Lilia membawa kantong kertas kelas atas berisikan mantel ke vila.Saat Lilia masuk ke ruang kerja, terlihat pria yang tersinar sisa cahaya matahari terbenam dari jendela.Pria itu berdiri tegap dengan punggung yang terlihat kesepian. Lilia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Yang terlihat hanya dua jari pria itu sedang mengapit sebatang rokok.Asap tipis menempel di sekujur tubuh pria itu, membuatnya tampak misterius, tetapi juga terlihat seperti menahan suatu perasaan.Lilia melirik ke tumpukan puntung rokok di tempat sampah, lalu sedikit mengernyit.Seingat Lilia, Jihan tidak merokok. 'Sejak kapan Jihan jadi kecanduan merokok?'Lilia tahu ini bukan urusannya, jadi segera mengetuk pintu."Masuk."Jihan mengatakan itu tanpa menoleh, seolah dia tidak tertarik pada apa pun.Lilia menghampirinya dengan membawa kantong kertas, "Pak Jihan, Nona Wina memintaku untuk mengembalikan ini pada Anda."Saat Lilia menyerahkan kantong itu, Jihan baru berbalik dan melirik kantong tersebut."Buan
Sebelum meninggalkan Kota Aster, Rian mengirim pesan ke Wina."Aku akan kembali ke Kora Ostia, nggak akan mengganggumu lagi. Jaga dirimu baik-baik."Hanya pesan singkat, tetapi terlihat dia masih menghormati Wina.Mata Wina berkaca-kaca saat membaca pesan itu. 'Ivan masih seperti dulu, dia nggak akan pernah mempersulitku.'Wina ingin membalas sesuatu, tetapi teringat dia sudah menyakiti Rian dengan kejam. Jika dia masih membalas pesan ini akan terlihat dia hanya pura-pura perhatian.Setelah menekan perasaan sedihnya, Wina meletakkan ponselnya dan pergi mandi, lalu keluar rumah.Wina sudah memutuskan hubungan dengan Jihan dan Rian, mereka tidak akan mencari dirinya lagi, jadi dia bisa pergi dengan tenang.Namun, sebelum itu dia harus pergi ke kantor untuk menyelesaikan pengunduran dirinya. Setelah itu, harus mencari waktu yang pas untuk memberi tahu Sara tentang penyakitnya.Sesampai di Grup Nizari, dia langsung mendatangi ruang kantor Winata. Winata yang baru kembali, sedang duduk di s
Wina tanpa sungkan menyerahkan kunci dokumen material, informasi pelanggan dan beberapa dokumen rahasia kepada Vivi.Setelah serah terima, Wina bangkit dan pergi ke kantor HRD untuk mengundurkan diri. Sebelum meninggalkan kantor presiden, dia bertemu Yuna yang datang dengan membawa setumpuk dokumen."Hei, bukannya kamu pacar baru Pak Rian? Kenapa kamu bisa datang ke Grup Nizari?"Yuna berkata dengan sinis, "Oh, aku tahu. Pak Rian sudah kembali ke Kota Ostia, tapi nggak membawamu bersamanya. Sekarang kamu dicampakkan dan nggak punya tujuan lain, jadi kembali ke Grup Nizari, ya?"Mendengar itu, Vivi langsung menyela, "Wina datang untuk resign."Raut wajah Yuna seketika menjadi masam. 'Dia nggak bergantung pada Pak Rian, tapi masih punya nyali untuk resign? Apa dia punya sponsor baru?''Setiap kali melihat wajahnya, aku ingin mencabik-cabiknya. Wanita jalan ini menggunakan kecantikannya untuk merayu para pria.'Tentu saja Yuna sangat cemburu pada Wina. Dia selalu berpikir Wina selalu berh
Pria tidak diperbolehkan masuk ke bagian ginekologi. Setelah Denis mengirim wanita hamil itu masuk, dia berencana untuk duduk di tempat istirahat dan menunggu.Dia tidak menduga begitu dia berbalik, dia bertemu Wina yang menatapnya dengan tajam. Denis terkejut dan mundur beberapa langkah sebelum mendapatkan kembali keseimbangannya."Wi ... Wina, kenapa kamu ada di sini?""Kenapa sendiri kenapa di sini? Bukannya kamu pulang kampung untuk melunasi utang keluargamu?"Menghadapi pertanyaan Wina, Denis jelas panik. Mungkin karena dia tidak menyangka Wina mengetahui tentang kepulangannya ke kampung halamannya.Namun, mengingat Sara dan Wina dekat seperti kakak-adik, tidak heran jika Wina mengetahui hal tersebut. Hanya saja, hal ini membuat Denis sedikit tidak senang.Dia dan Sara sudah menikah, tetapi Sara masih memberi tahu Wina segalanya tentang hubungan mereka. Gara-gara ini dia harus berhati-hati setiap saat.Setelah panik sejenak, Denis segera menenangkan diri dan menjelaskan kepada Win
Wina melihat nomor kamar mereka dan mencatatnya. Kemudian, dia pergi ke toko buah di dekat rumah sakit dan membeli dua keranjang buah.Ketika kembali ke rumah sakit, Wina kebetulan bertemu dengan Sara yang bergegas masuk ke dalam rumah sakit."Wina kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apa jantungmu terasa nggak nyaman?"Sara buru-buru datang untuk 'menangkap pezina', tetapi ketika dia melihat Wina, dia menghentikan langkahnya dan mengkhawatirkan Wina.Hati Wina terasa hangat dan dia berkata kepada Sara, "Aku nggak apa-apa. Aku kemari karena Dokter Lilia memintaku untuk datang dan mengambil beberapa obat."Sara menghela napas lega setelah mendengar kesehatan Wina baik-baik saja.Wina menyerahkan dua keranjang buah kepada Sara sambil berkata, "Karena kamu sebagai kakak ipar yang akan mengunjungi adik ipar, kamu tentu harus membawa buah-buahan ini."Sara dengan cepat mengerti maksud Wina. Wina menyuruhnya untuk tidak terlalu impulsif saat melihat mereka berdua nanti.Sebaliknya, dia akan pe
Denis selalu meratapi kemiskinannya di depan Sara, tetapi sekarang dia malah membawa adiknya ke rumah sakit swasta yang sangat mahal.Sara mulai berpikir apakah 400 juta itu untuk biaya perawatan adiknya Denis?Jika benar wanita hamil itu adalah adiknya, Sara akan merelakan 400 juta itu. Jika bukan ....Kata-kata Sara yang sangat menusuk itu membuat Denis sedikit panik, tetapi dia masih bisa bersikap normal.Dia mengambil keranjang buah dari tangan Sara dan menjelaskan dengan sangat wajar, "Adik iparku nggak kekurangan uang. Dia sedang berada di luar negeri dan nggak bisa pulang tepat waktu, jadi nggak bisa menjaga adikku."Wanita yang setengah terbaring di ranjang rumah sakit itu pun ikut menambah, "Kamu kakak iparku, 'kan? Maaf ya, suamiku sedang nggak bisa menemaniku. Kebetulan Kak Denis pulang saat ada sedikit kontraksi di perutku, jadi aku memintanya untuk mengantarku ke rumah sakit besar untuk melakukan pemeriksaan."Setelah mengatakan itu, dia memelototi Denis dan berkata, "Kak,
Denis melanjutkan ucapannya sambil memelototi Eva, "Dia merahasiakan kehamilannya dari keluarga. Kalau aku nggak bertemu dengannya di jalan dan membawanya pulang, dia pasti akan menyembunyikan hal ini."Denis kembali melihat Sara dan berkata, "Setelah aku membawanya pulang, keadaan rumah sangat kacau. Ada banyak orang yang datang menagih utang. Waktu aku ingin membayar utang itu, Eva bilang dia yang bayar saja. Setelah ini, aku baru tahu adik iparku menghasilkan banyak uang di Kafria Selatan. Setelah mengetahui Eva hamil, dia mengirim biaya hidup Eva setiap bulan. Setelah mengetahui hal ini, aku baru merasa lega.""Tapi kedua orang tuaku merasa hamil di luar nikah merupakan hal yang memalukan, mereka memarahi dan bertengkar dengan Eva. Mungkin karena terlalu emosi, Eva pun mengalami kontraksi.""Tapi nggak ada yang serius. Dia dirawat inap karena dokter yang menyarankannya, untuk memonitor kondisinya lebih lanjut."Setelah menjelaskan semuanya, Denis mengeluarkan kartu bank dari sakuny
Begitu Sara berkata seperti itu, Eva segera menghentikan niatnya untuk menyindir.Melihat itu, Sara pun menghilangkan tatapan tajamnya dan melihat ke Denis sambil berkata, "Aku masih ada sif malam, jadi aku serahkan padamu untuk menjaga adikmu."Denis menangguk, mengambil kunci mobil dan berkata, "Aku akan mengantarmu.""Nggak perlu, aku bawa mobil."Setelah menolak, Sara meraih lengan Wina dan berjalan keluar dari kamar rawat.Begitu Sara dan Wina pergi, Eva segera guguk tegak dan berkata kepada Denis, "Kamu hanya perlu menjelaskan saja, kenapa kamu malah mengembalikan 400 juta itu padanya?"Denis mengecek keluar, memastikan kedua orang itu sudah pergi jauh, lalu kembali menjawab Eva, "Kalau aku nggak kembalikan uang itu, dia nggak akan percaya padaku."Eva mendengus dingin, wajah cantiknya terlihat kesal dan dia berkata, "Aku masih harus menunggu berapa lama?"Denis mendekatkan diri, mengelus perut Eva sambil menenangkannya, "Eva, setelah dia melunasi semua cicilan rumah, aku akan me
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je