Sesuai dugaan Wina, ternyata Ellen memang berencana seperti itu. Namun, kenapa Ellen bersikeras menghancurkan orang-orang yang berarti untuk Jihan?Wina hanya menemani Jihan ke sini. Betapa pun bingungnya dia, dia tidak mau berbicara. Dia hanya berdiri diam di samping Jihan.Ketika Ellen melihat Wina diam, matanya yang jahat kembali ke Jihan. Ketika dia melihat cincin kawin di jari manis tangan kiri Jihan, ekspresinya berubah dingin."Kalian menikah?"Pria yang dulu ingin menyembunyikan Wina, kini bersikap terbuka dan terang-terangan. Jihan memegang tangan Wina dan memperlihatkan cincin kawin mereka agar Ellen dapat melihatnya dengan jelas."Ternyata nggak sesuai dengan keinginanmu, ya. Pada akhirnya, aku menikahinya."Setelah mendapatkan jawaban yang akurat, kebencian perlahan muncul di mata Ellen.Dia membuang bukunya, lalu menunjuk ke arah Wina dengan tangannya yang kurus kering."Kamu berjanji pada kakakmu untuk menikahi Winata! Bisa-bisanya kamu ingkar janji dan berakhir menikahin
Setelah Jihan menyelesaikan peringatannya, dia berhenti berbicara omong kosong dengan Ellen dan langsung menyatakan tujuan kunjungannya, "Aku datang ke sini untuk menanyakan dua hal. Kalau kamu menjawab dengan jujur, aku nggak akan mengajukan pergantian hukuman untuk adikmu. Tapi, kalau kamu bohong, aku akan menambahkan beberapa tuduhan lagi padanya sehingga dia dihukum mati."Adik laki-laki Ellen ingin menenggelamkan Jihan di kolam renang ketika dia berusia lima tahun. Jihan tentu saja tidak akan membiarkannya pergi. Sekarang dia bisa mengancam Ellen dengan nyawa adiknya sekaligus menuntut kebenaran dari mulut Ellen.Meskipun Ellen tidak memiliki kelemahan apa pun, dia masih sedikit khawatir dengan adik laki-lakinya yang sudah melakukan segalanya untuknya sejak kecil, jadi dia menyetujui kesepakatan itu. "Dua hal apa?"Jihan pun bertanya dengan suara dingin, "Yang pertama, apa kamu yang menyalakan api yang membakar ayahku?"Mendengar pertanyaannya, Ellen segera menyadari sesuatu. "Sep
Jihan memandang wanita di kursi roda yang sudah menyakitinya tanpa henti dan berkata tanpa ekspresi, "Aku sudah mencoba untuk menyenangkan hatimu."Ketika dia berumur enam tahun, Jihan yang masih punya rasa sayang terhadap ibunya pun meniru kakaknya dan membeli kue yang disukai Ellen pada hari ulang tahunnya. Dia berlari ke kamar Ellen dan berkata dengan gembira, "Bu, aku sudah membelikan kue ulang tahun yang Ibu suka. Semoga Ibu panjang umur dan sehat selalu ...."Namun, Ellen tidak menanggapi Jihan dengan lembut seperti yang dia lakukan kepada Ryder. Ellen menjambak rambut Jihan dan menendangnya keluar kamar, lalu kakinya yang mengenakan sepatu hak tinggi menginjak-injak kue yang Jihan belikan sambil memaki, "Dasar bajingan! Masa seekor anjing membelikanku makanan? Aku nggak sudi makan ...."Sampai kemarin, Jihan tidak mengerti kenapa Ellen begitu kejam padanya. Sekarang setelah tahu kenapa, dia jadi merasa lega ....Mereka sama sekali bukan ibu dan anak, jadi bagaimana dia bisa meng
Tidak peduli betapa kejamnya Jihan, dia tidak pernah mengira bahwa Ellen-lah yang mengganti obat Ryder.Dia tertegun untuk waktu yang lama sebelum sadar kembali karena tidak percaya. "Binatang saja nggak akan menyakiti anaknya sendiri. Ternyata kamu lebih busuk daripada mereka sampai menyerang putramu sendiri."Mata Ellen memerah dan dia menggelengkan kepalanya seperti orang kesetanan. "Nggak! Bukan itu masalahnya! Harusnya obat itu diminum oleh kamu, tapi entah kenapa malah kakakmu yang mengambilnya! Jelas-jelas aku menukar obatmu, kenapa malah dia yang memakannya? Bagaimana ini bisa terjadi ...."Saat Wina mendengar ini, dia merasa sedikit tertekan dan meraih lengan Jihan. "Jadi orang yang ingin dia bunuh adalah kamu ....""Omong kosong!"Ellen meraung marah, menunjuk ke arah Jihan dan berkata, "Siapa bilang aku ingin membunuhnya? Obat itu hanya akan menurunkan IQ-nya, bukan membunuhnya. Dia adalah mainanku, aku ingin membuatnya bertahan hidup untuk menyiksanya selamanya! Mana mungki
Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, Wina melihat Jihan memegangi kepalanya dengan satu tangan dan tampak fokus berpikir. Itu sebabnya Wina menduga Jihan sudah tahu siapa yang mengganti obat kakaknya.Wina tidak bertanya tentang rahasia Keluarga Lionel, tetapi Jihan menoleh menatapnya dengan sorot tatapan mendalam."Sayang, aku juga baru tahu kemarin kalau ada rahasia gelap di balik kelahiranku. Tolong kamu ... jangan membenciku."Ternyata Jihan khawatir Wina tidak akan menyukai rahasia kelahirannya, itu sebabnya Jihan menatap Wina dengan sangat murung.Wina pun mengelus-elus rambut Jihan."Aku nggak peduli rahasia apa di balik kelahiranmu, aku nggak akan pernah membencimu. Yang aku cintai hanyalah kamu."Bahkan sekalipun Jihan bukan orang kaya atau sosok yang memesona, Wina akan tetap mencintainya selamanya.Ekspresi tegang Jihan perlahan menjadi lebih rileks. Dia merangkul pinggang Wina, lalu memeluk Wina di pangkuannya.Jihan menyandarkan kepalanya ke kursi mobil sambil menga
Wina sontak menjadi gelisah sehingga dia melangkah maju dan meraih lengan Jihan. "Sayang, kepalamu sakit lagi?"Kepala Jihan benar-benar sakit. Dia takut Wina akan khawatir, jadi dia segera meletakkan jarinya dan berpura-pura berkata dengan cuek, "Nggak kok, aku cuma agak capek. Nggak usah kepikiran soal itu."Mana mungkin Wina tidak memikirkannya di saat dia tahu Jihan menderita tumor otak? "Kalau sakit, kamu harus memberitahuku. Jangan sembunyikan dariku."Jihan mengangguk kecil dan menatap Wina dengan ragu-ragu. Dia merasa tidak seharusnya dia menyembunyikan soal itu dari Wina, tetapi dia juga tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.Wina sudah bersama Jihan selama bertahun-tahun, jadi dia sudah bisa menebak apa yang Jihan pikirkan dari perubahan ekspresinya. Sekarang, hanya bertanya tentang siapa ibu kandungnya saja sudah membuat Jihan pusing dan tidak berani menatap Wina. Rasanya seperti ibu kandung Jihan memiliki hubungan tertentu dengan Wina ....Wina pun berpikir. Setelah Killia
Wina tidak ingin memikirkan masa depan secara mendalam, dia menjauhkan tangan Jihan yang menutupi bibirnya. "Ibumu Wanda atau anak haram yang bernama Yuri?"Karena Wina bahkan sudah tahu tentang Yuri dan Jihan sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi, Jihan pun menggertakkan gigi dan mengatakan yang sebenarnya, "Yuri."Wina mengangguk mengerti. Jordan sudah pernah mengatakan bahwa salah satu dari ketiga saudara perempuan itu bukan anak Keluarga Dinsa, tetapi Jordan tidak tahu siapa.Saat sedang berpikir, Jihan tiba-tiba meraih dagu Wina dan mengangkatnya sehingga Wina menatapnya. "Apa kamu sedang memikirkan tentang perceraian?"Wina pun menjawab, "Bukan, ini soal ucapan Jor ...."Belum sempat Wina mengucapkan nama Jordan, Jihan sudah menyela lagi dengan mata yang memerah, "Kita cuma sepupuan, bukan saudara kandung. Itu nggak jadi masalah. Tolong jangan ceraikan aku ...."Wina yang disela dua kali pun memandang Jihan yang tampak begitu sedih dan balas sedikit mengernyit. "Sekalipun kita
Di kantor direktur rumah sakit, Wina dan Jihan sedang duduk di sofa menunggu hasil tes DNA.Jihan terus menggenggam tangan Wina. Tangan Jihan sendiri terasa begitu panas.Walaupun ekspresi Jihan terlihat biasa saja, Wina tahu pria itu merasa sangat gugup."Nggak apa-apa, jangan takut."Wina menenangkan Jihan dengan mengusap-usap telapak tangan Jihan, sementara Jihan menunduk dan melirik ke arah Wina."Kalau Wanda adalah anak yang diadopsi oleh Keluarga Dinsa, itu berarti kita tetap sepupuan. Apa ... yang akan kamu lakukan?"Jordan bilang salah satu dari ketiga saudara perempuan itu bukan anak Keluarga Dinsa, Jadi selain Veransa dan Yuri, ada juga 30% kemungkinan bahwa Wanda yang merupakan ibu Jodie adalah anak adopsi.Sekalipun Wina mencurigai ibunya bukan anak Keluarga Dinsa, semuanya tidak pasti tanpa bukti tes DNA. Wajar saja Jihan jadi khawatir.Wina juga memikirkan pertanyaan ini dalam perjalanan ke rumah sakit. Bisakah dia mengabaikan etika dan moralnya demi Jihan?Dia menjawab d