SMA Utara adalah sekolahnya, sementara Sandy Timothy ... adalah ketua OSIS kelas tiga.Dulu, setiap kali dia terlambat, seorang siswa laki-laki bernama Sandy akan menangkapnya dan memberinya poin.Sandy dalam ingatan Sara adalah tipe pemuda yang memakai kacamata berbingkai tebal, berkulit agak gelap dan tidak suka bicara.Namun, Sandy di hadapannya berkulit putih, tampan, sama sekali tidak terlihat seperti dirinya saat masih SMA."Kamu ... beneran Sandy Timothy?"Sara agak sulit percaya dan menatapnya dari atas ke bawah, "Kenapa kamu beda banget dari sebelumnya?"Sandy mengatupkan bibirnya dan tersenyum, "Waktu sekolah, aku cuma fokus belajar dan nggak pernah mengurus diri."Sara sangat malu pada awalnya, tetapi sekarang, setelah dia tahu bahwa pria ini teman sekolahnya di SMA, dia jadi santai.Dia memandang Sandy dan mendesah berulang kali. "Perubahanmu luar biasa, aku bahkan nggak kenal ...."Dia dulu berpikir bahwa dia tidak tampan. Tak disangka, latar belakang keluarganya juga sang
Menyentuh topik ini, Sara merasa sedikit sadar diri dan menundukkan kepalanya."Waktu masih sekolah memang banyak yang mendekatiku, tapi itu sudah lama sekali.""Lagi pula, aku janda. Aku bisa datang pesta kencan buta para dokter ini berkat direkturmu."Sara tidak berani menatap Sandy. Dia tidak tahu ekspresi apa yang ada di wajahnya, dia hanya mendengarnya berkata ...."Memangnya kenapa kalau janda? Jangan paksakan diri untuk menjalani sisa hidupmu dengan orang yang salah.""Karena pernikahan bukan belenggu, tapi rumah dan keluarga yang hangat."Pernikahan bukanlah belenggu, tetapi rumah dan keluarga ....Sara perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Sandy di seberangnya.Dia menghadiri kencan buta ini dengan niat melihat-lihat saja.Sekarang, dia tiba-tiba merasa, mungkin jika dia bertemu pria baik, bukan tidak mungkin dia mempertimbangkannya lagi.Namun, Sara melirik Sandy dan bertanya ragu-ragu, "Kak Sandy, kamu tahu tempat hiburan terkenal di Kota Aster?"Sandy hanya fokus belaja
Jefri sedang duduk di ruang VIP Hotel Obsidian, bertukar gelas anggur dengan beberapa presdir grup multinasional terkenal.Karena dia bertindak sebagai presdir setiap Jihan pergi berlibur atau ada kepentingan lain, urusan presdir akan menjadi tanggung jawab Jefri.Dia tidak suka manajemen, tetapi dia jauh lebih baik daripada Jihan dalam bersosialisasi. Dia bisa minum lebih banyak, tahu cara menghibur rekan bisnis, dan pintar menegosiasikan proyek.Tentu saja, alasan utama mengapa proyek tersebut berjalan lancar adalah karena di belakangnya ada Grup Lionel. Kebanyakan dari mereka yang mengundangnya untuk bersenang-senang untuk memenangkan hatinya.Jefri mengetahui hal ini dan berencana minum sedikit sebelum pulang.Namun, orang di depannya mungkin tahu dia suka bermain, jadi dia memanggil gadis-gadis baru untuk menemaninya."Pak Jefri, gadis-gadis ini aku bawa dari luar negeri. Kamu mau coba?"Orang yang berbicara adalah bos dari Grup Sentosa, yang berpikir bahwa dengan membawa beberapa
Sara memang sudah lama tidak berdansa. Dia menginjak kaki Sandy beberapa kali, bahkan yang terakhir agak keras, sampai alis Sandy mengernyit kesakitan."Maaf, sudah ya berhenti saja? Ayo kutuntun ke sana, istirahat."Sandy berkata tidak apa-apa, tetapi Sara tidak ingin berdansa lagi. Bisa-bisa kaki Sandy terluka parah kalau terinjak sepatu hak tingginya beberapa kali lagi.Dia membantu Sandy meninggalkan lantai dansa. Sebelum mereka sampai ke sofa, dia diadang sesosok pria ramping dan tinggi.Jefri mengenakan setelan jas yang pas tubuh. Auranya berwibawa, tampan dan tinggi, serta memancarkan temperamen tenang khas pria kelas atas.Matanya hitam pekat, tetapi juga bersinar seperti bintang yang dingin dan tajam seperti pisau, menatap tangan Sara yang memegang Sandy."Nona Sara, bagaimana kencan butanya?"Sara terlalu malas untuk meladeninya bicara. Dia menggandeng Sandy dan mencoba memutari Jefri ke area sofa, tetapi pria itu menghentikan mereka dengan tangannya."Dokter Sandy, tahukah k
Sara memikirkannya. Jefri sudah berganti pasangan beberapa kali setelah mereka putus. Sara tidak mempermasalahkannya sama sekali.Sekarang, dia baru sekali ini pergi kencan buta, tetapi Jefri bersikap seolah-olah dia telah melakukan kesalahan.Apa yang Jefri inginkah? Hanya karena dia pernah bersama dengannya, dia tidak boleh pacaran lagi dengan orang lain?Aturan macam apa itu? Dia juga ingin pacaran!Sara merentangkan jarinya dan menyilangkan jari dengan Sandy, lalu mengangkat kepalanya dan menatap Jefri."Ya, aku menerimanya. Mulai sekarang, Dokter Sandy dan aku resmi berpacaran."Jefri tertawa marah."Haha, kalian baru kenal sehari, kamu sudah buru-buru mau jadi pacarnya? Kamu wanita gampangan, ya.""Siapa bilang kami baru kenal sehari?"Sara berpaling dari Jefri dan menatap Sandy yang selalu menatapnya."Dia kakak kelasku di SMA. Kami sudah saling kenal sejak lama. Kami bertemu lagi dan merasa cocok, jadi kami mulai berkencan. Apa itu disebut gampangan?"Hati Jefri tercekat menden
Jadi ... tidak suka lagi.Betapa ringannya kalimat itu.Namun, beberapa kata saja sudah membuat Jefri merasa patah hati sampai sulit bernapas.Dia memang takut ditertawakan teman-temannya saat itu, tetapi dalam hati, dia tidak pernah mencela Sara karena hal ini.Meski tidak menjadi yang pertama, tidak masalah, dia tetap ingin Sara menjadi pacarnya.Namun, bagaimana Sara bisa begitu mudah membencinya hanya karena hal-hal ini?Jefri tidak terima, jadi dia menggenggam wajah mungil Sara."Kak Sara, izinkan aku mengatakan sekali lagi, aku nggak masalah kamu janda.""Kalau aku bohong, aku berani disambar petir!"Dia bersumpah dengan tegas, tetapi Sara tidak tahu harus berkata apa.Dia seperti mengucapkan semua ini untuk mendapatkan Sara kembali.Akan tetapi, Jefri punya banyak pasangan, untuk apa Jefri ingin dia kembali?Sara yakin Jefri melakukan ini bukan karena dia menyukainya.Mungkin ada sedikit rasa suka. Sara tidak bodoh, dia bisa merasakan dari sikapnya.Namun, rasa sukanya sangat ke
Jefri berjalan pergi dengan marah.Daris menatap Jefri yang tampak keras kepala itu sambil menghela napas tak berdaya.Tuan Muda Jefri memang selalu mencampakkan orang lain, tetapi tidak ada yang berani mencampakkannya.Semua orang di Kota Aster mengatakan bahwa Tuan Muda Jefri dari Keluarga Lionel lebih dingin dan tidak berperasaan dibandingkan dengan tuan muda keduanya.Jefri memang tidak pernah memperlakukan wanita dengan tulus. Dia tidak pernah menjalin hubungan yang serius. Baginya, wanita itu bisa digonta-ganti selayaknya pakaian.Menurut Daris, Tuan Muda Jefri sering berganti wanita karena tidak ada yang benar-benar bisa menyentuh hatinya.Jefri memiliki uang, waktu luang, bakat dan ketampanan. Jika dia melakukan kesalahan, Keluarga Lionel tetap akan membelanya.Tentu saja basis finansial sekuat itu membuat Jefri merasa dia berhak bersenang-senang.Jika suatu saat nanti dia bertemu dengan orang yang benar-benar dia sukai, dia pasti akan menemui jalan buntu.Hidup itu bagaikan ro
Lama sekali Daris hanya tertegun sampai Dokter Dinda di sebelahnya berkata, "Oh, ternyata Tuan Daris sudah punya pacar."Barulah saat itu Daris tersadar kembali dari lamunannya. "Eh, bukan, bukan dia bukan pacarku! Dia itu ....""Nggak masalah kok, aku nggak akan kasih tahu Direktur. Aku akan menjaga rahasia ini," sela Dokter Dinda sambil tersenyum dan mengibaskan tangannya.Setelah itu, Dokter Dinda pun berbalik dan berjalan pergi tanpa memberi kesempatan pada Daris untuk menjelaskan.Ekspresi Daris langsung berubah menjadi marah, sementara si pembuat onar malah tertawa terbahak-bahak."Ahahaha! Ternyata memang nggak ada kata terlambat buat balas dendam! Akhirnya kesempatan bagus ini datang juga!""Bagus apanya, sialan!"Daris balas memaki dengan marah, lalu menendang Sam hingga terjatuh ke atas lantai.Dia ingin menghajar Sam habis-habisan, tetapi tangannya sulit digerakkan karena diborgol."Di mana kuncinya?""Sudah kubuang ke toilet!"Wah, sialan!Daris marah sekali, dia hendak men
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je