Semua orang yang berdiri di hadapannya adalah anggota Keluarga Lionel, Killian berdiri di paling depan ....Selain itu, ada pula Kakek Hadrian yang pernah Jefri sebut, lalu para bibi dan orang-orang lainnya yang tidak begitu Wina kenal. Mereka juga hanya bertemu sekali sewaktu di acara pernikahan ....Mereka semua menatap Wina dengan penuh kebencian, rasa benci yang sudah mendarah daging.Punggung Wina pun langsung berkeringat dingin hingga pakaiannya juga terasa basah ....Killian berjalan ke arah Wina dengan bantuan tongkat berkepala naganya, lalu menatap Wina dengan saksama dan tajam."Harusnya aku memanggilmu Nona Wina atau Nona Verina?"Sepertinya Jodie sudah memberi tahu Killian.Wina mencengkeram ponselnya dan menoleh menatap Alta.Alta yang sedang duduk di dalam mobil sudah mengirimkan pesan kepada Jihan.Begitu Wina menatapnya, Alta langsung balas mengangguk.Wina mengerti arti anggukan Alta, jadi dia mendapatkan kembali keberaniannya untuk menghadapi Killian."Kakek, ayo kita
Killian menyerukan kalimat terakhirnya dengan geram, menunjukkan betapa dia membenci Keluarga Dinsa.Masalahnya, Wina sama sekali tidak bersalah. Dia bahkan belum pernah bertemu dengan tetua Keluarga Dinsa, tetapi dia harus menjadi garda terdepan untuk menanggung kebencian yang ditujukan kepada Keluarga Dinsa."Tuan Besar Killian, aku turut berduka cita dengan semua kehilangan yang kalian alami, tapi ini semua nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak ...."Wina hendak mengatakan bahwa dia tidak terlibat, tetapi Killian sudah terlanjur mengayunkan tongkat berkepala naganya.Gerakan Killian sangat cepat sampai-sampai Wina tidak sempat menghindar. Tongkat berjalan Killian itu pun menghantam lengan mungil Wina ....Saat Killian mengayunkan tongkatnya hendak memukul Wina lagi, tiba-tiba sebuah tangan terjulur dan menghentikan ayunan tongkat itu.Alta merebut tongkat itu, lalu mematahkannya ke atas lututnya menjadi dua."Selama ada aku di sini, siapa pun yang berniat menyakiti Nyonya harus
Wina pun menengadah menatap ke arah sumber suara. "Apa solusinya?""Tentu saja mati dibunuh," jawab salah seorang sepupu perempuan Jihan yang mengenakan sepatu hak tinggi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Keluarga Lionel akan memperlakukan Wina sebagaimana Keluarga Dinsa memperlakukan mereka. Jangan harap perselisihan ini bisa didamaikan.Namun, Wina merasa balas dendam ini percuma saja. Bukankah tindakan seperti ini hanya akan makin memperbesar kebencian di antara kedua keluarga?Sayangnya, Keluarga Lionel menolak mengakui kebenaran ini. Meskipun begitu, membunuh Wina karena dia tidak mau bercerai dengan Jihan juga sesuatu yang sangat kejam.Wina merasa sulit menerima ini, jadi dia memandang Killian. "Tuan Besar Killian, tolong pertimbangkan perasaan Jihan juga.""Nona Verina, dunia ini akan terus berjalan entah mau ditinggalkan oleh siapa pun," sahut Killian. Dia merasa Wina benar-benar konyol berusaha mengancamnya dengan perasaan Jihan.Contohnya saja ayah Jihan. Setelah
Sekitar pukul 18.15, Jihan berjalan secepat mungkin menuju rumahnya setelah mengetahui bahwa Killian memukuli Wina.Sekelompok pengawal berjalan mengikuti Jihan, satu per satu berdiri di belakang para anggota Keluarga Lionel yang duduk di sofa.Sikap para pengawal itu terkesan seperti sengaja mengintimidasi mereka. Para anggota Keluarga Lionel itu tampak agak ketakutan."Apa-apaan ini, Kak Jihan?" cibir Ayana Mantala.Jihan bahkan tidak melirik adik sepupunya itu. Dia langsung berjalan menghampiri Wina, lalu meraih lengan Wina dan memeriksa cederanya.Bekas kemerahan akibat pukulan tongkat berjalan Killian tercetak di sana. Lengan Wina bahkan sampai terasa membelesak ke dalam, menunjukkan seberapa kuatnya tenaga Killian saat tadi memukul Wina.Hati Jihan sontak terasa pedih. Begitu disentuh Jihan, Wina juga langsung menarik lengannya dengan kesakitan. Wina sama sekali tidak bersikap melebih-lebihkan, memang kenyataannya lengannya terasa sangat sakit. Sepertinya ada tulang Wina yang pat
Suara semua orang sontak menjadi lebih pelan, tetapi Ayana tetap memprotes, "Kak Jihan, Kakek memukuli Wina karena Kakek marah. Kamu tahu sendiri kalau Keluarga Dinsa sudah membunuh ibuku, ayahnya Kak Jun dan para anggota Keluarga Lionel lainnya! Kenapa kamu malah memperistri orang dari Keluarga Dinsa? Mana mungkin Kakek nggak marah? Kakek memukul sebagai bentuk pelampiasan amarahnya!"Ayana sangat pandai bersilat lidah, tetapi sayangnya Jihan tidak mudah tertipu. "Kebencian terhadap Keluarga Dinsa dan pemukulan terhadap istriku itu dua hal yang berbeda."Jihan pun mengedikkan dagunya ke arah tongkat berjalan Killian yang sudah patah di atas meja sambil berkata, "Tuan Besar, kamu sendiri yang mengajariku sejak aku kecil untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukanku. Balas dulu perbuatanmu, baru kita diskusi lebih lanjut soal Keluarga Dinsa."Itu berarti tidak peduli apa kata orang-orang ini, Jihan ingin Killian memukul tangannya terlebih dulu sebagai bentuk balas de
Tuan Besar Killian tidak menyangka bahwa orang yang akhirnya mengambil tongkat dari tangannya itu bukanlah cucunya yang duduk di sebelahnya atau Jihan yang duduk di kursi utama atau anggota Keluarga Lionel lainnya, melainkan Wina yang tadi dia pukul.Senyuman Wina yang terkesan lembut dan ramah itu membuat ekspresi Killian tampak agak terharu. Killian pun berkata, "Kamu itu berasal dari Keluarga Dinsa, jadi mau kasih penjelasan apa lagi?""Mau aku itu anggota Keluarga Dinsa atau bukan, aku tetap harus menjelaskannya."Setelah menjawab seperti itu, Wina meletakkan tongkat itu kembali ke atas meja dan menghadap semua orang. "Aku tahu bahwa Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel sedang berseteru. Aku juga tahu bahwa kalian semua merasa sedih karena kehilangan mereka yang kalian cintai. Tapi, nggak sedikit juga anggota Keluarga Dinsa juga kehilangan keluarga masing-masing. Sejauh yang kutahu, jumlahnya bahkan jauh lebih banyak daripada Keluarga Lionel.""Setelah kalian mengusir Keluarga Dinsa
"Masih berani kamu menyahut!" bentak Killian dengan sangat marah.Jefri takut dia akan membuat kakeknya makin marah, jadi dia tutup mulut.Namun, para anggota Keluarga Lionel lainnya saling berbisik seolah-olah sedang berdiskusi meminta Jihan memberikan penjelasan.Jihan yang sedang duduk di sofa pun memandangi sekelompok orang yang berisik itu dan kehilangan kesabarannya. "Semua yang dikatakan istriku itu benar. Urusan Keluarga Dinsa nggak ada hubungannya dengan dia. Kalau nggak percaya, selidiki saja sendiri. Kalau sudah tahu, tapi tetap memutuskan untuk membencinya, aku juga nggak akan segan-segan."Sekalipun hasil penyelidikian tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Wina, Jihan tetap akan melindungi istrinya. Tentu saja para anggota Keluarga Lionel sudah mengetahui jalan pikiran Jihan. Apa sebuah keputusan yang bijaksana bagi orang seberkuasa Jihan melakukan semua ini demi seorang wanita?Ayana merasa cepat atau lambat Jihan akan mati di tangan Wina. Bagaimanapun juga, begitu orang
Killian bangkit berdiri dan berkata, "Ikut aku ke ruang kerja."Maksudnya, Killian tidak mau mengatakannya di depan Wina dan Jefri?Jefri dan Wina saling berpandangan, lalu akhirnya menatap Jihan.Jihan tetap duduk bergeming. "Kenapa nggak bisa mengatakannya saja sekalian di depan mereka?"Killian berbalik badan dan berkata dengan dingin, "Setelah kamu mendengarkan, kamu dapat memutuskan mau memberi tahu mereka atau nggak."Jihan sedikit mengernyit dan berpikir sejenak, lalu menatap Daris. "Apa Lilia sudah sampai?"Daris menjawab dengan hormat, "Rumah sakit agak jauh dari sini. Dia sudah dalam perjalanan dan akan segera tiba."Jihan lalu memalingkan pandangannya dan memegang lengan Wina dengan hati-hati. "Sakit, Sayang?"Wina merasa sangat terharu dengan sorot tatapan Jihan yang terlihat penuh perhatian. "Sekarang sudah lebih baik. Tenang saja. Sana bicara dulu dengan Kakek."Jihan mengelus rambut Wina dengan penuh sayang, lalu memerintahkan Daris dengan dingin, "Begitu Lilia sampai, s