Tidak peduli betapa kejamnya Jihan, dia tidak pernah mengira bahwa Ellen-lah yang mengganti obat Ryder.Dia tertegun untuk waktu yang lama sebelum sadar kembali karena tidak percaya. "Binatang saja nggak akan menyakiti anaknya sendiri. Ternyata kamu lebih busuk daripada mereka sampai menyerang putramu sendiri."Mata Ellen memerah dan dia menggelengkan kepalanya seperti orang kesetanan. "Nggak! Bukan itu masalahnya! Harusnya obat itu diminum oleh kamu, tapi entah kenapa malah kakakmu yang mengambilnya! Jelas-jelas aku menukar obatmu, kenapa malah dia yang memakannya? Bagaimana ini bisa terjadi ...."Saat Wina mendengar ini, dia merasa sedikit tertekan dan meraih lengan Jihan. "Jadi orang yang ingin dia bunuh adalah kamu ....""Omong kosong!"Ellen meraung marah, menunjuk ke arah Jihan dan berkata, "Siapa bilang aku ingin membunuhnya? Obat itu hanya akan menurunkan IQ-nya, bukan membunuhnya. Dia adalah mainanku, aku ingin membuatnya bertahan hidup untuk menyiksanya selamanya! Mana mungki
Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, Wina melihat Jihan memegangi kepalanya dengan satu tangan dan tampak fokus berpikir. Itu sebabnya Wina menduga Jihan sudah tahu siapa yang mengganti obat kakaknya.Wina tidak bertanya tentang rahasia Keluarga Lionel, tetapi Jihan menoleh menatapnya dengan sorot tatapan mendalam."Sayang, aku juga baru tahu kemarin kalau ada rahasia gelap di balik kelahiranku. Tolong kamu ... jangan membenciku."Ternyata Jihan khawatir Wina tidak akan menyukai rahasia kelahirannya, itu sebabnya Jihan menatap Wina dengan sangat murung.Wina pun mengelus-elus rambut Jihan."Aku nggak peduli rahasia apa di balik kelahiranmu, aku nggak akan pernah membencimu. Yang aku cintai hanyalah kamu."Bahkan sekalipun Jihan bukan orang kaya atau sosok yang memesona, Wina akan tetap mencintainya selamanya.Ekspresi tegang Jihan perlahan menjadi lebih rileks. Dia merangkul pinggang Wina, lalu memeluk Wina di pangkuannya.Jihan menyandarkan kepalanya ke kursi mobil sambil menga
Wina sontak menjadi gelisah sehingga dia melangkah maju dan meraih lengan Jihan. "Sayang, kepalamu sakit lagi?"Kepala Jihan benar-benar sakit. Dia takut Wina akan khawatir, jadi dia segera meletakkan jarinya dan berpura-pura berkata dengan cuek, "Nggak kok, aku cuma agak capek. Nggak usah kepikiran soal itu."Mana mungkin Wina tidak memikirkannya di saat dia tahu Jihan menderita tumor otak? "Kalau sakit, kamu harus memberitahuku. Jangan sembunyikan dariku."Jihan mengangguk kecil dan menatap Wina dengan ragu-ragu. Dia merasa tidak seharusnya dia menyembunyikan soal itu dari Wina, tetapi dia juga tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.Wina sudah bersama Jihan selama bertahun-tahun, jadi dia sudah bisa menebak apa yang Jihan pikirkan dari perubahan ekspresinya. Sekarang, hanya bertanya tentang siapa ibu kandungnya saja sudah membuat Jihan pusing dan tidak berani menatap Wina. Rasanya seperti ibu kandung Jihan memiliki hubungan tertentu dengan Wina ....Wina pun berpikir. Setelah Killia
Wina tidak ingin memikirkan masa depan secara mendalam, dia menjauhkan tangan Jihan yang menutupi bibirnya. "Ibumu Wanda atau anak haram yang bernama Yuri?"Karena Wina bahkan sudah tahu tentang Yuri dan Jihan sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi, Jihan pun menggertakkan gigi dan mengatakan yang sebenarnya, "Yuri."Wina mengangguk mengerti. Jordan sudah pernah mengatakan bahwa salah satu dari ketiga saudara perempuan itu bukan anak Keluarga Dinsa, tetapi Jordan tidak tahu siapa.Saat sedang berpikir, Jihan tiba-tiba meraih dagu Wina dan mengangkatnya sehingga Wina menatapnya. "Apa kamu sedang memikirkan tentang perceraian?"Wina pun menjawab, "Bukan, ini soal ucapan Jor ...."Belum sempat Wina mengucapkan nama Jordan, Jihan sudah menyela lagi dengan mata yang memerah, "Kita cuma sepupuan, bukan saudara kandung. Itu nggak jadi masalah. Tolong jangan ceraikan aku ...."Wina yang disela dua kali pun memandang Jihan yang tampak begitu sedih dan balas sedikit mengernyit. "Sekalipun kita
Di kantor direktur rumah sakit, Wina dan Jihan sedang duduk di sofa menunggu hasil tes DNA.Jihan terus menggenggam tangan Wina. Tangan Jihan sendiri terasa begitu panas.Walaupun ekspresi Jihan terlihat biasa saja, Wina tahu pria itu merasa sangat gugup."Nggak apa-apa, jangan takut."Wina menenangkan Jihan dengan mengusap-usap telapak tangan Jihan, sementara Jihan menunduk dan melirik ke arah Wina."Kalau Wanda adalah anak yang diadopsi oleh Keluarga Dinsa, itu berarti kita tetap sepupuan. Apa ... yang akan kamu lakukan?"Jordan bilang salah satu dari ketiga saudara perempuan itu bukan anak Keluarga Dinsa, Jadi selain Veransa dan Yuri, ada juga 30% kemungkinan bahwa Wanda yang merupakan ibu Jodie adalah anak adopsi.Sekalipun Wina mencurigai ibunya bukan anak Keluarga Dinsa, semuanya tidak pasti tanpa bukti tes DNA. Wajar saja Jihan jadi khawatir.Wina juga memikirkan pertanyaan ini dalam perjalanan ke rumah sakit. Bisakah dia mengabaikan etika dan moralnya demi Jihan?Dia menjawab d
"Masuk," kata Jihan. Lilia pun berjalan masuk.Wina mengepalkan tangannya dan menatap laporan di tangan Lilia dengan gugup.Walaupun dia sudah mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan, tetap saja dia merasa tegang menunggu jawaban Lilia.Lilia menatap Jihan dengan jahil, lalu membuka dokumen berisi hasil tes DNA di depan mereka berdua."Apa hasilnya?"Dibandingkan dengan Jihan yang tenang, Wina justru jauh lebih gelisah. Wina bahkan langsung bertanya tanpa menunggu Lilia bicara.Lilia mengeluarkan laporan itu dan menyerahkannya kepada Wina. "Kamu dan Pak Jihan nggak memiliki hubungan darah ...."Wina menatap angka yang tertera, lalu berkata dengan lega, "Kayaknya Jordan nggak membohongiku ...."Setelah itu, Wina pun berbalik badan dan berjalan menghampiri Jihan. Dia menunjuk sederet angka yang tertera di atas kertas, lalu berkata dengan penuh semangat, "Lihat, Sayang! Kita sama sekali nggak punya hubungan darah! Kamu lega, 'kan?"Jihan tidak tahu dia harus merasa lega atau tidak, di
Setelah laporan tes DNA keluar, Jihan membawa Wina kembali ke kediaman Keluarga Lionel.Killian sedang duduk di ruang tamu, membuat teh. Ketika dia melihat dua orang datang sambil berpegangan tangan, wajahnya menjadi gelap dan cangkir teh di tangannya terlempar ke atas meja."Berani juga kamu."Killian sedang berbicara tentang Wina. Dia menatap orang tua itu dan tidak berkata apa-apa. Jihan membawanya langsung ke orang tua itu dan melemparkan laporan itu kepadanya."Lihat sendiri."Sikap Jihan terhadap Killian selalu dingin dan acuh tak acuh dan Killian sudah terbiasa dengan hal itu. Dia berpaling dari Wina dengan jijik dan mengambil laporan itu.Ketika dia melihat hasil yang ditampilkan di atas, ekspresi muram Killian jelas sedikit melunak, tetapi itu hanya sesaat sebelum dia diambil alih oleh kecurigaan.Mungkinkah itu laporan palsu?Setelah membaliknya beberapa kali, Killian melemparkannya kembali ke atas meja dan menatap Jihan, "Rumah sakit itu milikmu, jadi tidak sulit membiarkan
Senang?Ekspresi Jihan langsung tampak begitu suram. "Jangan kasih tahu siapa-siapa soal identitasku."Membayangkan Jodie sebagai adik sepupunya saja sudah membuat Jihan bergidik!Wina memiringkan kepalanya menatap Jihan yang terlihat tidak rela itu, lalu sengaja menjahilinya, "Oke, Kakak Sepupu, aku rahasiakan."Jihan, yang sedang mengemudikan mobil, tidak bereaksi sejenak, berbelok di tikungan, lalu menoleh untuk melihat ke arah Wina, "Kamu baru saja memanggilku apa?"Wina meletakkan satu tangannya di tepi jendela mobil dan berkata sambil setengah tersenyum, "Kakak Sepupu. Kenapa?""Kenapa kamu memanggilku begitu?" tanya Jihan kebingungan.Wina tersenyum dan berkata, "Sebelum kita melakukan tes DNA, bukannya kamu mengira aku adalah adik sepupumu? 'Kan nggak salah kalau aku memanggilmu kakak sepupu ...."Jihan pun terdiam.Wina pun mendekat dengan ekspresi yang terkesan agak sombong. "Kakak Sepupu, kayaknya standar etikamu jelek banget deh. Gimana kalau kuajari?"Melihat paras wanita