Di ruang rapat rumah sakit, Lilia menginterogasi semua orang yang terlibat dalam operasi tersebut. Semua orang pun sepakat bahwa kesalahan dokterlah yang menyebabkan kematian tersebut.Lilia curiga Sandy sengaja menyembunyikan kondisi pasien. Lilia sudah membaca sendiri laporan pemeriksaan almarhum dan tidak ada masalah apa-apa di sana. Setelah itu, Lilia menonton rekaman operasi di mana Sandy menghentikan Reo menyentuh pembuluh darah besar si pasien. Lilia juga membaca hasil otopsi yang mengatakan bahwa pasien meninggal akibat kesalahan dalam perbaikan pembuluh darah besar.Walaupun curiga, Lilia juga tidak bisa langsung menyalahkan Sandy tanpa bukti. Dia hanya bisa menyelesaikan masalah ini dengan memberi kompensasi besar kepada anggota keluarga pasien dan juga berjanji kepada mereka untuk memecat Reo selaku dokter bedah utama.Murid-murid almarhum sebenarnya adalah orang-orang paling berbakat di bidang medis internasional. Mereka semua meminta pihak rumah sakit untuk memastikan Reo
Lama sekali mereka berdua hanya saling berpandangan, lalu Reo berujar."Aku tahu kamu ingin aku menerima penghargaan tersebut, mengira bahwa kehormatan ini adalah milikku, tapi kenyataannya aku nggak terlalu peduli soal itu. Selama pasien menggunakan obat yang aku kembangkan, itu sudah cukup buatku.""Tapi ...."Lilia ingin mengatakan sesuatu, tapi Reo menyelanya sambil tersenyum, "Apa kamu percaya? Aku memiliki bakat hebat dalam mengembangkan obat-obatan. Bahkan kalaupun aku nggak memenangkan penghargaan kali ini, aku pasti akan mendapatkannya lain kali. Yang penting aku nggak menyerah belajar tentang kedokteran ...."Sinar matahari sore pun menembus masuk ke ruang konferensi melalui jendela kaca, menyebabkan tubuh Reo seolah bersinar menyilaukan.Lilia balas mengangguk dengan bangga, "Aku yakin kamu memang bisa, tapi reputasimu ...."Reo menyadari sorot tatapan Lilia yang menyesal. "Yang penting kamu percaya padaku. Reputasi itu cuma apa kata orang, sama sekali nggak penting buatku."
Setelah menangani masalah tersebut, Jihan pun ditelepon ke rumah sakit oleh orang tua Jefri.Orang tua Jefri sudah berusaha untuk mendamaikan masalah Jefri yang menabrak Jodie sampai tulang Jodie patah.Namun, Jodie benar-benar keras kepala. Tidak peduli negosiasi seperti apa yang ditawarkan, Jodie bersikeras mengatakan bahwa pokoknya Jefri harus dipenjara.Ketika Jihan dan yang lainnya bergegas ke kamar rawat Jodie, pria itu sedang duduk bersila di atas ranjang rumah sakit sambil bermain kartu dengan Zeno, Cessa dan Jordan...Begitu melihat Jihan, Zeno pun bangkit berdiri dan menyapa pria itu dengan hormat. Jodie bersandar di ranjang rumah sakit sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi."Zeno, apa hari ini angin barat laut bertiup? Coba lihat atasanmu yang tampak memesona itu ...."Zeno mengabaikan sindiran Jodie, dia berpura-pura cuek dan menggaruk bagian belakang kepalanya."Oh, ya? Kok aku nggak ngerasa? Coba buka jendela dulu ...."Zeno pun hendak melakukannya, tapi Jodie memelotot
Semua orang sontak terdiam dan kompak menatap Jodie di tempat tidur.Menyukai wanita yang sudah menikah bukanlah suatu tindakan yang mulia.Jantung Jodie sontak berhenti berdetak selama sepersekian detik, tapi itu hanya sesaat dan dia segera menyembunyikan perasaan bersalahnya."Aku nggak buta."Dia menatap Jihan dengan ekspresi menghina seolah-olah Wina adalah makhluk rendahan.Jihan menatap tajam ke arah Jodie. Dia mencoba melihat emosi Jodie yang sesungguhnya, tapi yang terlihat hanyalah kesan menghina dan jijik."Terus, kenapa kamu meminta dia mengurusimu?"Jodie dengan tenang menjawab dengan tangan terlipat di depan dada dan mengangkat dagunya."Keluarga kakekku berutang budi pada ibunya. Aku merasa bersalah dengan sikap tetua di keluargaku, jadi aku memintanya mengurusiku supaya aku bisa lebih dekat dengannya dan memberikan kompensasi kepadanya."Jodie pun melirik Jihan. Entah apa yang berniat dia sembunyikan, yang jelas dia tidak ingin memicu amarah Jihan."Ibunya memang ternyat
Saat ini, Jihan sedang sibuk bekerja di Grup Lionel sehingga hanya Wina yang ada di rumah.Wina sedang sibuk mendesain saat Paman Rudi memberitahunya bahwa orang tua Jefri ada di sini. Wina pun segera meletakkan penanya.Dia bangkit berdiri dan berjalan menuju ruang tamu di lantai bawah sambil terus bertanya-tanya kenapa orang tua Jefri yang selama ini tidak pernah berkontak dengannya mendadak datang menemuinya.Sisilia berasal dari keluarga baik-baik dan terpandang. Dia juga sangat cantik dan memancarkan aura seorang wanita sejati. Meskipun dia sedikit lebih tua, dia tetap anggun, elegan dan terlihat cerdas. Ucapannya juga sangat lembut dan berkelas, benar-benar menunjukkan jati diri seorang wanita dari keluarga kaya.Dia tersenyum menatap Wina, juga memuji kecantikan dan gaya berpakaian Wina yang bagus. Dia juga mengatakan bahwa desain interior di Bundaran Blue Bay tidak ada bandingannya bahkan dengan desainer terkenal internasional, lalu meminta Wina mendesain renovasi rumah adiknya
Wina dan Aulia sontak tertegun.Jodie menyadari kehadiran mereka dan menengadah. Begitu melihat mereka berdua menatap bagian bawah tubuhnya dengan linglung, dia pun refleks menunduk.Saat ini, Desta masih kesulitan menarik ritsletingnya."Tuan Muda, mulai sekarang pakai baju rumah sakit saja untuk hal semacam ini. Ritsletingnya macet, kita jadi sama-sama repot ...."Kita jadi sama-sama repot ....Wina dan Aulia sontak saling berpandangan.Ternyata alasan Jodie tidak pernah jatuh cinta atau menikah ketika usianya sudah sematang ini adalah karena orientasi seksualnya yang bias terhadap Desta ....Jodie merasa ada yang aneh dengan sorot tatapan Wina dan Aulia, jadi dia memelototi mereka. "Apa-apaan tatapan kalian itu?"Aulia tersenyum dalam diam, lalu menarik Wina dan berbalik badan berjalan pergi. "Maaf sudah mengganggu, silakan lanjutkan ....""Tunggu!"Jodie menendang Desta menjauh, lalu mengejar mereka berdua dan berdiri mengadang.Dia menunjuk tangan kanannya yang digips, lalu ke rit
Jodie mengepalkan tangannya dan menggertakkan gigi untuk menahan amarahnya."Kenapa semua orang terus mencariku demi Jefri? Ngeselin banget.""Bukannya kamu bilang akan memaafkan Jefri selama aku mengurusimu?"Ekspresi kesal Jodie langsung perlahan-lahan mereda."Kamu setuju mau mengurusiku?"Belum sempat Wina menyahut, Aulia menarik lengan bajunya."Kak Wina, Kakak nggak usah mengorbankan dirimu demi kakakku kok.""Tenang saja."Wina menepuk-nepuk punggung tangan Aulia untuk menenangkannya."Ibumu berasal dari Keluarga Dinsa, ibuku juga tumbuh besar di Keluarga Dinsa. Apa pun hubungan darah kita, tetap saja status kita sepupuan. Kamu juga mengira kita sepupuan, jadi aku bersedia memanggilmu kakak sepupu. Itu berarti wajar-wajar saja aku mengurus kakak sepupuku. Tapi ...."Wina berhenti bicara, lalu mengangkat alisnya dan tersenyum."Aku adalah adik sepupumu, sementara Jefri adalah adik laki-lakiku, jadi pernikahanku dengan Jihan membuat kalian jadi bersaudara. Boleh nggak Tuan Muda Jo
Setelah Jodie memelototi Desta, dia memalingkan pandangannya dan menggerak-gerakkan jarinya ke arah Wina. "Sini."Wina terdiam sesaat, lalu berjalan menghampiri Jodie.Jodie mengetuk plester di tangan kanannya dengan tangan kirinya. "Aku sudah nggak tahan lagi, tolong garukin kulit di sampingnya."Rasanya Wina ingin mencekik Jodie. "Bukannya tadi kamu menyuruhku menjauh?"Jodie kembali terdiam sesaat. "Itu tadi, sekarang aku ingin kamu mengurusiku. Mana bisa kamu jauh-jauh?"Ternyata Wina memang hanya bermodalkan tampang, aslinya dia agak bodoh. Penilaian Jihan buruk juga.Wina tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Jodie, tapi dia bisa melihat kesan menghina yang jelas di mata pria itu.Aulia juga menyadari hal ini. Dia jadi bertanya-tanya apa mungkin Jodie tertarik pada kakak ipar keduanya.Namun, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin Jodie sengaja memperlakukan kakak ipar keduanya seperti ini untuk mempermalukan kakak keduanya.Selain itu, masih belum jelas Jodie menyukai laki-laki ata
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je