"Hmph! Mengesalkan!"Farrel mendengus dan mengetuk meja, lalu meminta bandar bekerja.Setelah bandar meletakkan kartunya, dia menjentikkan kartu tersebut dengan jarinya yang lentik. Satu per satu kartu itu pun terhampar di atas meja.Farrel meletakkan kartu-kartu itu di atas strip, lalu membagikan dua kartu kepada para pemain di atas meja.Sebagai bandar, dia juga membagikan dua kartu tambahan. Yang satu ditutup, sementara yang satu lagi dibuka. Keempat pemain lainnya langsung membuka kartu masing-masing.Wina membaca buku panduan permainan dengan saksama. Dia jadi tahu secara garis besar bagaimana bermain BlackJack.Aturan mainnya sebenarnya sangat sederhana. Kartu As bisa dianggap 1 atau 11 poin, sedangkan kartu J, Q dan K adalah 10 poin. Sisanya 2-10 poin adalah angka pada kartu itu sendiri.Setiap pemain pertama-tama akan mendapatkan 2 kartu. Jika jumlah kartu pemain belum mendekati 21 poin, dia dapat terus meminta kartu kepada bandar. Ketika poin pemain mencapai 21 poin atau mende
Wah, dasar licik! Benar-benar kurang ajar!Jelas-jelas Jihan tahu aturan mainnya, tetapi pria itu malah berpura-pura tidak paham!Semoga semua dewa kemalangan memberkati Jihan sehingga kartu keempatnya senilai 10 poin atau lebih dan dia akan kalah!Farrel yang harus bertanya kepada tiga pemain lainnya apa mereka menginginkan kartu pun menatap Jihan. "Kenapa kamu terburu-buru? Tunggu saja satu putaran."Setelah Farrel menanyakan beberapa pemuda itu satu per satu, dia menambahkan kartu ketiga kepada mereka dan dirinya sendiri, lalu memberikan kartu keempat kepada Jihan.Jihan merangkul pinggang Wina, lalu menundukkan kepalanya dan mencium pipi Wina di hadapan semua orang. "Sayang, buka kartunya."Farrel yang selama ini melajang pun menjadi sangat kesal. Dia membuang sebuah kait yang dia pegang sambil menggerutu, "Ya, ya, kamu mau berapa? Sebut saja nominalnya, akan langsung kukasih. Silakan ambil dan cepat bawa pulang sana dengan istrimu."Tiga pemain lainnya tidak tahan lagi dan menggeb
Selain itu, masih ada ketiga pemain lainnya. Walaupun Farrel merasa sangat marah dan kesal, ekspresinya terlihat datar.Farrel pura-pura terlihat gembira seolah-olah dia juga mendapatkan 21 poin, sambil terus bertanya kepada pemain lain apa mereka ingin menambah kartu ....Kenneth meminta kartu keempat, tetapi pada akhirnya kalah karena jumlahnya lebih dari 21 poin.Saat Josh mencapai kartu ketiga, total poinnya sudah 19. Dia takut kalah, jadi dia memilih untuk tidak menambah kartu.Pemain ketiga, Jeff, juga sudah mencapai 20 poin. Wajar saja dia tidak meminta kartu lagi.Sekarang, giliran bandar yang menambah. Sebagai bandar, Farrel ragu-ragu.Jihan langsung tahu hanya dengan melihat Farrel ragu-ragu seperti ini. Dia mengedikkan dagunya ke arah kartu yang tertutup dengan sombong."Buka.""Ngeselin banget!"Farrel mengomel lagi, tetapi dia menuruti ucapan Jihan dan membuka kartunya.Karena dia membuka kartunya, itu berarti dia tidak menginginkan kartu keempat."Totalnya 20 poin, kalah
Farrel sontak tertegun dan bertanya, "Mau diubah kayak gimana?"Jihan melihat sekilas cip di atas meja dan berkata kepada Farrel, "Kali ini saja pengecualian, aku yang jadi bandarnya."Farrel langsung bereaksi. "Maksudmu, kamu ingin memenangkan semua uang para pemain dengan jadi bandar?"Jihan berdiri dan memasukkan satu tangan ke dalam saku celananya, lalu berjalan menuju Farrel dan berkata dengan suara dingin, "Pinjam tempatmu, menang kalah aku yang tanggung."Ya ampun, kenapa Jihan sombong sekali? Dia secara terang-terangan sekali mengatakan ingin menempati posisi si pemilik kasino dan memenangkan uangnya.Farrel menolak, tetapi Jihan merebut kail dari tangannya.Jihan pun berkata dengan tegas, "Selain cip di atas meja untuk berjudi, aku juga butuh beberapa barang lainnya."Beberapa pemuda lainnya menjadi tertarik saat melihat Jihan melanggar aturan main dan menambah taruhan."Kamu butuh apa saja?"Jihan meletakkan kailnya, lalu menopangkan kedua tangannya di atas meja. Dia sedikit
Josh pun mengedikkan dagunya kepada Jihan yang tampak berkelas dan bermartabat itu."Ke mana lagi? Pasti ada di dia."Benar saja, kartu tertutup Jihan adalah angka 8!Jihan memiliki kartu K, 3 dan 8. Total poinnya 21.Dia tentu saja memilih untuk tidak mengambil kartu keempat.Kenneth, Josh dan Jeff langsung menyadari bahwa total poin Jihan cukup besar."Sial, aku nggak mau main lagi!""Dua ronde saja aku sudah rugi bandar!""Kita sih cuma kehilangan sejumlah uang, tapi Bos Farrel ...."Jeff berujar dengan bahasa Kameria sambil memandang Farrel yang terbaring di atas meja judi seperti orang mati."Masih mau main lagi? Kasinomu saja sudah lenyap!"Jika mereka lanjut bermain, mereka juga ingin menggantikan posisi Farrel dan menjadi bandar satu kali saja. Jika itu terjadi, bisa-bisa Farrel bangkrut besar-besaran!Farrel mengibaskan tangannya dan berkata, "Nggak, aku nggak mau main lagi. Aku menyerah!"Setelah itu, Farrel pun menatap Jihan dengan sedih. "Apa kamu benar-benar menginginkan k
Kesombongan Jordan membuat Jihan menghentikan langkahnya.Jihan berbalik badan perlahan, lalu menatap Jordan dengan dingin dan tajam.Semua orang bisa merasakan aura Jihan yang sarat akan hasrat membunuh, tetapi Jordan malah berjalan menghampiri Jihan dengan berani."Kalau kamu menang, akan kuminta rekan wanitaku tidur denganmu selama satu malam. Gimana?"Jordan memasukkan satu tangan ke dalam sakunya dan memprovokasi Jihan dengan arogan.Rekan wanita yang mengikuti Jordan diam-diam menatap Jihan.Pria di depannya memiliki rambut abu-abu keperakan yang disisir rapi ke belakang.Meskipun warna rambutnya tidak sesuai dengan pembawaan Jihan yang elegan dan berkelas, tetap saja pria itu terlihat sangat tampan dan menawan.Memiliki ketampanan yang di atas rata-rata saja sudah merupakan poin plus, tetapi bukan wajah Jihan saja yang membuat orang lain menjadi terpesona. Bahunya yang lebar dan pinggangnya yang ramping juga menambah daya tarik Jihan.Aura maskulin dan mendominasi yang terpancar
Membayangkan hal ini membuat Jordan jadi merasa agak bersemangat. Dia pun menunjuk peraturan yang tergantung di dinding."Gimana kalau kita mengikuti aturan kasino dan menarik undian untuk menentukan syarat siapa yang berlaku?"Jihan melemparkan pistolnya ke pengawalnya, lalu menatap Jordan dengan dingin."Aku yang buat ketentuannya!"Itu berarti Jihan adalah aturan yang berlaku dan aturan lain tidak berarti apa-apa!Ini pertama kalinya Jordan melihat orang yang semena-mena seperti ini. Jordan pun mencibir,"Sudah kuduga, pemimpin Keluarga Lionel memang cukup tangguh. Tapi, ini bukan di Grup Lionel, melainkan di Laminos!""Karena ada di Laminos, itu berarti harus mengikuti aturan kasino yang berlaku. Kalau nggak, buat apa juga kita bertaruh?"Sementara itu, Jordan sama sekali tidak mau mengalah. Walaupun pertaruhan belum dimulai, aura perselisihan kepada lawannya sudah terpancar dengan kuat dari tubuh Jordan.Wina melirik Jihan dan menghela napas dalam hati saat melihat tatapan Jihan y
Jordan sama sekali tidak peduli dengan tatapan tajam Wina. Dia hanya balas mengangkat alisnya ke arah Wina, lalu berbalik badan dan berjalan menuju ruang VIP.Jordan mengulurkan tangannya dan mempersilakan Jihan dengan sangat sopan."Silakan masuk, Pak Jihan, kita judi satu ronde.""Jangan mau, Tuan Muda Jihan!"Tepat pada saat itu, Farrel, Kenneth, Josh dan Jeff keluar dari ruang VVIP dan melangkah maju untuk menghentikan Jihan."Jordan dikenal sebagai raja judi di Laminos. Kalau soal perjudian, nggak ada yang bisa mengalahkannya."Farrel menghampiri Jihan terlebih dahulu, lalu melindungi Jihan di belakangnya dan mengadang Jordan."Tuan Muda Jordan, Tuan Muda pengunjung tetap di sini, tapi Tuan Muda Jihan baru pertama kali ke sini. Bukankah ini sama saja dengan penindasan kalau Tuan Muda Jordan mengajaknya berjudi?"Jordan langsung balas mencibir Farrel,"Kenapa? Bos Farrel ingin mengandalkan status sebagai bos kasino untuk ikut campur dalam judi para pemain?""Bukan begitu maksudku."
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je