Saat ini, Jihan sedang sibuk bekerja di Grup Lionel sehingga hanya Wina yang ada di rumah.Wina sedang sibuk mendesain saat Paman Rudi memberitahunya bahwa orang tua Jefri ada di sini. Wina pun segera meletakkan penanya.Dia bangkit berdiri dan berjalan menuju ruang tamu di lantai bawah sambil terus bertanya-tanya kenapa orang tua Jefri yang selama ini tidak pernah berkontak dengannya mendadak datang menemuinya.Sisilia berasal dari keluarga baik-baik dan terpandang. Dia juga sangat cantik dan memancarkan aura seorang wanita sejati. Meskipun dia sedikit lebih tua, dia tetap anggun, elegan dan terlihat cerdas. Ucapannya juga sangat lembut dan berkelas, benar-benar menunjukkan jati diri seorang wanita dari keluarga kaya.Dia tersenyum menatap Wina, juga memuji kecantikan dan gaya berpakaian Wina yang bagus. Dia juga mengatakan bahwa desain interior di Bundaran Blue Bay tidak ada bandingannya bahkan dengan desainer terkenal internasional, lalu meminta Wina mendesain renovasi rumah adiknya
Wina dan Aulia sontak tertegun.Jodie menyadari kehadiran mereka dan menengadah. Begitu melihat mereka berdua menatap bagian bawah tubuhnya dengan linglung, dia pun refleks menunduk.Saat ini, Desta masih kesulitan menarik ritsletingnya."Tuan Muda, mulai sekarang pakai baju rumah sakit saja untuk hal semacam ini. Ritsletingnya macet, kita jadi sama-sama repot ...."Kita jadi sama-sama repot ....Wina dan Aulia sontak saling berpandangan.Ternyata alasan Jodie tidak pernah jatuh cinta atau menikah ketika usianya sudah sematang ini adalah karena orientasi seksualnya yang bias terhadap Desta ....Jodie merasa ada yang aneh dengan sorot tatapan Wina dan Aulia, jadi dia memelototi mereka. "Apa-apaan tatapan kalian itu?"Aulia tersenyum dalam diam, lalu menarik Wina dan berbalik badan berjalan pergi. "Maaf sudah mengganggu, silakan lanjutkan ....""Tunggu!"Jodie menendang Desta menjauh, lalu mengejar mereka berdua dan berdiri mengadang.Dia menunjuk tangan kanannya yang digips, lalu ke rit
Jodie mengepalkan tangannya dan menggertakkan gigi untuk menahan amarahnya."Kenapa semua orang terus mencariku demi Jefri? Ngeselin banget.""Bukannya kamu bilang akan memaafkan Jefri selama aku mengurusimu?"Ekspresi kesal Jodie langsung perlahan-lahan mereda."Kamu setuju mau mengurusiku?"Belum sempat Wina menyahut, Aulia menarik lengan bajunya."Kak Wina, Kakak nggak usah mengorbankan dirimu demi kakakku kok.""Tenang saja."Wina menepuk-nepuk punggung tangan Aulia untuk menenangkannya."Ibumu berasal dari Keluarga Dinsa, ibuku juga tumbuh besar di Keluarga Dinsa. Apa pun hubungan darah kita, tetap saja status kita sepupuan. Kamu juga mengira kita sepupuan, jadi aku bersedia memanggilmu kakak sepupu. Itu berarti wajar-wajar saja aku mengurus kakak sepupuku. Tapi ...."Wina berhenti bicara, lalu mengangkat alisnya dan tersenyum."Aku adalah adik sepupumu, sementara Jefri adalah adik laki-lakiku, jadi pernikahanku dengan Jihan membuat kalian jadi bersaudara. Boleh nggak Tuan Muda Jo
Setelah Jodie memelototi Desta, dia memalingkan pandangannya dan menggerak-gerakkan jarinya ke arah Wina. "Sini."Wina terdiam sesaat, lalu berjalan menghampiri Jodie.Jodie mengetuk plester di tangan kanannya dengan tangan kirinya. "Aku sudah nggak tahan lagi, tolong garukin kulit di sampingnya."Rasanya Wina ingin mencekik Jodie. "Bukannya tadi kamu menyuruhku menjauh?"Jodie kembali terdiam sesaat. "Itu tadi, sekarang aku ingin kamu mengurusiku. Mana bisa kamu jauh-jauh?"Ternyata Wina memang hanya bermodalkan tampang, aslinya dia agak bodoh. Penilaian Jihan buruk juga.Wina tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Jodie, tapi dia bisa melihat kesan menghina yang jelas di mata pria itu.Aulia juga menyadari hal ini. Dia jadi bertanya-tanya apa mungkin Jodie tertarik pada kakak ipar keduanya.Namun, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin Jodie sengaja memperlakukan kakak ipar keduanya seperti ini untuk mempermalukan kakak keduanya.Selain itu, masih belum jelas Jodie menyukai laki-laki ata
Wina dan Aulia bergosip tentang orientasi seksual Jodie, lalu pulang.Begitu pulang, Aulia langsung menjelaskan kepada orang tuanya.Untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, Sisilia sengaja membawakan hadiah ke Bundaran Blue Bay.Wina tidak bisa menolak, jadi dia menerimanya dan menyuruh orang untuk mengirim balik hadiah kepada Sisilia sekeluarga.Berkat masalah ini, hubungan Wina dengan orang tua Jefri pun menjadi lebih dekat.Di sisi lain, Jihan malah merasa agak kesal. Begitu pulang, dia hanya duduk di sofa ruang kerja dalam diam.Karena Jihan sedang tidak bermain-main dengan ponselnya atau membaca dan hanya menatapnya, Wina pun meletakkan penggarisnya."Sayang, kamu kenapa?"Jihan sudah masuk sejak 10 menit yang lalu, tetapi baru sekarang Wina mengacuhkannya.Hati Jihan terasa sakit. Dia pun meletakkan salah satu kakinya yang jenjang ke atas lututnya yang lain."Menurutmu?"Jihan mengenakan setelan formal dengan kaki bersilang dan punggung bersandar di sofa.Wina memegang dagunya
Investigasi terhadap Sandy sudah dekat, tetapi pernikahan Daris dan Dokter Dinda juga harus tetap sesuai jadwal.Ini adalah pernikahan tangan kanan Jihan, jadi mobil-mobil mewah pun berderet di depan Hotel Arya.Bukan hanya tokoh-tokoh terkemuka di Kota Aster saja yang datang, tetapi juga orang-orang dari Kota Ostia yang memiliki urusan bisnis dengan Keluarga Lionel.Daris memesan seluruh hotel sehingga tamu baik dengan dan tanpa undangan dapat duduk.Daris lahir dari ibu tiri Yuno. Jadi, tentu saja perwakilan Keluarga Safwan adalah Yuno.Dia memasuki hotel tanpa banyak bicara. Begitu melihat Lilia, Yuno langsung mencegatnya di ujung koridor.Yuno mengenakan setelan jas berwarna hitam, pembawaanya terkesan elegan dan ekspresinya terlihat dingin. Seulas senyuman kecil tersungging di bibirnya."Kamu berani juga ya menggugatku kayak gitu. Pihak pengadilan sudah meneleponku."Yuno hendak menyentuh pipi Lilia, tetapi Lilia segera menghindar."Proses hukumnya sudah mau dimulai, tapi kamu mas
Wina berjalan memasuki aula pesta sambil menggandeng lengan Jihan dan kebetulan mereka bertemu dengan Yuno yang keluar dari aula.Kedua pihak pun menghentikan langkah masing-masing. Yuno menatap Jihan dan Wina di hadapannya, lalu tertawa kecil."Lama nggak ketemu, Nona Wina."Yuno sengaja tidak mengacuhkan Jihan dan hanya menyapa Wina. Sorot tatapannya terlihat jelas merendahkan dan menghina.Wina tidak menjawab. Dia mengajak Jihan pergi berputar arah, tetapi Yuno malah tertawa terbahak-bahak."Nona Wina, kayaknya wajahmu waktu kita terakhir kali ketemu nggak secerah sekarang. Sepertinya rumah tanggamu berjalan bahagia."Wina mulai merasa kesal dengan Yuno yang terlalu banyak bicara."Mau hidupku bahagia atau nggak itu bukan urusan Dokter Yuno."Yuno balas tersenyum dengan sinis."Memang bukan urusanku. Aku cuma kebetulan tahu kalau kebahagiaanmu itu berkat pengorbanan seseorang."Tangan Wina yang menggandeng Jihan pun sontak menegang.Jihan juga bisa merasakannya. Dia ragu sesaat, lal
Seseorang pun secara kebetulan berjalan melewati mereka. Orang itu refleks menatap Wina dan Jihan dengan wajah yang merona merah, sepertinya dia mendengar ucapan Jihan. Wajah Wina sontak menjadi merah padam lagi. "Aduh, kamu ini! Ssst! Sudah, diam!""Kamu 'kan dulu bukan tipe yang suka bicara?" tegur Wina sambil membungkam mulut Jihan. "Kenapa sekarang jadi cerewet?"Jihan membuka mulutnya hendak menjawab, tetapi Wina kembali membungkamnya. "Sudah, diam! Tutup mulutmu!"Di saat mereka berdua sedang berdebat, Daris pun menyambut pengantin wanita untuk masuk ke aula. Semua hadirin langsung duduk.Si pembawa acara naik ke atas panggung dan mengucapkan selamat atas pernikahan kedua mempelai, lalu mempersilakan kedua mempelai naik ke atas panggung.Cahaya ruangan menyinari pengantin wanita dan membuat Dokter Dinda tampak secantik peri yang turun ke bumi.Dia berdiri di ujung lain karpet merah, tersenyum begitu anggun sambil menunggu pengantin pria yang tampan menjemputnya ....Daris mengena
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je