Wina baru kembali dari perusahaan saat sudah senja. Sementara itu, Jihan sedang memegangi belati dan mengajari Delwyn cara menggunakannya di taman belakang.Wina awalnya ingin menyapa mereka, tetapi dia tidak ingin merusak keindahan momen ayah dengan anak itu. Wina pun bersandar di dekat pintu dan memandangi interaksi kedua orang itu di halaman.Seorang pria yang awalnya tidak mau mengasuh anaknya kini rela menghabiskan waktu dan tenaganya untuk membimbing anaknya agar tidak salah jalan. Justru berkat waktu dan tenaga yang Jihan kerahkan inilah Delwyn jadi sangat mengagumi dan mematuhi ayahnya.Jihan benar-benar seorang suami dan ayah yang baik. Kehadiran Jihan membuat keluarga ini menjadi hangat dan bahagia.Jihan sepertinya menyadari tatapan Wina yang membara, pria itu perlahan menoleh ke arahnya. Seiring bertambahnya usia, sorot tatapan Jihan yang tajam ikut melembut.Akan tetapi, wajahnya yang tampan paripurna itu sama sekali tidak berubah. Benar-benar tidak ada jejak waktu di sana
Minggu lalu, Gisel mengumumkan dia akan berpartisipasi dalam lomba debat dan dia mengatakan dia akan meraih posisi keempat. Delwyn mengejek Gisel dan mengatakan bahwa Gisel tidak mungkin bisa mampu. Gisel yang marah pun bertaruh dengan Delwyn. Tak disangka, Gisel ternyata berhasil memenangkan taruhan itu.Delwyn melirik tangan yang terulur padanya dan mencibir, "Pantas saja menang, Kakak 'kan memang biasanya juga jago ngomong. Selamat, ya."Gisel marah karena malah tetap diejek. "Pokoknya, kali ini kamu tetap kalah. Cepat kasih Kakak uangnya!"Delwyn membuka lipatan serbetnya dengan santai, lalu memakainya dan berkata dengan tenang, "Nanti aku kasih setelah makan malam, tetapi ...."Delwyn menatap Gisel yang memalaknya itu. "Kakak saja baru 17 tahun, bahkan belum memenuhi syarat untuk dapat rekomendasi. Belum tentu juga Kakak lolos ujian masuk universitas."Rasanya jantung Gisel seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik. "Ih, kamu! Cih, jangan pikir dirimu hebat ya karena kamu
"Ji ... Jihan ...."Wina jadi tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia sangat ketakutan dan langsung mencari ponselnya, tetapi karena tubuhnya terasa lemas dan otaknya tidak bisa berpikir, dia hanya bergerak tidak jelas sampai akhirnya Jihan perlahan membuka matanya.Ketika melihat tatapan penuh kasih sayang dari mata Jihan, saraf tegang Wina seketika jadi rileks.Air matanya mengalir deras tak terkendali. Wina begitu ketakutan sampai bibirnya gemetar dan tidak bisa berkata-kata."Ka ... ka ... kamu kenapa?"Sudah hampir 10 tahun Wina tidak pernah menangis karena Jihan begitu menyayanginya. Kini Wina sampai menangis seperti ini karena Jihan koma sebentar, hati Jihan sangat pedih melihat Wina seperti ini.Jihan menahan rasa sakitnya, lalu berdiri dari sofa dan menggendong Wina dengan meraih pinggang Wina menggunakan satu tangan.Jihan memeluk Wina lalu kembali menjatuhkan diri ke sofa. Bagian belakang kepala Jihan tertutup rambut tebal, wajah tampan yang sudah bertahun-tahun tidak terliha
Hari ini Jihan Lionel kembali dari luar negeri. Wina Septa, kekasih rahasia Jihan, langsung dibawa ke Rumah Mansion No. 8.Seperti yang disepakati sebelumnya, Wina harus membersihkan dirinya terlebih dahulu agar tidak ada aroma parfum maupun bedak kosmetik.Wina dengan ketat memenuhi semua kesukaan Jihan. Setelah membersihkan diri dan mengenakan piama sutra, Wina masuk ke kamar tidur di lantai dua.Jihan sedang duduk di depan komputer melakukan pekerjaannya. Tidak ada emosi yang terlihat dari matanya ketika dia melihat Wina masuk."Kemari."Nada suaranya juga terasa tidak ada emosi apa pun. Hal ini membuat Wina merasa sedikit menyedihkan.Jihan dikenal sebagai orang yang tidak banyak bicara dan bertemperamen tidak stabil. Karena takut dia marah, Wina tidak berani berlama-lama dan langsung berjalan menghampirinya.Sesampai di depan Jihan, pinggangnya langsung ditarik mendekat dan dagunya dicubit.Jihan menunduk dan mencium bibir merah Wina. Selanjutnya, Jihan membuka paksa giginya dan m
Setelah Jihan pergi, asisten pribadi Jihan, Daris Surya, masuk membawa obat.Daris menyerahkan obat itu sambil berkata dengan hormat kepada Wina, "Nona Wina, ini obatnya."Obat itu adalah obat pencegah kehamilan. Karena Jihan tidak mencintai Wina, tentu saja tidak akan mengizinkan Wina untuk punya anak.Setiap kali selesai bercinta, Jihan akan mengirim Daris untuk mengantarkan obat. Dia juga memerintah Daris untuk langsung melihat Wina meminum obat tersebut.Melihat obat itu, hati Wina terasa sakit lagi.Entah karena gagal jantung atau karena kekejaman Jihan, Wina merasa dadanya sesak hingga sulit bernapas."Nona Wina ...."Melihat Wina tidak merespons, Daris memanggil sekali lagi karena takut Wina akan menolak obat itu.Wina melirik Daris sejenak, lalu mengambil, memasukkan obat itu ke dalam mulut dan langsung ditelan tanpa minum air.Selanjutnya, Daris mengeluarkan sertifikat rumah dan cek dari tas. Diletakkannya kedua kertas itu di depan Wina."Nona Wina, ini adalah kompensasi yang
Sambil membawa koper, Wina pergi ke rumah teman baiknya, Sara Utari.Wina mengetuk pintu dengan pelan, lalu berdiri di samping dan menunggu dengan tenang.Wina dan Sara sama-sama yatim piatu. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan, jadi hubungan mereka bisa dianggap seperti saudara.Ketika dijemput pergi oleh JIhan, Wina ingat Sara pernah bilang kepadanya, "Wina, kalau dia nggak menginginkanmu lagi, ingat untuk pulang ke sini."Perkataan itulah yang membuat Wina berani untuk tidak menginginkan rumah Jihan.Sara membuka pintu dengan cepat. Ketika melihat Wina yang datang, dia langsung tersenyum cerah."Wina, kenapa kamu ada di sini?"Wina mengencangkan cengkeramannya pada gagang koper, lalu berkata dengan sedikit malu, "Sara, aku ke sini untuk numpang di tempatmu."Ketika matanya tertuju ke koper Wina, senyuman Sara langsung menghilang dan bertanya, "Apa yang terjadi?"Wina tersenyum, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, lalu berkata, "Aku putus dengannya."Sara tertegun sejenak dan menata
"Apa? Apa?" tanya Vivi.Vivi seperti sudah mendengar sebuah rahasia besar. Dia menarik Yuna dengan penuh semangat dan bertanya, "Bukannya seseorang di Keluarga Lionel itu nggak tertarik pada wanita? Dia punya wanita pujaan hati? Lalu, wanita itu adalah CEO baru kita?"Yuna tersenyum sambil menepuk-nepuk tangan Vivi dan berkata, "Lihatlah dirimu, info seperti ini pun nggak tahu. Kelak gimana kamu bisa bertahan di kantor CEO?"Vivi dengan cepat menarik lengan baju Yuna dan berkata dengan manja, "Mohon bimbingannya, Kak Yuna!"Yuna merendahkan suaranya dan berkata, "Pak Jihan dan putrinya direktur utama kita sudah kenal sejak kecil. Menurut rumor lima tahun lalu, Pak Jihan melamar si putri ini. Tapi si putri menolaknya karena ingin melanjutkan studinya. Sejak itu, mereka berdua ada sedikit konflik. Mereka nggak saling kontak selama lima tahun. Begitu si putri kembali, Pak Jihan secara pribadi pergi ke bandara untuk menjemputnya. Hal ini cukup untuk menunjukkan bahwa Pak Jihan masih memil
Winata memperkenalkan diri dan mengucapkan beberapa kata, lalu mengikuti Hani ke ruang kantor CEO sambil mengait lengan Jihan.Vivi terus melihat mereka berdua dengan ekspresi iri di wajahnya dan berkata, "Hari ini pertama dia menjabat, Pak Jihan secara pribadi mengantarnya. Apakah ini yang dinamakan keromantisan antara bos dan istri manisnya?"Yuna meletakkan tangannya di bahu Vivi dan berkata, "Kamu nggak ngerti. Setelah kembali, dia langsung jadi CEO. Para pemegang saham perusahaan ini pasti nggak akan senang. Jadi, hari pertama menjabat, Pak Jihan secara pribadi mengantarnya hanya untuk memberi tahu para pemegang saham itu bahwa Keluarga Lionel mendukungnya di belakang!"Vivi meletakkan tangan kecilnya di dagu dan terlihat sangat iri sambil berkata, "Ternyata ingin membantu 'istri' kecilnya, ya. Pak Jihan sungguh penyayang."Yuna juga merasa iri dan berkata, "Kalau dia bukan putri direktur utama, mana mungkin pria berkuasa di Kota Aster tertarik padanya."Vivi menggelengkan kepalan