Sandy membuka pintu ruangan direktur rumah sakit dengan tangan yang dibalut perban, lalu Jihan yang mengenakan setelan jas hitam di dalam sana.Jihan sedang duduk di atas meja, tubuhnya tampak ramping dan tegap. Tangannya diletakkan ke dalam saku, kepalanya agak dimiringkan dengan proporsi wajah yang sempurna.Wajah yang tampan paripurna, disertai dengan fitur-fitur yang sangat indah. Ketampanan Jihan memang paket lengkap.Setiap gerak-gerik Jihan juga tampak begitu berkelas dan elegan. Sama seperti Jefri, Jihan juga terlahir dengan aura seperti ini.Harus Sandy akui, berdiri di depan Jefri membuatnya merasa rendah diri, tetapi saat berdiri di depan Jihan, dia merasa begitu kecil dan terintimidasi."Kamu tahu kenapa aku mau bertemu denganmu?"Aura dan ekspresi dingin milik Jihan membuat Sandy sampai merasa sulit bernapas.Dia menengadah menatap Jihan, dia bisa merasakan betapa Jihan ingin sekali membunuhnya."Tahu."Sandy menahan intimidasi dari sorot tatapan Jihan yang dingin, lalu me
Dulu, kalimat ini pasti akan menyakiti hati Jihan, tetapi sekarang Jihan jauh lebih tenang karena Wina adalah miliknya."Nggak ada seorang pun yang bisa menjadi Ivan."Maksud Jihan adalah Ivan itu berbeda dengan Jefri. Ivan tidak mungkin muncul di hadapan mereka setelah resmi menikah dan meminta rujuk dengan Wina."Dengan kata lain, Pak Jihan juga menganggap apa yang dilakukan Jefri itu salah?"Sandy pintar sekali menemukan poin-poin penting dari suatu masalah. Bahkan Lilia dan Daris saja tidak terpikir bertanya seperti itu."Aku nggak pernah bilang dia benar."Sandy refleks tersenyum dengan senang. Itulah jawaban yang dia cari."Pak Jihan saja menganggap dia yang salah, jadi kenapa malah mengusikku?""Yang kupermasalahkan adalah tuduhanmu kepadanya. Dokter Sandy tahu betul perbedaannya."Jihan tidak peduli dengan hubungan Sandy dan Sara. Yang dia permasalahkan adalah Sandy yang memfitnah Jefri. Namun, Sandy berpura-pura bingung."Pak Jihan, justru aku sengaja menuduhnya karena dia ter
Jika Jihan adalah orang lain, mereka pasti akan terpengaruh oleh Sandy dan bahkan beranggapan bahwa ini semua salah Jefri.Sayangnya, orang yang berdiri di depan Sandy bukanlah Sara, melainkan Jihan yang sangat rasional dan sangat tenang."Dokter Sandy, aku sudah mengatakan apa yang perlu kukatakan. Aku nggak akan mengulanginya. Kuberi kamu waktu lima menit untuk berpikir."Dengan kata lain, Jihan menganggap itu adalah dua hal yang berbeda. Pokoknya, Sandy harus bertanggung jawab atas kesalahannya.Sandy mengepalkan tangannya dengan kesal."Pak Jihan, bukannya waktu itu kamu juga berusaha merebut Nona Wina dari Ivan seperti yang kulakukan sekarang?"Jika hanya disebutkan satu kali, itu bisa dikatakan tidak sengaja. Namun, jika sampai disebut dua kali, itu berarti terang-terangan memprovokasi.Konflik yang dipicu oleh perkataan Sandy bukan hanya soal kesalahan Jefri, tetapi juga sisi gelap Pak Jihan.Lilia yang menjadi makcomblang Sandy dan Sara pun sontak berkeringat dingin mendengar u
Sandy yakin dengan prinsipnya dan menghadapi Jihan dengan mantap."Aku nggak punya harta kekayaan ataupun kakak laki-laki yang dapat membantu menyelesaikan segalanya, jadi aku nggak bisa dibandingkan dengan dia."Jihan sontak terkekeh."Selain itu, Jefri dapat mengambil hati Nona Sara tanpa menggunakan cara apa pun."Ketika Jihan mengatakan ini, matanya tertuju pada tangan Sandy yang terbungkus perban.Sandy tidak menyangka Jihan langsung tahu soal dirinya yang sengaja meniru kecelakaan mobil yang Jefri alami.Sandy merasa seperti ditelanjangi, ucapan Jihan langsung membongkar isi hatinya.Saat Sandy sedang merasa sangat malu, suara Jihan yang dingin dan mencemooh pun terdengar."Perbedaan terbesar antara Jefri dan kamu adalah Jefri nggak perlu repot-repot menarik perhatian Nona Sara darimu. Kamu nggak akan bisa melawannya."Kata-kata ini sangat menghina dan membuat Sandy merasa tidak nyaman.Ucapan itu bagaikan pisau yang menghujam hati Sandy.Sandy tidak tahu bahwa sebagai buaya dara
Ketika Sandy mendengar ini, jantungnya berdetak kencang.Setelah Jihan selesai menangani masalah Jefri, Jihan malah mengungkit masalah yang lain lagi.Sandy pun berbalik dan menatap Jihan. Badannya merasa gemetar saat mata mereka beradu pandang."Aku nggak tahu cerita kalian, jadi aku nggak akan mengomentarinya. Cukup Pak Jihan saja yang tahu.""Oh, gitu?"Jihan tersenyum sinis."Aku dengar beberapa waktu lalu, Nona Sara mengajak Dokter Sandy ke Kota Ostia untuk ketemu Tuan Ivan?"Sandy tidak mengerti apa yang dimaksud Jihan, jadi dia tidak berani menjawab sembarangan dan hanya mengangguk."Nona Sara menganggap Tuan Ivan sebagai adik laki-lakinya. Mengajak Dokter Sandy ketemu berarti dia ingin Tuan Ivan mengenalmu. Aku yakin setelah melihatmu dan menganggapmu boleh juga, Tuan Ivan merasa lega dan memercayakan Nona Sara kepadamu. Tapi, kamu malah mengkritik kisahnya dengan istriku? Bukankah itu berarti Dokter Sandy harus minta maaf pada Tuan Ivan?""Aku nggak mengkritik dia ataupun Nona
Tentu saja Sara segera mengetahui informasi bahwa Jihan menemui Sandy untuk menyelesaikan masalah.Wina yang menemaninya berbelanja dan makan bertanya apa dia perlu jadi perantara, tetapi Sara menolak.Menurut Sara berkata ini adalah kesalahan Sandy, dia yang harus bertanggung jawab. Jihan tidak salah.Sara sebenarnya masih merasa ragu, tapi masalahnya hubungan mereka sudah mencapai level pernikahan dan mereka tidak bisa mundur.Yang lebih dikhawatirkan Wina adalah pernikahan kedua Sara. Jika pernikahan kedua tidak bahagia, Sara mungkin tidak akan pernah berani menikah lagi.Namun, Sara mengatakan bahwa Jefri bukanlah pilihan yang baik. Sandy memang salah, tapi Jefri juga sebenarnya tukang pembuat onar.Setelah mendengar ini, Wina merasa apa yang dikatakan Sara masuk akal, gadis mana yang berani mempertaruhkan seluruh hidupnya dengan Jefri, tapi ...."Tuan Muda Jefri pernah menangis karenamu."Tangan Sara yang memegang sayuran berhenti sejenak, lalu tersenyum seolah memikirkan sesuatu
Dokter Sandy kembali dari luar negeri dan sudah lama tidak ke rumah sakit. Namun, dia tetap memperlakukan rekan-rekan dan para pasiennya dengan lembut. Dia selalu berbicara dengan lembut dan tidak pernah bersikap jahat. Siapa sangka sifatnya di balik pintu yang tertutup ternyata sangat berbeda.Bukan berarti Sandy yang bertindak terhadap Jefri bukanlah masalah besar. Masalahnya, alasan pertama, cara yang Sandy gunakan sangat rapi. Kedua, saat Jihan ingin membuat perhitungan dengannya, Sandy selalu menghindar. Sebenarnya, dia hanya berani berbuat tanpa berani mempertanggungjawabkan. Itu sebabnya dia membuat alasan dan mencoba membujuk Jihan.Pada akhirnya, alasannya adalah Sara. Sandy menggunakan Sara sebagai tamengnya. Sandy benar-benar tidak berguna sebagai pacar, masa dia menjadikan kekasihnya sebagai tameng agar Jihan mengampuninya? Di mana dia menaruh harga diri Sara?Justru Wina. Jika bukan Wina-lah yang membujuk Keluarga Lionel, mana mungkin Jihan sudi menerima permintaan maaf Sa
Mereka bertiga sedang mengobrol di restoran, sementara Sandy menemui Jefri untuk minta maaf.Jefri sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Ketika dilihatnya Sandy masuk, dia melirik sebentar dan kemudian mengalihkan pandangannya ke jendela.Sandy berpikir bahwa Jefri akan seperti yang terakhir kali. Ketika melihatnya kembali, dia akan sangat emosional sehingga berdiri dan memukulinya.Tanpa diduga, Jefri bersikap begitu tenang kali ini. Tampaknya Sara sudah menjelaskan kepadanya dan mungkin menyerah.Sandy menghampirinya dan berkata 'maafkan aku'.Sandy tidak mengatakan kenapa dia minta maaf. Jefri juga mendengarnya.Dengan tenang atau lebih tepatnya, tatapan matanya yang tampak mati rasa, memandang dengan acuh tak acuh."Kalau aku jadi kamu, meskipun kakiku patah, nggak akan minta maaf."Untuk apa meminta maaf di saat semuanya sudah berlalu? Memangnya itu bisa mengubah keadaan?"Dalam menghadapi kekuasaan, mereka yang tahu keadaan adalah pemenang. Aku bukan kamu yang selalu dibela ol
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je