Jihan segera kembali ke ruang kerja, lalu mengeluarkan ponselnya dan menelepon.Nenek Melisa yang sudah terlelap pun terbangun karena ada telepon. Dia kaget sekali melihat Jihan meneleponnya.Jihan tidak akan pernah berinisiatif meneleponnya. Kenapa sekarang Jihan meneleponnya selarut ini?Dia mengulurkan jari-jarinya yang keriput dan mengklik tombol jawab, "Halo, Jihan ...."Jihan bahkan tidak balik menyapa dan hanya berkata dengan dingin, "Aku akan mengembalikan 10% saham Grup Lionel kepadamu dan memberikan tambahan 5% untuk putramu. Jangan pernah membocorkan rahasia itu. Lalu, berhentilah menghasut Keluarga Lionel untuk mengurus istriku atau akan kupastikan kamu dan putramu hilang nggak berbekas!"Nenek Melisa sontak tersenyum mendengar penawaran Jihan, tetapi langsung menjadi ketakutan ketika mendengar ancaman Jihan. "Kamu ...."Jihan langsung menyela, "Kuberi waktu lima detik untuk kamu memikirkannya."Ini jelas-jelas sebuah pemaksaan!Nenek Melisa ingin sekali menantang Jihan den
Entah berapa banyak rokok yang sudah Jihan isap. Pada akhirnya, Jihan mengambil ponselnya menelepon.Begitu melihat Tuan Malam meneleponnya, Zeno yang selalu siap siaga pun segera keluar dari jendela dan bersembunyi di tempat yang tidak diawasi untuk menjawab panggilan tersebut."Tuan, aku masih menyelidiki tujuan Jodie mencari Vera. Belakangan ini Cessa percaya banget padaku, jadi aku yakin bisa segera mengetahuinya."Kali ini, Zeno langsung menjelaskan perkembangannya sebelum Tuan Malam bertanya.Dia hanya merasa agak gelisah karena Cessa baru percaya padanya setelah Zeno memberikan momen pertamanya.Zeno sudah bisa membayangkan betapa marahnya Jodie jika pria itu sampai tahu dia sudah melakukan sesuatu pada adiknya.Namun, itu tidak jadi masalah. Zeno tidak takut karena paling ujung-ujungnya dia harus menikahi Cessa. Lagi pula, Zeno juga tidak memiliki calon istri atau semacamnya.Jihan merasa lebih kesal ketika memikirkan tentang Jodie, tetapi dia mengendalikan emosinya dan berkata
Wina mendengar Lilia berkata bahwa Jihan sudah dicambuk oleh Ellen sejak dia masih kecil dan Ellen sudah menghancurkan semua yang Jihan sayangi, termasuk manusia.Saat pertama kali disentuh oleh Jihan, Wina bisa merasakan bekas luka kecil di punggung pria itu.Wina pikir Jihan terluka karena misinya, tetapi ternyata bekas cambukan ikat pinggang ibunya.Wina tidak bisa membayangkan lingkungan seperti apa tempat Jihan kecil tumbuh besar. Yang jelas, Wina merasa sedih setelah mendengar apa yang terjadi pada Jihan.Menurut Lilia, Jihan berhasil bertahan hidup. Bagi Jihan, bertahan hidup adalah sesuatu yang dibutuhkan dan dia tidak peduli hal lainnya.Hari ini, Wina merasa lega atas ketidakpedulian Jihan. Jika Wina yang memiliki ibu seperti itu, dia mungkin akan lebih acuh daripada Jihan.Namun, masuk akal jika Jihan membenci Ellen. Namun, kenapa Jihan mendadak ingin bertemu dengan ibunya setelah berbicara dengan Killian?Jihan tidak ingin mengatakan apa-apa dan Wina tidak bertanya lagi. Wi
Sesuai dugaan Wina, ternyata Ellen memang berencana seperti itu. Namun, kenapa Ellen bersikeras menghancurkan orang-orang yang berarti untuk Jihan?Wina hanya menemani Jihan ke sini. Betapa pun bingungnya dia, dia tidak mau berbicara. Dia hanya berdiri diam di samping Jihan.Ketika Ellen melihat Wina diam, matanya yang jahat kembali ke Jihan. Ketika dia melihat cincin kawin di jari manis tangan kiri Jihan, ekspresinya berubah dingin."Kalian menikah?"Pria yang dulu ingin menyembunyikan Wina, kini bersikap terbuka dan terang-terangan. Jihan memegang tangan Wina dan memperlihatkan cincin kawin mereka agar Ellen dapat melihatnya dengan jelas."Ternyata nggak sesuai dengan keinginanmu, ya. Pada akhirnya, aku menikahinya."Setelah mendapatkan jawaban yang akurat, kebencian perlahan muncul di mata Ellen.Dia membuang bukunya, lalu menunjuk ke arah Wina dengan tangannya yang kurus kering."Kamu berjanji pada kakakmu untuk menikahi Winata! Bisa-bisanya kamu ingkar janji dan berakhir menikahin
Setelah Jihan menyelesaikan peringatannya, dia berhenti berbicara omong kosong dengan Ellen dan langsung menyatakan tujuan kunjungannya, "Aku datang ke sini untuk menanyakan dua hal. Kalau kamu menjawab dengan jujur, aku nggak akan mengajukan pergantian hukuman untuk adikmu. Tapi, kalau kamu bohong, aku akan menambahkan beberapa tuduhan lagi padanya sehingga dia dihukum mati."Adik laki-laki Ellen ingin menenggelamkan Jihan di kolam renang ketika dia berusia lima tahun. Jihan tentu saja tidak akan membiarkannya pergi. Sekarang dia bisa mengancam Ellen dengan nyawa adiknya sekaligus menuntut kebenaran dari mulut Ellen.Meskipun Ellen tidak memiliki kelemahan apa pun, dia masih sedikit khawatir dengan adik laki-lakinya yang sudah melakukan segalanya untuknya sejak kecil, jadi dia menyetujui kesepakatan itu. "Dua hal apa?"Jihan pun bertanya dengan suara dingin, "Yang pertama, apa kamu yang menyalakan api yang membakar ayahku?"Mendengar pertanyaannya, Ellen segera menyadari sesuatu. "Sep
Jihan memandang wanita di kursi roda yang sudah menyakitinya tanpa henti dan berkata tanpa ekspresi, "Aku sudah mencoba untuk menyenangkan hatimu."Ketika dia berumur enam tahun, Jihan yang masih punya rasa sayang terhadap ibunya pun meniru kakaknya dan membeli kue yang disukai Ellen pada hari ulang tahunnya. Dia berlari ke kamar Ellen dan berkata dengan gembira, "Bu, aku sudah membelikan kue ulang tahun yang Ibu suka. Semoga Ibu panjang umur dan sehat selalu ...."Namun, Ellen tidak menanggapi Jihan dengan lembut seperti yang dia lakukan kepada Ryder. Ellen menjambak rambut Jihan dan menendangnya keluar kamar, lalu kakinya yang mengenakan sepatu hak tinggi menginjak-injak kue yang Jihan belikan sambil memaki, "Dasar bajingan! Masa seekor anjing membelikanku makanan? Aku nggak sudi makan ...."Sampai kemarin, Jihan tidak mengerti kenapa Ellen begitu kejam padanya. Sekarang setelah tahu kenapa, dia jadi merasa lega ....Mereka sama sekali bukan ibu dan anak, jadi bagaimana dia bisa meng
Tidak peduli betapa kejamnya Jihan, dia tidak pernah mengira bahwa Ellen-lah yang mengganti obat Ryder.Dia tertegun untuk waktu yang lama sebelum sadar kembali karena tidak percaya. "Binatang saja nggak akan menyakiti anaknya sendiri. Ternyata kamu lebih busuk daripada mereka sampai menyerang putramu sendiri."Mata Ellen memerah dan dia menggelengkan kepalanya seperti orang kesetanan. "Nggak! Bukan itu masalahnya! Harusnya obat itu diminum oleh kamu, tapi entah kenapa malah kakakmu yang mengambilnya! Jelas-jelas aku menukar obatmu, kenapa malah dia yang memakannya? Bagaimana ini bisa terjadi ...."Saat Wina mendengar ini, dia merasa sedikit tertekan dan meraih lengan Jihan. "Jadi orang yang ingin dia bunuh adalah kamu ....""Omong kosong!"Ellen meraung marah, menunjuk ke arah Jihan dan berkata, "Siapa bilang aku ingin membunuhnya? Obat itu hanya akan menurunkan IQ-nya, bukan membunuhnya. Dia adalah mainanku, aku ingin membuatnya bertahan hidup untuk menyiksanya selamanya! Mana mungki
Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, Wina melihat Jihan memegangi kepalanya dengan satu tangan dan tampak fokus berpikir. Itu sebabnya Wina menduga Jihan sudah tahu siapa yang mengganti obat kakaknya.Wina tidak bertanya tentang rahasia Keluarga Lionel, tetapi Jihan menoleh menatapnya dengan sorot tatapan mendalam."Sayang, aku juga baru tahu kemarin kalau ada rahasia gelap di balik kelahiranku. Tolong kamu ... jangan membenciku."Ternyata Jihan khawatir Wina tidak akan menyukai rahasia kelahirannya, itu sebabnya Jihan menatap Wina dengan sangat murung.Wina pun mengelus-elus rambut Jihan."Aku nggak peduli rahasia apa di balik kelahiranmu, aku nggak akan pernah membencimu. Yang aku cintai hanyalah kamu."Bahkan sekalipun Jihan bukan orang kaya atau sosok yang memesona, Wina akan tetap mencintainya selamanya.Ekspresi tegang Jihan perlahan menjadi lebih rileks. Dia merangkul pinggang Wina, lalu memeluk Wina di pangkuannya.Jihan menyandarkan kepalanya ke kursi mobil sambil menga
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je