Sara meletakkan gelas kopi yang dia pegang, lalu bertanya sambil mengernyit, "Kayaknya Jihan cukup pintar, IQ-nya juga pasti tinggi. Biarkan saja Jihan yang turun tangan."Wina pun menundukkan kepalanya dengan kikuk. "Dia bilang sih tunggu dia pulang sehabis rapat, tapi selama beberapa tahun ini, Jihan nggak benar-benar fokus memikirkan Delwyn. Kayaknya dia juga nggak akan terlalu peduli soal ini ...."Saat melihat bekas ciuman yang menyembul keluar dari balik kerah Wina, Sara langsung tahu apa yang menjadi fokus Jihan tanpa perlu bertanya. "Hmm, sebenarnya aku kagum sih dengannya. Kok setiap hari energinya besar banget, ya?"Saking sudah lamanya bersama dengan Jefri, sekarang gaya bicara Sara juga menjadi lebih terang-terangan. Wina jadi makin merasa malu. "Fokusnya nggak cuma tentang aku, tapi juga masalah perusahaan.""Tapi, dia 'kan selalu ada di rumah bersamamu, kecuali kalau dia harus menghadiri rapat di kantor demi mengambil keputusan terkait masalah yang penting banget ....""A
Jihan yang baru saja masuk ke ruang tamu sontak berhenti melangkah saat mendengar suara tangisan Kristofer. Pria itu melonggarkan ikatan dasinya sambil melirik anak kecil yang bersandar di pintu dapur dan menyaksikan semua ini dengan dingin."Delwyn."Tubuh Delwyn sontak mematung saat mendengar suara ayahnya. Dia mengesampingkan sorot tatapannya yang terkesan tersenyum, lalu berbalik badan menghadap pria yang menyerahkan jasnya kepada pelayan."Sini."Suara Jihan pelan, tetapi sangat mengintimidasi. Bahkan Delwyn yang selalu memandang rendah orang lain itu saja refleks berjalan menghampiri dengan patuh.Jihan menyerahkan dasinya kepada pelayan, lalu menurunkan pandangannya dan menatap Delwyn yang berdiri diam di hadapannya."Sana minta maaf ke Kristofer."Delwyn mengatupkan bibirnya dengan kesal, dia tidak merasa sudah berbuat salah. Meskipun begitu, dia tidak mau menjawab Jihan."Ya sudah kalau kamu mau tetap berdiri di sini dan menjadi penjaga pintu. Tapi, kalau kamu sampai bergerak
Delwyn merasa sangat terhina disuruh minta maaf kepada orang yang dia anggap idiot seperti Kristofer ini. Meskipun begitu, Delwyn tidak punya pilihan lain. Dia pun berujar, "Maaf."Ethel sontak tertegun. Dia diam-diam membuka matanya dan menatap Delwyn yang pergi begitu saja setelah meminta maaf melalui celah antara jemarinya.Delwyn memutar bola matanya, lalu berjalan menghampiri Jihan lagi. "Tuh, aku sudah minta maaf. Jadi, apa pertanyaannya?"Jihan mengambil gelasnya dan menyesap isinya dengan anggun, lalu meletakkannya kembali dan bangkit berdiri seraya berkata, "Ayo ikut ke ruang kerja dengan Ayah."Delwyn berjalan mengikuti ayahnya yang sama sekali tidak kasihan padanya itu. Jihan duduk di depan meja sambil mengedikkan dagunya sebagai isyarat agar Delwyn mengambil kursi sendiri.Delwyn menyingsingkan lengan bajunya yang berwarna putih sambil menahan amarah, lalu meraih bagian belakang kursi dan menyeretnya ke depan meja dengan sekuat tenaga.Setelah Delwyn duduk, Jihan pun menyal
Entah kenapa, saat ini Delwyn seolah mendadak melihat tubuh Jihan bersinar. Dia jadi merasa ayahnya cukup hebat.Delwyn yang kalah telak pun menunduk menyerah dalam pelukan Jihan. "Aku baru benar-benar bisa yakin kalau Ayah mengajariku semua yang Ayah tahu."Jihan tahu Delwyn ingin mempelajari kehebatannya untuk berbalik menghancurkannya di kemudian hari. Bagaimanapun juga, Jihan adalah orang dewasa yang berhasil menaklukkan Delwyn.Namun, maaf saja. Begitu Jihan memutuskan untuk turun tangan dan menaklukkan putranya, Delwyn sudah pasti tidak akan bisa berbalik melawannya.Jihan pun menurunkan Delwyn dari pangkuannya, lalu menepuk-nepuk laptop itu di hadapan Delwyn sambil berkata, "Program ini berisi soal-soal tes IQ tersulit di dunia. Kalau kamu bisa mengerjakan semuanya, baru Ayah akan mengajarimu yang lain."Setelah itu, Jihan bangkit berdiri dan berjalan pergi. Delwyn segera mengikuti ayahnya. "Apa Ayah bisa melakukan hal lain selain mengerjakan soal?"Jihan berhenti berjalan dan m
Wina menatap pemandangan malam yang disinari cahaya bulan di luar jendela sana dan refleks menelan ludah. Wina benar-benar tidak kuat lagi, jadi dia langsung menolak Jihan."Jihan, jangan main-main di sini. Katanya pengawal pribadi Jodie suka mengamati kita dengan teleskop."Jihan yang selalu menyimpan isi hatinya itu hanya sedikit mengangkat alisnya yang tebal, lalu menatap ke arah vila di seberangnya dengan kesan menantang. Setelah itu, dia berpura-pura cuek dan mengambil remot untuk mematikan lampu kamar."Tenang saja, nggak akan kelihatan.""Tapi ...."Belum sempat Wina selesai bicara, Jihan yang menopangkan kedua tangannya di atas kursi itu sudah menunduk dan mengulum bibir Wina dengan ganas. Wina pun terkesiap, dia sampai menelan kembali semua kata-kata yang hendak dia ucapkan.Wina awalnya meronta, tetapi begitu Jihan berlutut dengan satu kaki, Wina sampai tidak bisa berkata apa-apa saking gemetarnya. Kukunya refleks mencakar bagian belakang kursi ....Jihan yang dulu pasti mela
"Ah, nggak kok, nggak," elak Jefri sambil mengibaskan tangannya. Jefri berdalih hanya ingin menyumbangkan sejumlah uang untuk lembaga ini, tetapi tentu saja si staf profesional itu menolak tawaran Jefri. Dia tidak berani menerima uang sebanyak itu.Karena staf profesional itu terus mengulur waktu, Jefri pun berseru dengan kesal, "Pantas saja kepalamu plontos begitu! Rambutmu nggak bisa tumbuh karena energimu habis kamu pakai buat bertele-tele!""Hei!" balas si staf profesional itu dengan kesal. "Silakan saja kalau kamu mau menghina IQ-ku, tapi jangan singgung rambutku!""Sini, biar kuhina sekalian rambutmu!"Saat kedua orang itu nyaris mulai bertengkar, Kristofer dan Kristi pun merengek sambil memegangi perut masing-masing, "Ayah, kami lapar banget! Seharian ini kamu belum makan ...."Jefri yang sangat kesal pun langsung memarahi anak kembarnya, "Kalian ini tahunya cuma makan, makan dan makan saja! Kenapa sih kalian nggak meniru adik sepupu kalian itu yang banyak belajar dan nggak cuma
Hari ini Jihan Lionel kembali dari luar negeri. Wina Septa, kekasih rahasia Jihan, langsung dibawa ke Rumah Mansion No. 8.Seperti yang disepakati sebelumnya, Wina harus membersihkan dirinya terlebih dahulu agar tidak ada aroma parfum maupun bedak kosmetik.Wina dengan ketat memenuhi semua kesukaan Jihan. Setelah membersihkan diri dan mengenakan piama sutra, Wina masuk ke kamar tidur di lantai dua.Jihan sedang duduk di depan komputer melakukan pekerjaannya. Tidak ada emosi yang terlihat dari matanya ketika dia melihat Wina masuk."Kemari."Nada suaranya juga terasa tidak ada emosi apa pun. Hal ini membuat Wina merasa sedikit menyedihkan.Jihan dikenal sebagai orang yang tidak banyak bicara dan bertemperamen tidak stabil. Karena takut dia marah, Wina tidak berani berlama-lama dan langsung berjalan menghampirinya.Sesampai di depan Jihan, pinggangnya langsung ditarik mendekat dan dagunya dicubit.Jihan menunduk dan mencium bibir merah Wina. Selanjutnya, Jihan membuka paksa giginya dan m
Setelah Jihan pergi, asisten pribadi Jihan, Daris Surya, masuk membawa obat.Daris menyerahkan obat itu sambil berkata dengan hormat kepada Wina, "Nona Wina, ini obatnya."Obat itu adalah obat pencegah kehamilan. Karena Jihan tidak mencintai Wina, tentu saja tidak akan mengizinkan Wina untuk punya anak.Setiap kali selesai bercinta, Jihan akan mengirim Daris untuk mengantarkan obat. Dia juga memerintah Daris untuk langsung melihat Wina meminum obat tersebut.Melihat obat itu, hati Wina terasa sakit lagi.Entah karena gagal jantung atau karena kekejaman Jihan, Wina merasa dadanya sesak hingga sulit bernapas."Nona Wina ...."Melihat Wina tidak merespons, Daris memanggil sekali lagi karena takut Wina akan menolak obat itu.Wina melirik Daris sejenak, lalu mengambil, memasukkan obat itu ke dalam mulut dan langsung ditelan tanpa minum air.Selanjutnya, Daris mengeluarkan sertifikat rumah dan cek dari tas. Diletakkannya kedua kertas itu di depan Wina."Nona Wina, ini adalah kompensasi yang