Hari terakhir cuti tahunan Wina diakhirinya dengan tidur di rumah.Karena masih harus ke Perusahaan Krisan untuk melakukan penyerahan pekerjaan, Wina menguatkan dirinya untuk bangun.Setelah sarapan dan minum obat, Wina lebih sedikit ada tenaga, tetapi wajahnya masih terlihat pucat.Dia menggunakan riasan tebal untuk menutupi wajah pucatnya itu dan pergi ke Perusahaan Krisan.Begitu tiba di kantor, Vivi dan Yuna menghampirinya dan bertanya, "Wina, kamu benaran resign?"Wina mengangguk dan menjawab, "Ya, aku sudah resign."Vivi memegang tangannya dan berkata dengan ekspresi enggan, "Wina, kenapa kamu tiba-tiba resign?"Yuna juga tampak bingung dan ikut berkata, "Iya lho, gaji di perusahaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan yang lain. Setahun bisa dapat ratusan juta. Sayang sekali kalau kamu resign seperti ini."Wina tersenyum dan berkata, "Gaji di sini memang tinggi, tapi aku punya rencana lain."Yuna memandang Wina dari atas ke bawah dan bertanya "Jangan bilang kamu sudah direkrut ole
"Kamu ingin menemui Pak Direktur?"Winata, wanita cantik dan cerdas, mengenakan setelan formal, bertanya dengan heran ketika melihat Wina tidak masuk ke dalam lift.Wina tersadar, menggelengkan kepalanya dengan cepat dan berkata, "Maaf, aku kelupaan sesuatu. Bu Winata, kalian silakan naik dulu."Setelah mengatakan itu, Wina berbalik dan pergi. Dia tidak berani melihat mereka berdua lebih lama lagi.Melihat Wina berlari pergi, Winata langsung berkomentar kepada Jihan di sampingnya, "Asisten itu aneh sekali. Kita bukan binatang buas, apa perlu takut seperti itu sampai nggak berani ikut naik lift."Jihan tidak merespons. Sorot matanya terlihat seperti tidak peduli dan tidak tertarik dengan segala sesuatu di sekitarnya.Melihat ini, Winata mengulurkan tangannya yang ramping itu memegang lengan Jihan dan berkata dengan lembut, "Jihan, waktu itu terima kasih ya sudah mengantarku ke IGD rumah sakit. Saat berada di luar negeri, aku nggak terbiasa dengan makanan di sana, jadi terkena radang lam
Wina sedikit bingung, tetapi segera mengangkat telepon itu."Wina, datang ke kantorku."Direktur utama itu memberi perintah dengan lembut.Panggilan terputus setelah memberi perintah itu tanpa membiarkan Wina menolak.Wina sungguh tidak ingin pergi ke kantor direktur utama mengingat ada Jihan di sana. Akan tetapi, direktur utama memanggilnya secara pribadi, berarti ada sesuatu penting yang ingin disampaikan kepadanya.Sejak dia bekerja di Perusahaan Krisan, direktur utama sangat ramah padanya, jadi dia memberanikan diri dan pergi ke sana.Seperti yang Wina duga, Jihan sedang duduk di dalam dan berbicara dengan direktur utama, Haris Nizari.Yang mereka bicarakan adalah kerja sama proyek, yang melibatkan rapat penawaran untuk proyek di Kota Sinoa.Setelah Grup Rinos terlibat skandal, Grup Lionel tiba-tiba menunda rapat penawaran itu selama beberapa hari karena alasan yang tidak diketahui.Alhasil, rapat penawaran belum dimulai dan pihak dari Grup Rinos belum mencurigai kontrak palsu ters
Winata mengatakannya secara harus maksudnya.Pertama, mengingatkan Wina bahwa pengunduran dirinya belum disetujui, dia masih karyawan Perusahaan Krisan, jadi dia harus menjalani tugas yang diberi direktur utama.Kedua, memberi tahu Wina bahwa dia sudah membuat direktur utama kehilangan muka dengan menolak secara langsung. Alhasil, Wina mau tak mau harus melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya.Wina mendesah di dalam hatinya, dia mengerti apa yang ingin disampaikan WinataDia menyadari barusan terlalu impulsif dan mengucapkan kata-kata itu tanpa berpikir.Dalam situasi ini, dia tidak bisa menolak lagi, kalau tidak dia akan terlihat sedikit tidak berterima kasih.Wina hanya bisa menerimanya, menganggap ini adalah pekerjaan terakhir di Perusahaan Krisan.Ketika Wina berbalik dan berjalan keluar, Haris menarik kembali tatapan sinisnya, lalu menoleh ke Jihan."Jihan, apa kamu ikut pertemuan makan malam ini?"Ketika berbicara dengan Jihan, suara dan tatapannya sudah kembali menjadi lemb
Wina baru saja selesai memesan restoran ketika Haris meneleponnya."Wina, kirimkan alamat restorannya kepada Pak Jihan."Setelah memberikan instruksi, Haris menutup telepon tanpa memberi kesempatan pada Wina untuk berbicara.Wina meletakkan telepon dengan ekspresi dingin, lalu membuka WhatsApp di ponselnya. Dia mengirim alamat itu ke asisten yang bertanggung jawab atas jadwal Jihan.Balasan yang didapat dari asisten itu: "Kak Wina, sekarang aku lagi nggak bisa menghubungi Pak Jihan. Kamu bisa langsung kirim alamatnya ke WhatsApp Pak Jihan."Wina terdiam setelah membaca balasan itu.Wina terpaksa mengembalikan akun kerja Jihan dari daftar blokir. Wina dengan cepat mengirim alamatnya dan memblokir lagi akun tersebut.Setelah melakukan itu, Wina mengambil kunci mobil perusahaan dan pergi ke tempat parkir perusahaan untuk mengambil mobil tersebut.Begitu Wina keluar dari lift, dia melihat lift eksklusif di sebelahnya juga terbuka.Jihan yang mengenakan jas hitam panjang berjalan keluar.Ja
Dia mengenakan kemeja dan jas berwarna biru safir. Dari kejauhan dia terlihat sangat tinggi dan memancarkan aura yang berbeda dengan orang biasa.Dari dekat, masih bisa melihat dengan jelas wajah di balik kacamata bingkai emas yang dipakainya. Sifat kekanak-kanakan sudah lama memudar dan berubah menjadi dewasa.Setelah bertahun-tahun, melihatnya lagi, hati Wina hanya merasakan ketenangan. Tidak ada gelombang perasaan apa pun.Wina melambaikan tangannya ke mereka, "Di sini!"Pria itu tampak agak terkejut ketika melihat Wina melambai di tengah kerumunan.Pria itu datang bersama beberapa orang untuk perjalanan bisnis di Kota Aster. Tujuan utamanya adalah untuk rapat penawaran proyek Kota Sinoa.Awalnya, dia tidak ingin pihak Grup Nizari mengetahui kedatangannya. Namun, mereka malah mengirim seseorang untuk menjemputnya, bahkan mengatur pertemuan makan malam.Karena tidak bisa menolak, dia pun terpaksa setuju. Hanya saja, dia tidak menyangka bahwa orang yang datang menjemputnya adalah Wina
"Kenapa?"Setelah bergumam, ekspresi Ivan yang lembut berubah menjadi mengerikan."Kamu masih bertanya kenapa? Aku terbaring koma di rumah sakit, tapi kamu malah berselingkuh dengan pria lain!""Dirimu sudah kotor, tapi masih berharap aku ingin bersamamu? Jangan mimpi!"'Ternyata, dia nggak kehilangan ingatannya sama sekali.'Sayang sekali, detik itulah Wina baru tahu bahwa dia hanya pura-pura menderita amnesia untuk meninggalkannya.Wina merasa dirinya begitu bodoh, mengira pria munafik di depannya masih sama dengan pemuda yang dulu berjanji akan hidup semati dengannya.Wina menyesal. Menyesal berlutut di depan pintu rumahnya. Menyesal melepaskan semua harga dirinya. Menyesal mencoba mendapatkan pemuda itu kembali.Sayangnya, pria yang telah mengubah namanya menjadi Rian tidak memberinya kesempatan untuk menyesal.Wina ingat saat itu Rian mundur beberapa langkah, lalu bergegas maju dengan seluruh kekuatannya.Rian yang mengenakan sepatu boot kulit tebal, sekali lagi memberikan tendang
Orang yang datang bersama Rian terlalu banyak, jadi Wina harus memanggil mobil besar lain.Para eksekutif duduk di mobil lain itu, sementara Rian dan pengawalnya duduk di mobil yang dikemudikan Wina.Wina tidak berbicara dengan Rian sepanjang perjalanan, hanya fokus mengemudi. Wina mengantarnya ke restoran bintang lima yang sudah dipesannya.Di dalam ruang VIP restoran, Winata dan beberapa COO Perusahaan Krisan sudah tiba. Hanya Jihan yang belum datang.Setelah Winata menyambut dan mempersilakan Rian dan rombongannya duduk, dia keluar dan bertanya pada Wina, "Kamu sudah kirim alamatnya ke Pak Jihan?"Wina mengangguk dan menjawab, "Sudah."Meskipun tidak yakin apakah Jihan telah melihat WhatsApp, Wina sudah mengirimkan alamatnya. Adapun Jihan datang atau tidak, ini bukanlah urusannya."Bu Winata, kalau begitu, aku permisi dulu."Dia sudah menjemput orangnya, jadi tidak perlu tinggal di restoran.Ketika dia berbalik dan ingin pergi, Winata menghentikannya."Wina, jangan buru-buru pergi d
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida
Tentu saja Jihan tidak bisa menyembunyikan perkembangan robotnya dari Jefri. Sebelum Jihan datang, Jefri sudah berdiri di depan mesin sambil berusaha memperbaiki fungsinya.Dari balik kaca, Jihan bisa melihat gerakan tangan Jefri yang mengetikkan kode dengan cepat. Lalu, Jihan melihat bagaimana robot yang berada di samping mengikuti kendali Jefri dan berbicara seperti orang sungguhan. Jihan pun tersenyum kecil."Jefri ...."Jefri langsung berhenti bekerja dan menoleh menatap Jihan. Selama beberapa tahun terakhir, Jihan terus bekerja keras siang dan malam demi mengembangkan robot ini walaupun harus melawan rasa sakit.Jefri tidak bisa tinggal diam, jadi dia berinisiatif untuk membantu Jihan. Walaupun dia tidak sehebat Jihan, berkat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya robot itu selesai."Kak Jihan, kapan Kak Jihan berencana menunjukkan robot ini kepada Kak Wina?"Jihan mendorong tangan Daris yang memapahnya menjauh, lalu berdiri tegak dan berjalan perlahan menuju robot itu. Dia pun
Delwyn mematikan lampu dan berbaring miring di atas kasur sambil meringkukkan tubuhnya menyerupai bola. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa semenjak kelahirannya, ayahnya sudah menahan rasa sakit dan menemaninya seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga Delwyn akhirnya perlahan tumbuh dewasa ....Delwyn jadi teringat betapa cuek dan tidak acuhnya dia terhadap ayahnya sewaktu masih kecil. Saat mengingat kembali semua hal kurang ajar yang dia lakukan semasa kecil, Delwyn menampar wajahnya sendiri dengan keras ....Setelah itu, Delwyn yang selama ini belum pernah menangis pun menutupi wajahnya dan membenamkan dirinya di tempat tidur sambil menangis hingga sekujur tubuhnya gemetar. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang akan ditelantarkan ....Sebelum ini Delwyn tidak tahu arti kematian, tetapi sekarang kematian itu mendadak begitu dekat di hadapannya. Delwyn akhirnya menyadari betapa dia sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Setiap malam, Delwyn mengorbankan tidurnya dem