Wina akhirnya berhenti mengusik Jihan. Tepat pada saat itu, Sara meneleponnya. Wina yang tidak punya siapa-siapa untuk diajak mengobrol pun mengajak Sara untuk datang minum teh di rumahnya.Sara langsung mengajak kedua anaknya masuk ke dalam mobil dan melaju menuju taman belakang Bundaran Blue Bay. Dari kejauhan, dia sudah bisa melihat Wina yang duduk di meja berpayung. Satu tangannya memegang gelas kopi, sementara tangannya yang satu lagi menggambar.Padahal Wina sudah melahirkan anak, tetapi tubuhnya yang langsing dan wajahnya yang cantik tetap terjaga. Dia bahkan masih terlihat seperti seorang gadis berusia 20-an dari belakang.Sara menatap Wina yang senantiasa cantik itu dengan riang. "Wina, mana anakmu yang genius itu? Tolong minta dia segera ke sini biar kedua anakku bisa memujanya."Wina refleks menoleh sambil tersenyum saat mendengar suara Sara, lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Sara ke anak kembarnya yang mirip boneka itu.Kristofer mengenakan kemeja putih yang dipaduka
Sara meletakkan gelas kopi yang dia pegang, lalu bertanya sambil mengernyit, "Kayaknya Jihan cukup pintar, IQ-nya juga pasti tinggi. Biarkan saja Jihan yang turun tangan."Wina pun menundukkan kepalanya dengan kikuk. "Dia bilang sih tunggu dia pulang sehabis rapat, tapi selama beberapa tahun ini, Jihan nggak benar-benar fokus memikirkan Delwyn. Kayaknya dia juga nggak akan terlalu peduli soal ini ...."Saat melihat bekas ciuman yang menyembul keluar dari balik kerah Wina, Sara langsung tahu apa yang menjadi fokus Jihan tanpa perlu bertanya. "Hmm, sebenarnya aku kagum sih dengannya. Kok setiap hari energinya besar banget, ya?"Saking sudah lamanya bersama dengan Jefri, sekarang gaya bicara Sara juga menjadi lebih terang-terangan. Wina jadi makin merasa malu. "Fokusnya nggak cuma tentang aku, tapi juga masalah perusahaan.""Tapi, dia 'kan selalu ada di rumah bersamamu, kecuali kalau dia harus menghadiri rapat di kantor demi mengambil keputusan terkait masalah yang penting banget ....""A
Jihan yang baru saja masuk ke ruang tamu sontak berhenti melangkah saat mendengar suara tangisan Kristofer. Pria itu melonggarkan ikatan dasinya sambil melirik anak kecil yang bersandar di pintu dapur dan menyaksikan semua ini dengan dingin."Delwyn."Tubuh Delwyn sontak mematung saat mendengar suara ayahnya. Dia mengesampingkan sorot tatapannya yang terkesan tersenyum, lalu berbalik badan menghadap pria yang menyerahkan jasnya kepada pelayan."Sini."Suara Jihan pelan, tetapi sangat mengintimidasi. Bahkan Delwyn yang selalu memandang rendah orang lain itu saja refleks berjalan menghampiri dengan patuh.Jihan menyerahkan dasinya kepada pelayan, lalu menurunkan pandangannya dan menatap Delwyn yang berdiri diam di hadapannya."Sana minta maaf ke Kristofer."Delwyn mengatupkan bibirnya dengan kesal, dia tidak merasa sudah berbuat salah. Meskipun begitu, dia tidak mau menjawab Jihan."Ya sudah kalau kamu mau tetap berdiri di sini dan menjadi penjaga pintu. Tapi, kalau kamu sampai bergerak
Delwyn merasa sangat terhina disuruh minta maaf kepada orang yang dia anggap idiot seperti Kristofer ini. Meskipun begitu, Delwyn tidak punya pilihan lain. Dia pun berujar, "Maaf."Ethel sontak tertegun. Dia diam-diam membuka matanya dan menatap Delwyn yang pergi begitu saja setelah meminta maaf melalui celah antara jemarinya.Delwyn memutar bola matanya, lalu berjalan menghampiri Jihan lagi. "Tuh, aku sudah minta maaf. Jadi, apa pertanyaannya?"Jihan mengambil gelasnya dan menyesap isinya dengan anggun, lalu meletakkannya kembali dan bangkit berdiri seraya berkata, "Ayo ikut ke ruang kerja dengan Ayah."Delwyn berjalan mengikuti ayahnya yang sama sekali tidak kasihan padanya itu. Jihan duduk di depan meja sambil mengedikkan dagunya sebagai isyarat agar Delwyn mengambil kursi sendiri.Delwyn menyingsingkan lengan bajunya yang berwarna putih sambil menahan amarah, lalu meraih bagian belakang kursi dan menyeretnya ke depan meja dengan sekuat tenaga.Setelah Delwyn duduk, Jihan pun menyal
Entah kenapa, saat ini Delwyn seolah mendadak melihat tubuh Jihan bersinar. Dia jadi merasa ayahnya cukup hebat.Delwyn yang kalah telak pun menunduk menyerah dalam pelukan Jihan. "Aku baru benar-benar bisa yakin kalau Ayah mengajariku semua yang Ayah tahu."Jihan tahu Delwyn ingin mempelajari kehebatannya untuk berbalik menghancurkannya di kemudian hari. Bagaimanapun juga, Jihan adalah orang dewasa yang berhasil menaklukkan Delwyn.Namun, maaf saja. Begitu Jihan memutuskan untuk turun tangan dan menaklukkan putranya, Delwyn sudah pasti tidak akan bisa berbalik melawannya.Jihan pun menurunkan Delwyn dari pangkuannya, lalu menepuk-nepuk laptop itu di hadapan Delwyn sambil berkata, "Program ini berisi soal-soal tes IQ tersulit di dunia. Kalau kamu bisa mengerjakan semuanya, baru Ayah akan mengajarimu yang lain."Setelah itu, Jihan bangkit berdiri dan berjalan pergi. Delwyn segera mengikuti ayahnya. "Apa Ayah bisa melakukan hal lain selain mengerjakan soal?"Jihan berhenti berjalan dan m
Wina menatap pemandangan malam yang disinari cahaya bulan di luar jendela sana dan refleks menelan ludah. Wina benar-benar tidak kuat lagi, jadi dia langsung menolak Jihan."Jihan, jangan main-main di sini. Katanya pengawal pribadi Jodie suka mengamati kita dengan teleskop."Jihan yang selalu menyimpan isi hatinya itu hanya sedikit mengangkat alisnya yang tebal, lalu menatap ke arah vila di seberangnya dengan kesan menantang. Setelah itu, dia berpura-pura cuek dan mengambil remot untuk mematikan lampu kamar."Tenang saja, nggak akan kelihatan.""Tapi ...."Belum sempat Wina selesai bicara, Jihan yang menopangkan kedua tangannya di atas kursi itu sudah menunduk dan mengulum bibir Wina dengan ganas. Wina pun terkesiap, dia sampai menelan kembali semua kata-kata yang hendak dia ucapkan.Wina awalnya meronta, tetapi begitu Jihan berlutut dengan satu kaki, Wina sampai tidak bisa berkata apa-apa saking gemetarnya. Kukunya refleks mencakar bagian belakang kursi ....Jihan yang dulu pasti mela
"Ah, nggak kok, nggak," elak Jefri sambil mengibaskan tangannya. Jefri berdalih hanya ingin menyumbangkan sejumlah uang untuk lembaga ini, tetapi tentu saja si staf profesional itu menolak tawaran Jefri. Dia tidak berani menerima uang sebanyak itu.Karena staf profesional itu terus mengulur waktu, Jefri pun berseru dengan kesal, "Pantas saja kepalamu plontos begitu! Rambutmu nggak bisa tumbuh karena energimu habis kamu pakai buat bertele-tele!""Hei!" balas si staf profesional itu dengan kesal. "Silakan saja kalau kamu mau menghina IQ-ku, tapi jangan singgung rambutku!""Sini, biar kuhina sekalian rambutmu!"Saat kedua orang itu nyaris mulai bertengkar, Kristofer dan Kristi pun merengek sambil memegangi perut masing-masing, "Ayah, kami lapar banget! Seharian ini kamu belum makan ...."Jefri yang sangat kesal pun langsung memarahi anak kembarnya, "Kalian ini tahunya cuma makan, makan dan makan saja! Kenapa sih kalian nggak meniru adik sepupu kalian itu yang banyak belajar dan nggak cuma
Hari ini Jihan Lionel kembali dari luar negeri. Wina Septa, kekasih rahasia Jihan, langsung dibawa ke Rumah Mansion No. 8.Seperti yang disepakati sebelumnya, Wina harus membersihkan dirinya terlebih dahulu agar tidak ada aroma parfum maupun bedak kosmetik.Wina dengan ketat memenuhi semua kesukaan Jihan. Setelah membersihkan diri dan mengenakan piama sutra, Wina masuk ke kamar tidur di lantai dua.Jihan sedang duduk di depan komputer melakukan pekerjaannya. Tidak ada emosi yang terlihat dari matanya ketika dia melihat Wina masuk."Kemari."Nada suaranya juga terasa tidak ada emosi apa pun. Hal ini membuat Wina merasa sedikit menyedihkan.Jihan dikenal sebagai orang yang tidak banyak bicara dan bertemperamen tidak stabil. Karena takut dia marah, Wina tidak berani berlama-lama dan langsung berjalan menghampirinya.Sesampai di depan Jihan, pinggangnya langsung ditarik mendekat dan dagunya dicubit.Jihan menunduk dan mencium bibir merah Wina. Selanjutnya, Jihan membuka paksa giginya dan m