangnya dia tidak dapat melihat ekspresi Theo dengan jelas, dia dapat merasakan tangan Theo yang berada di genggamannya agak gemetaran. "Kamu takut?"Theo menjawab, "Nggak."Kayla berjinjit, lalu menjulurkan leher untuk melihat ekspresi Theo. "Sungguh?"Dinilai dari kecepatannya dalam menjawab pertanyaan, dia terdengar seperti sedang berbohong.Dengan posisi mencondongkan badan seperti ini, Kayla mudah terjatuh. Theo merangkul pinggangnya dengan satu tangan, lalu menariknya ke belakang dengan lembut. "Sungguh."Para pemain babak sebelumnya sudah selesai bermain. Sekelompok orang mulai bergerak maju, Theo pun berjalan sambil merangkul Kayla. "Berdiri yang benar, nanti jatuh."Satu babak wahana halilintar hanya dapat menampung 20-an pemain. Mereka membeli tiket premium, tetapi ada banyak orang yang mengantre sehingga mereka belum dapat giliran. Melihat antrean yang masih
Awalnya Kayla curiga bahwa Theo sengaja berkata demikian agar dia tidak khawatir. Namun, setelah mengamati untuk beberapa saat, dia baru menyadari bahwa kaki Theo benar-benar lemas.Kayla tertegun.Dia menahan tawa sambil membantu Theo melepaskan sabuk pengaman. "Biar kupapah, kamu sanggup nggak?"Pertanyaan "kamu sanggup nggak?" seolah-olah menusuk titik lemah Theo. Dia memanyunkan bibirnya sambil menatap Kayla dengan tertekan. Setelah menelan seteguk air liur, dia pun mengiakan. "Ya."Di tengah kejadian ini, semua pemain sudah pergi. Mereka meninggalkan area permainan di bawah tatapan banyak orang, seorang staf menemani mereka berjalan menuju pintu keluar.Kayla menekukkan jari kakinya dengan canggung, sedangkan Theo tampak sangat tenang, seolah-olah tidak peduli dengan tatapan orang-orang.Staf yang berjalan di belakang mereka mengunci pintu keluar. Saat menuruni tangga, Theo tersandung dan hampir terjatuh."Hahaha ...."Kayla memapah Theo dengan satu tangan dan menggunakan tangan l
Setelah masuk ke dalam mobil, Kayla masih membicarakan soal pertunjukan kembang api itu. "Kenapa kamu nggak mengukir nama kita?"Taman hiburan sudah mulai ditutup sehingga pintu keluar parkiran sangat macet. Theo melihat lampu rem di depan sambil berkata, "Kukira kamu nggak suka lamaran seheboh itu.""Kamu bisa menulis inisial kita, nggak akan ada yang tahu."Theo terdiam.Awalnya, dia memang berencana seperti itu. Hanya saja, dia menuliskan inisial Kayla di depan, sedangkan inisialnya di belakang. Namun, setelah melihat sekilas, dia langsung menyingkirkan niatnya.Dia tidak menceritakan hal memalukan ini, tetapi dia tampak sangat gelisah. "Maaf, aku kurang pertimbangan"Sebenarnya Kayla tidak peduli apakah Theo mengukir nama mereka, dia hanya ingin mengobrol saja.Sesampai di rumah, Kayla melemparkan tasnya ke atas meja kopi, lalu terbaring lemas di atas sofa. Hari ini mereka bangun pagi-pagi sekali. Setelah bermain seharian di taman hiburan, dia sangat lelah dan tidak ingin bergerak.
Theo mengulurkan tangan dari belakang untuk mengambil ponsel Kayla. "Aku akan membantumu meminta izin, tidurlah."Begitu alarm Kayla berbunyi, dia langsung bangun dan melihat Kayla sedang mengirim pesan pada Susanto sambil menahan rasa kantuk."Nggak usah." Setelah diinterupsi oleh Theo, rasa kantuknya pun menghilang, apalagi saat menyadari tangan Theo mulai beraksi. Kayla seperti bola meriam yang melesat ke langit, dia langsung bangkit dan turun dari kasur. "Aku nggak ngantuk lagi, kusimpan cutinya buat bulan madu saja."Sebelum Theo mengerahkan tenaga pada tangannya yang berada di pinggang Kayla, Kayla sudah pergi. Melihat Kayla pergi ke kamar mandi dengan panik, dia pun terkekeh. "Kulihat pinggangmu sakit, jadi aku ingin memijatnya. Kamu mau pergi ke mana?"Kayla tertegun.Saat Kayla keluar dari kamar mandi, Theo sudah mengganti pakaian dan sedang mengancingkan manset di depan cermin. Pria tampan bertubuh kekar tampak sangat memukau saat melakukan tindakan ini.Keduanya turun bersam
Kayla tidak membohongi Theo soal tempat duduk mereka berada di pojok. Di sepanjang jalan, mereka sudah berulang kali mengatakan "permisi, tolong beri jalan" untuk sampai di tempat duduk mereka.Bella melihat ke panggung yang berada di depan, staf sedang melakukan pemeriksaan akhir. Dari jarak sejauh itu, dia hanya tahu bahwa ada seseorang di sana. Selain kepala, badan dan anggota tubuh orang tersebut, dia tidak dapat melihat lebih rinci.Dia menghela napas panjang, seolah-olah kehilangan separuh nyawanya. "Kelak aku nggak akan ikut meramaikan konser seperti ini lagi. Idolaku lebih keren saat berada di layar TV, dapat dilihat dari dekat maupun jauh. Resolusi gambar juga sudah HD, bahkan kerutannya pun terlihat jelas."Kayla tertegun sejenak. "Bukannya kamu bilang lebih menarik melihat ototnya secara langsung?""Apanya yang menarik? Dari jarak sejauh ini, aku hanya bisa melihat segumpal daging, bahkan nggak bisa membedakan antara otot perut dan dada. Sekalipun dia buncit, aku juga nggak
Alhasil, sebelum dia meninggalkan restoran, Darius sudah menghentikannya. "Kenapa buru-buru sekali? Mau pergi ke mana?"Seolah-olah ada yang menerkam bagian belakang leher Bella. Dia berdiri tegak di tempat. Setelah beberapa saat, dia berbalik dan tersenyum datar pada Darius. "Aku sudah selesai makan, mau pulang dulu. Kalian lanjut saja."Darius berkata, "Aku juga sudah selesai makan, ayo pergi bersama."Bella bertanya, "Nggak etis pergi begitu saja, kamu nggak pamitan dengan mereka?"Meskipun sekarang dia berhadap-hadapan dengan Darius, kakinya mulai bergerak mundur dan tampak siap untuk melarikan diri kapan saja.Darius bertanya, "Coba kamu tebak, apa dia berharap aku pergi berpamitan dengannya?"Bella melirik kedua orang yang sedang mengobrol di kejauhan. Tanpa perlu ditebak pun, dia tahu bahwa Theo tidak ingin diganggu oleh mereka.Dia menunjuk ke mobilnya yang diparkir di depan pintu. "Mobilku diparkir di dekat pintu, kita hanya searah sampai depan pintu."Bella mengira dirinya su
Sembari berbicara, Lilya terus melirik Celine dengan sudut mata. Sekarang, dia sangat merasa bersalah dan ingin melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Karena emosi ini, Lukas yang selalu diutamakan sejak kecil pun turun pangkat.Namun, Lukas tidak tahu apa-apa. Dia membelalakkan matanya dengan kaget sambil bertanya dengan kesal, "Bu, racun apa yang dia berikan pada Ibu sampai membuat Ibu membelanya seperti ini? Lihatlah luka di wajahku ini, ini yang namanya menguji?"Sembari berbicara, dia membungkuk untuk memperlihatkan memarnya pada Lilya. "Dia ingin membunuhku, Ibu masih membelanya."Hasan yang berada di dalam ruangan mendengar ucapan ini, dia mengerutkan kening sambil berkata, "Diam kamu, kamu itu pria, luka sekecil ini membuatmu menjerit seperti ini?"Dia menatap wajah Lukas yang dipenuhi dengan memar sambil berkata dengan nada menghina, "Dipukuli oleh wanita masih berani mengadu.""Lalu apa yang bisa lakukan? Ayah nggak mengizinkanku memukul wanita, apa lagi yang bisa kula
Percakapan macam apa ini? Carlos tidak sanggup? Masih perlu membuktikan?Revin diam-diam mengangkat sekat, dia takut Carlos akan membungkamnya. Dengar-dengar, kebanyakan pria yang kekurangan dalam hal tersebut memiliki gangguan mental, pantas saja sifat Carlos sangat aneh.Di kursi belakang, Carlos menatap Celine dengan tajam, seolah-olah ingin menggali dua lubang di tubuh Celine. "Kamu nggak puas dengan keterampilanku?"Celine berpikir sejenak sebelum menjawab dengan serius, "Delapan dari sepuluh kali kamu hanya berbaring, apa kamu pantas menanyakan hal seperti ini?""Aku hanya berbaring diam? Siapa yang meminta berhenti di tengah proses? Siapa yang pergi setelah dirinya terpuaskan?" Dia menatap Celine sambil tersenyum dingin. "Celine, semoga kelak kamu nggak nangis."Jarak hotel itu tidak jauh. Ketika mereka masih berbicara, mobil sudah berhenti.Carlos berkata, "Turun.""Untuk apa?" Celine tidak menyangka Carlos akan menggunakan alasan bertemu dengan Hasan untuk membawanya ke hotel.
Di bawah penerangan cahaya, Celine membantu Lyon merapikan celana dan Lyon pun menunduk untuk menatapnya. Jalanan yang terlihat melalui jendela di belakangnya. Terkadang, ada pejalan kaki yang lewat dengan kepala tertunduk sehingga membuat suasana di toko menjadi lebih hangat.Lyon menatap cermin berulang kali, lalu berkata dengan serius, "Bagus."Celine mengangguk. "Bayar pakai kartu atau QRIS?"Ekspresinya sangat datar, dia sama sekali tidak terlihat gembira saat ada yang memuji karyanya. Singkatnya, dia tidak tampak seperti desainer, melainkan seperti robot penghasil uang yang tidak berperasaan.Lyon tertegun sejenak, lalu berkata sambil tersenyum pasrah, "Kamu ....""Celine." Terdengar suara Carlos dari pintu.Celine menoleh ke arah datangnya suara. Carlos berdiri di bawah lampu, sosoknya yang tinggi, ekspresinya yang muram dan suaranya yang berat memancarkan suatu aura mendominasi. Celine mengerutkan kening sambil bertanya dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa datang ke sini?"Set
Mendengar ucapannya, Merlin membelalakkan matanya dengan kaget. Masalah ini tidak boleh dibicarakan di depan orang tuanya, sekarang, tindakan sekecil apa pun dapat menghancurkan harapan terakhirnya.Dia sudah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk membangun citra gadis baik, tidak boleh dirusak begitu saja."Kamu masih tahu malu, nggak? Di satu sisi, kamu nggak berharap merasakan kasih sayang dari mereka, tapi di sisi lain, kamu malah mengadu. Tindakanmu ini disebut munafik."Celine mendengus dingin. Dia sama sekali tidak menyembunyikan niatnya, dia ingin memanfaatkan Keluarga Tomson untuk mencapai tujuannya. "Kalau aku nggak meminta orang lain menaklukkanmu, apa aku harus mengambil pisau dapur dan bertarung nyawa denganmu? Merlin, sadarlah, sekarang masyarakat dikendalikan oleh hukum."Merlin tercengang.Kata-kata yang dilontarkan Celine bagaikan sindiran untuk diri sendiri. Masyarakat hukum? Dia mencelakai begitu banyak orang, beraninya mengatakan masyarakat dikendalikan oleh huk
Tentu saja, Carlos tidak akan melakukan apa pun pada Celine. Baik dari segi didikan maupun karakter yang tertanam dalam dirinya, dia tidak akan melakukan hal tidak senonoh seperti memerkosa wanita.Selain itu, dia menemukan Celine bukan sengaja memprovokasinya, melainkan benar-benar tidak bereaksi terhadap sentuhannya.Kening Carlos diselimuti dengan hawa dingin, tatapannya yang tajam tertuju pada badan Celine. Pakaian Celine berantakan, leher dan lengan Celine dipenuhi dengan bekas merah. Celine pun menatapnya dengan linglung, seolah-olah baru dilecehkan secara brutal.Jelas-jelas dia tidak mengerahkan banyak tenaga, bahkan sudah mengontrol tenaganya, tetapi bekas sekecil apa pun tampak sangat mencolok di kulit putih Celine.Carlos mengatupkan bibirnya untuk menahan suatu emosi yang tak dapat diluapkan, lalu mengulurkan tangannya untuk membuka laci di samping tempat tidur. Memang benar, terdapat beberapa botol obat. Setelah beberapa saat, dia baru mengucapkan satu kalimat, "Celine, ka
Melihatnya marah, Ratna yang berada di samping pun berkata dengan getir, "Pak, Nyonya sudah tidur."Carlos hanya melirik Ratna dan langsung naik ke atas dengan galak. Saat melewati ruang tamu, dia melihat dua lembar kertas A4 di atas meja. Meskipun dia tidak melihat tulisan di atas kertas dengan jelas, dia tahu kata-kata apa yang tertera di atas kertas.Pembuluh darah di wajahnya berkedut. Dia bertanya dengan nada dingin, "Apa juga ada di meja makan? Dia meletakkan kertas itu di setiap tempat yang aku lalui?"Ratna tidak bersuara, artinya dia membenarkan dugaan Carlos.Setelah terdiam selama beberapa menit, Carlos tertawa dengan marah. Celine bertekad untuk menceraikannya?Dia bergegas ke atas dengan ekspresi dingin. Seketika, percikan api di hatinya langsung menyala saat mengetahui Celine mengunci pintu. Dia menahan amarahnya, lalu mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Celine menahan pintu agar Carlos tidak bisa masuk. "Ada urusan apa?"Carlo
Shanny baru sadar kamera ponselnya mengarah ke belakang orang-orang itu. Dia mengangkat ponselnya dan berjalan ke hadapan orang-orang itu dengan santai. "Astaga, kok bisa dipukuli sampai memar seperti ini, mungkin ibu kandungmu pun nggak mengenalimu lagi."Celine pun tidak bisa mengenali orang itu sebelum mendengar suara memohon yang familier. "Nona Celine, Nona Celine, kami sudah tahu salah, kami nggak seharusnya menindasmu. Tolong ampuni kami, tolong minta Paman Hasan jangan pergi mencari orang tua kami lagi."Dia membela diri dengan terisak-isak. Kalau dia masih memiliki cara lain, seorang pria dewasa sepertinya tidak akan memohon ampun di pinggir jalan. Meskipun reputasinya buruk dan dia tidak terlalu mementingkan harga diri, siapa yang akan menginjak harga diri sendiri?"Aku memang pernah memukulmu dulu, tapi kamu juga memukulku. Bisa dibilang kita hanya berselisih, bukan menindas secara sepihak. Beberapa waktu lalu kamu mematahkan satu kakiku dan aku pun nggak pergi mencarimu."S
Sepertinya suasana hati Celine sangat baik, dia meluapkan semua emosinya yang terpendam selama ini. Dia menopang dagunya sambil melebarkan senyuman di sudut bibirnya. Dari sisi mana pun, senyuman ini tampak sangat provokatif dan bibir merahnya sedikit terbuka.Melihatnya hendak mengatakan sesuatu, Carlos mengerutkan kening dan langsung menyelanya, "Diam."Dia hanya bisa berpikir bahwa Celine sengaja membuatnya kesal karena sudah dicueki selama dua tahun ini. "Dulu siapa yang bersikeras ingin menikah denganku?"Celine mengangkat kepalanya untuk meneguk habis arak di dalam gelas. Cairan dingin mengalir ke tenggorokannya dan masuk ke perutnya. Detik berikutnya, sensasi terbakar pun menyebar dari perutnya ke sepanjang pembuluh darah di tubuhnya.Perlahan-lahan muncul rona merah di kulit putihnya. Matanya berkilau, seolah-olah sedang dimasuk cinta.Melihat gelas kosong di tangan Celine, kerutan di alis Carlos menjadi makin dalam. "Apa kamu sapi? Siapa yang mengajarimu cara meminum arak?"Aw
Carlos hendak membungkuk untuk memeriksa kondisi Merlin. Mendengar ucapan ini, dia tidak tahu apakah dirinya harus melanjutkan tindakannya.Lilya yang berada di luar mendengar kebisingan dari kamar Celine. Dia mengira Celine terjatuh karena tidak leluasa bergerak, dia bergegas memasuki kamar. "Celine, ada apa?"Begitu selesai berbicara, dia langsung melihat Merlin yang terbaring diam di atas lantai. "Merlin ... kok bisa pingsan? Carlos, cepat telepon ambulans. Hasan, Hasan ...."Celine menyela teriakannya. "Dia pura-pura."Lilya berhenti berteriak, dia menatap Celine dengan kaget. "Kalau nggak percaya, tusukkan saja beberapa jarum ke tubuhnya. Kujamin dia akan melompat tinggi."Setelah dia selesai berbicara, Merlin yang berbaring di lantai mengerang pelan dan tampak sangat kesakitan. Dia memegang kepalanya sambil membuka mata. Begitu membuka mata, dia melihat sekeliling dan pada akhirnya pandangannya tertuju pada Carlos. "Kak Carlos, ada apa denganku?"Carlos tertegun.Begitu pula deng