Mendengar omongan Jun, para kerabat tua itu merasa bersalah sudah mencelakakan anak-anak mereka.Andai saja mereka tahu bahwa selama mereka masih berada dalam naungan Grup Lionel, maka saham mereka kelak pasti masih bisa didapatkan kembali.Mereka benar-benar sudah berbuat kesalahan yang bahkan sudah merugikan masa depan diri sendiri dan anak-anak mereka.Di sisi lain, para kerabat tua yang tak terlibat dalam kesalahan ini merasa lega, setidaknya masa depan anak-anak mereka aman.Mereka hanya tidak mau menjadi orang pertama yang maju, jadi hanya bisa menyembunyikan diri di tengah kerumunan.Jihan yang kehabisan kesabarannya mulai mengecek jam tangan dan berkata dengan nada dingin, "Waktu habis."Mendengar suara dingin itu, para pengawal melangkah maju, membuat para kerabat tua itu histeris ketakutan."Aku terima dananya!""Aku juga!""Aku, aku juga!""..."Selesai membuat keputusan, mereka bersiap pergi. Namun, Jihan yang duduk kursi depan seketika menghalangi para kerabat tua yang ber
Mendengar sindiran Jihan, Killian yang awalnya marah akhirnya tersadar bahwa para kerabatnya ini bahkan berani menghina dirinya.Killian baru sadar bahwa para saudara yang selama ini selalu dilindunginya ternyata sudah merasa tidak puas terhadapnya.Dia mengangkat kepalanya dan menyaksikan satu per satu wajah para saudaranya itu, perlahan dia tersadar ternyata hubungan kedekatan di antara mereka sudah berubah asing.Bahkan dari awal saling memiliki keluarga masing-masing, kekerabatan persaudaraan ini sudah lama menghilang. Para saudaranya itu hanya akan datang di kala mereka membutuhkan sesuatu dari Killian. Bahkan sekalipun Killian bersikap baik kepada mereka, mereka hanya menganggap Killian layaknya seorang kakak bodoh yang mendatangkan keuntungan.Setelah menyadari hal itu, Killian memilih untuk bungkam dan menyerahkan masalah itu kepada Jihan.Sementara paman yang sedari tadi terus melawan, begitu perintah hendak diturunkan, dia segera melangkah maju dan berdiri di hadapan Aulia."
Ketika Killian merasakan tatapan dingin menusuk itu, dia meringis tipis dan menghela napas dingin. "Apa rencanamu padaku?"Jihan melengkungkan bibirnya lalu tersenyum dingin sembari melayangkan tatapan dingin mencekam kepada kakeknya. "Aku sudah siapkan sebuah perkebunan untuk Anda di Inmaon. Tiket pesawat untuk besok pagi sudah diatur, Anda bisa tinggal di sana untuk menjalani hari tua."Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Killian, bahwa cucu satunya ini akan mengusir dirinya keluar negeri, dia menatap Jihan dengan amat tidak percaya. "Apa kamu sudah lupa siapa yang membesarkanmu hingga bisa menempati posisi ini?"Jihan menopang dagunya dengan satu tangan seraya menjawab tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, "Tentu saja Anda."Killian menghela napasnya dingin. "Kupikir kamu sudah lupa dengan asal-usulmu," sindir Killian pada Jihan.Jihan sedikit memiringkan kepalanya dan menatap dingin ke arah kakeknya. "Mana mungkin aku lupa, aku bahkan nggak akan bisa melupakan bagaimana cara
Setelah mengatakan itu, Jihan pun berbalik dan melangkah pergi.Killian yang merasa kesal hingga amarahnya memuncak, meluapkan kekesalannya itu dengan teriakan keras. "Jihan, dasar pembangkang! Kamu pasti akan menyesal!"Jihan menghentikan langkah kakinya dan berbalik melayangkan tatapan dingin ke arah Killian. "Dari awal aku sudah menyesal, aku menyesal kenapa nggak menikahinya sedari dulu."Mendengar perkataan kakak keduanya, Aulia merasa begitu kagum dan langsung menyorakinya, "Kak Jihan, aku mendukungmu!"Mendengar teriakan Aulia, bukannya Jihan yang membalas menatapnya, malah sang kakek yang meliriknya dengan kesal. "Jaden, urus putrimu dengan benar!"Jaden menelan ludahnya dan segera meraih tangan putrinya dengan berani sembari bersuara, "Ayah, jangan campuri urusan anak-anak!"Umur setua ini sudah tidak perlu ikut andil dalam permasalahan seperti ini. Meskipun dulu ayahnya yang memiliki wewenang atas pernikahan para saudaranya, hal itu sudah berlalu. Tidak seharusnya dia kembali
Killian ingin menjawab omongan anaknya itu, tetapi Arlo tak memberikan kesempatan dan kembali melanjutkan kalimatnya."Jihan beberapa kali mengatakannya padamu kalau Nona Wina adalah segalanya untuknya. Ayah sendiri tahu berapa kali Jihan sudah mencoba bunuh diri karena Nona Wina. Tapi, kenapa Ayah masih saja bersikeras ingin memisahkan mereka hanya untuk egomu sendiri? Sebesar itukah niatmu ingin menghancurkan keponakan cerdasku ini?""Dulu putra sulungmu meninggal karena kesalahanmu, Kak Hugo sudah kehilangan Ryder, sekarang kamu masih ingin melenyapkan Jihan lagi? Bukankah tindakanmu itu sama saja dengan menghancurkan garis keturunan Kak Hugo?""Ayah harusnya sadar, nggak ada kandidat lain selain Jihan yang sanggup memikul beban seorang pewaris Keluarga Lionel. Hanya Jihan seorang, kandidat terbaik yang mampu memimpin keluarga ini menuju kemakmuran. Kalau Ayah terus menentangnya hanya karena masalah pernikahan, Keluarga Lionel benar-benar bisa musnah!"Setelah mengatakan itu, Arlo m
Killian kembali terduduk di atas ranjang sembari tenggelam dalam renungan benaknya. Dia lalu mengambil ponsel dan memberikan panggilan kepada Wina setelah mendapat nomor wanita itu dari sekretarisnya.Di samping itu, Wina yang sedang sibuk merancang rencana pernikahannya tiba-tiba mendapat sebuah panggilan tidak dikenal. Awalnya dia ragu untuk mengangkat panggilan tersebut, tetapi akhirnya dia tetap mengangkat panggilan itu.Dari ujung telepon, terdengar suara serak dan berat milik Killian. "Nona Wina, ini aku."Wina terkejut, dia tidak menyangka Killian akan tiba-tiba meneleponnya. Nada bicaranya terdengar cemas. "Tuan Besar Killian, Anda tiba-tiba menelepon, apakah ada yang ingin disampaikan?"Meskipun Killian pernah berniat jahat padanya, Wina tetap menunjukkan rasa hormat saat menjawab panggilan tersebut. Killian merasa puas dengan sikapnya, membuat kakek tua itu mulai melembutkan cara bicaranya. "Ada yang ingin kutanyakan padamu."Wina meletakkan kembali pensilnya dan duduk dengan
Wina tidak ingin bertaruh semacam itu dengan Killian, Jihan bukanlah alat untuk menghasilkan seorang anak untuknya, begitu juga dengan dirinya sendiri.Setelah mengatakan itu, Killian langsung menutup panggilan.Sifat tegas dan semena-mena itu benar-benar persis sama dengan Jihan.Wina bergegas mengetikkan sebuah pesan dan mengirimkannya kepada Jihan. "Kamu sudah mengatakannya pada Tuan Besar Killian?"Jihan yang baru saja turun dari mobil, langsung membalasnya begitu pesan itu terkirim. "Keluarlah, temui aku."Wina menoleh ke arah luar jendela. Tepat di luar sana, berdiri seorang pria bermantel hitam tengah berdiri di samping mobil mewah.Wina segera bangkit dan mengambil mantel sembari melilitkannya pada tubuh, lalu melangkah keluar dari vila.Saat ingin pintu vila terbuka, Jihan langsung melangkah mendekat dan memeluknya dengan kuat.Wina terkejut, belum sempat bereaksi, Jihan sudah mendekatkan tubuhnya ke dalam mantel sembari mendekapnya dengan erat.Wujudnya saat ini seolah tampak
Melihat wujud mungil Wina yang langsung berbalik badan tanpa sedikit pun menunjukkan keraguan, Jihan segera melangkah dan memeluknya dari belakang.Pria itu memeluknya dengan erat dan menempelkan dagunya di pundak Wina, lalu mengembuskan napasnya dengan putus asa. "Aku benar-benar nggak ada cara lagi untuk menahanmu."Wina tersenyum tipis dan membalasnya dengan santai, "Tuan Jihan, lain kali nggak perlu memancingku, aku nggak akan terpancing."Mendengar itu, Jihan sedikit mengangkat alisnya. "Sepertinya Nyonya Wina lebih suka yang nggak banyak trik ya ...."Setelah mengatakan itu, Jihan menundukkan kepalanya dan menggigit lembut telinga Wina, membuat Wina hampir saja kehilangan keseimbangan. "Aku sangat ingin, menginginkanmu."Begitu napas hangat itu berembus di telinganya, sebuah sensasi seketika menyentrumnya, membuat Wina sulit berdiri tegak. "Jangan ...."Meskipun sudah berusaha melawan, Jihan sudah lebih dulu menggendongnya dan menempelkannya ke dinding. "Tenang, nggak akan kulaku