Jihan melirik Wina yang terbungkus selimut dengan hanya satu jari yang terlihat sambil tersenyum senang seolah-olah berhasil memancing mangsanya."Datanglah ke sini sendiri."Wina pemalu, itu sebabnya dia meminta Jihan untuk menghampirinya. Tidak disangka Jihan malah berbalik menyuruh Wina mendatanginya."Kamu yang ke sini."Bulu mata Jihan sedikit bergetar. Dia menahan keinginannya untuk menaklukkan Wina. Dia menundukkan kepalanya dan sengaja berpura-pura cuek sambil terus mengenakan pakaiannya.Begitu melihat Jihan akan mengencangkan ikat pinggangnya, Wina sontak merasa gelisah. Dia akhirnya memberanikan diri dan menyibakkan selimutnya, lalu bergegas memeluk pinggang Jihan."Ini semua gara-gara kamu."Begitu tangan mungil Wina melingkari pinggangnya, Jihan sontak menghela napas lega.Jika Wina lebih lama satu detik lagi saja, Jihan pasti tidak sanggup berpura-pura lagi dan sudah siap mengalah.Ternyata istrinya lebih tidak sabaran dibandingkan dirinya. Yah, tidak masalah juga sih ...
Jihan memandangi sosok menawan di dalam kamar mandi dan baru menyadari bahwa dia sudah ditipu.Dia menahan hasratnya, lalu mengambil handuk mandi di sebelahnya dan menutupi tubuh bagian bawahnya. Jihan pun berjalan ke kamar mandi dan bersandar di pintu."Sayang, kamu mau berapa lama di dalam sana?"Begitu mendengar suara Jihan, Wina yang sedang berpakaian pun berbalik tanpa mengangkat kepalanya."Sampai kamu sudah jadi frustrasi."Begitu gairah Jihan sudah padam, barulah Wina akan keluar dan kabur secepatnya.Jihan pun terkekeh. "Oke, kalau gitu kamu tetap di dalam sana saja, ya. Aku rapat dulu."Hmph! Jihan pasti ingin menipu Wina agar Wina keluar. Wina tidak akan termakan tipu dayanya! Lebih baik dia duduk di toilet sambil bermain ponsel daripada keluar.Jihan yang sudah berjalan setengah jalan pun berhenti ketika melihat Wina tidak membuka pintu.Jihan menatap pintu kamar mandi. Setelah berpikir sejenak, dia mengganti pakaiannya dan berbalik untuk meninggalkan ruang tunggu.Begitu m
Semua orang yang berdiri di hadapannya adalah anggota Keluarga Lionel, Killian berdiri di paling depan ....Selain itu, ada pula Kakek Hadrian yang pernah Jefri sebut, lalu para bibi dan orang-orang lainnya yang tidak begitu Wina kenal. Mereka juga hanya bertemu sekali sewaktu di acara pernikahan ....Mereka semua menatap Wina dengan penuh kebencian, rasa benci yang sudah mendarah daging.Punggung Wina pun langsung berkeringat dingin hingga pakaiannya juga terasa basah ....Killian berjalan ke arah Wina dengan bantuan tongkat berkepala naganya, lalu menatap Wina dengan saksama dan tajam."Harusnya aku memanggilmu Nona Wina atau Nona Verina?"Sepertinya Jodie sudah memberi tahu Killian.Wina mencengkeram ponselnya dan menoleh menatap Alta.Alta yang sedang duduk di dalam mobil sudah mengirimkan pesan kepada Jihan.Begitu Wina menatapnya, Alta langsung balas mengangguk.Wina mengerti arti anggukan Alta, jadi dia mendapatkan kembali keberaniannya untuk menghadapi Killian."Kakek, ayo kita
Killian menyerukan kalimat terakhirnya dengan geram, menunjukkan betapa dia membenci Keluarga Dinsa.Masalahnya, Wina sama sekali tidak bersalah. Dia bahkan belum pernah bertemu dengan tetua Keluarga Dinsa, tetapi dia harus menjadi garda terdepan untuk menanggung kebencian yang ditujukan kepada Keluarga Dinsa."Tuan Besar Killian, aku turut berduka cita dengan semua kehilangan yang kalian alami, tapi ini semua nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak ...."Wina hendak mengatakan bahwa dia tidak terlibat, tetapi Killian sudah terlanjur mengayunkan tongkat berkepala naganya.Gerakan Killian sangat cepat sampai-sampai Wina tidak sempat menghindar. Tongkat berjalan Killian itu pun menghantam lengan mungil Wina ....Saat Killian mengayunkan tongkatnya hendak memukul Wina lagi, tiba-tiba sebuah tangan terjulur dan menghentikan ayunan tongkat itu.Alta merebut tongkat itu, lalu mematahkannya ke atas lututnya menjadi dua."Selama ada aku di sini, siapa pun yang berniat menyakiti Nyonya harus
Wina pun menengadah menatap ke arah sumber suara. "Apa solusinya?""Tentu saja mati dibunuh," jawab salah seorang sepupu perempuan Jihan yang mengenakan sepatu hak tinggi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Keluarga Lionel akan memperlakukan Wina sebagaimana Keluarga Dinsa memperlakukan mereka. Jangan harap perselisihan ini bisa didamaikan.Namun, Wina merasa balas dendam ini percuma saja. Bukankah tindakan seperti ini hanya akan makin memperbesar kebencian di antara kedua keluarga?Sayangnya, Keluarga Lionel menolak mengakui kebenaran ini. Meskipun begitu, membunuh Wina karena dia tidak mau bercerai dengan Jihan juga sesuatu yang sangat kejam.Wina merasa sulit menerima ini, jadi dia memandang Killian. "Tuan Besar Killian, tolong pertimbangkan perasaan Jihan juga.""Nona Verina, dunia ini akan terus berjalan entah mau ditinggalkan oleh siapa pun," sahut Killian. Dia merasa Wina benar-benar konyol berusaha mengancamnya dengan perasaan Jihan.Contohnya saja ayah Jihan. Setelah
Sekitar pukul 18.15, Jihan berjalan secepat mungkin menuju rumahnya setelah mengetahui bahwa Killian memukuli Wina.Sekelompok pengawal berjalan mengikuti Jihan, satu per satu berdiri di belakang para anggota Keluarga Lionel yang duduk di sofa.Sikap para pengawal itu terkesan seperti sengaja mengintimidasi mereka. Para anggota Keluarga Lionel itu tampak agak ketakutan."Apa-apaan ini, Kak Jihan?" cibir Ayana Mantala.Jihan bahkan tidak melirik adik sepupunya itu. Dia langsung berjalan menghampiri Wina, lalu meraih lengan Wina dan memeriksa cederanya.Bekas kemerahan akibat pukulan tongkat berjalan Killian tercetak di sana. Lengan Wina bahkan sampai terasa membelesak ke dalam, menunjukkan seberapa kuatnya tenaga Killian saat tadi memukul Wina.Hati Jihan sontak terasa pedih. Begitu disentuh Jihan, Wina juga langsung menarik lengannya dengan kesakitan. Wina sama sekali tidak bersikap melebih-lebihkan, memang kenyataannya lengannya terasa sangat sakit. Sepertinya ada tulang Wina yang pat
Suara semua orang sontak menjadi lebih pelan, tetapi Ayana tetap memprotes, "Kak Jihan, Kakek memukuli Wina karena Kakek marah. Kamu tahu sendiri kalau Keluarga Dinsa sudah membunuh ibuku, ayahnya Kak Jun dan para anggota Keluarga Lionel lainnya! Kenapa kamu malah memperistri orang dari Keluarga Dinsa? Mana mungkin Kakek nggak marah? Kakek memukul sebagai bentuk pelampiasan amarahnya!"Ayana sangat pandai bersilat lidah, tetapi sayangnya Jihan tidak mudah tertipu. "Kebencian terhadap Keluarga Dinsa dan pemukulan terhadap istriku itu dua hal yang berbeda."Jihan pun mengedikkan dagunya ke arah tongkat berjalan Killian yang sudah patah di atas meja sambil berkata, "Tuan Besar, kamu sendiri yang mengajariku sejak aku kecil untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukanku. Balas dulu perbuatanmu, baru kita diskusi lebih lanjut soal Keluarga Dinsa."Itu berarti tidak peduli apa kata orang-orang ini, Jihan ingin Killian memukul tangannya terlebih dulu sebagai bentuk balas de
Tuan Besar Killian tidak menyangka bahwa orang yang akhirnya mengambil tongkat dari tangannya itu bukanlah cucunya yang duduk di sebelahnya atau Jihan yang duduk di kursi utama atau anggota Keluarga Lionel lainnya, melainkan Wina yang tadi dia pukul.Senyuman Wina yang terkesan lembut dan ramah itu membuat ekspresi Killian tampak agak terharu. Killian pun berkata, "Kamu itu berasal dari Keluarga Dinsa, jadi mau kasih penjelasan apa lagi?""Mau aku itu anggota Keluarga Dinsa atau bukan, aku tetap harus menjelaskannya."Setelah menjawab seperti itu, Wina meletakkan tongkat itu kembali ke atas meja dan menghadap semua orang. "Aku tahu bahwa Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel sedang berseteru. Aku juga tahu bahwa kalian semua merasa sedih karena kehilangan mereka yang kalian cintai. Tapi, nggak sedikit juga anggota Keluarga Dinsa juga kehilangan keluarga masing-masing. Sejauh yang kutahu, jumlahnya bahkan jauh lebih banyak daripada Keluarga Lionel.""Setelah kalian mengusir Keluarga Dinsa
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je