Jelas-jelas yang salah adalah Sisilia. Jelas-jelas Artha tidak bersalah. Jelas-jelas Aulia-lah yang harusnya menebus kesalahannya, tetapi dia menolak memberikan satu kesempatan lagi kepada Artha hanya karena apa yang pernah terjadi di antara mereka. Aulia baru menyadari betapa jahatnya dia ....Aulia duduk di depan pintu krematorium dengan perasaan yang sangat menyesal. Pria yang selama ini selalu mencintainya itu tidak akan pernah muncul lagi. Tidak akan pernah memeluknya lagi, mengelus rambut panjangnya ataupun memberitahunya bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk. Bahwa Aulia hanya perlu bangun dan bisa melihatnya lagi ....Aulia pun menangis dengan begitu pilu. Dia terus menyerukan nama Artha dan meminta pria itu untuk kembali seperti orang kesetanan, tetapi tidak ada yang menanggapinya. Hanya bunyi deras hujan saja yang memberi tahu Aulia bahwa permintaanya itu tidak mungkin terkabul.Aulia terus menangis hingga jatuh pingsan. Begitu siuman, yang pertama kali dia lihat adalah wajah
Delwyn pada dasarnya nakal dan juga suka menindas orang lain. Akan tetapi, sifatnya berubah drastis setelah diberi pelajaran oleh Jihan.Delwyn jadi mirip seperti ayahnya walaupun tidak sama persis. Akan tetapi, di usianya yang masih muda, Delwyn sudah suka meremehkan orang lain.Dia juga sangat pendiam. Dia biasanya hanya mendengarkan apa pun yang Wina katakan tanpa menyahut atau membantah.Wina takut tumbuh kembang anaknya lama-lama akan terganggu, jadi dia memutuskan untuk berkonsultasi dengan seorang psikiater. "Waktu batita dia cukup lincah dan memang kadang nakal, tapi sekarang dia bahkan nggak pernah tersenyum lagi."Wina jadi bertanya-tanya apakah psikologis Delwyn sangat terguncang karena dipukul Jihan dua tahun lalu sehingga dia akhirnya berubah menjadi seperti ini.Akan tetapi, seharusnya psikologis Delwyn tidak terpengaruh karena Delwyn adalah tipe anak yang berkemauan keras. Delwyn menghormati dan hanya tunduk kepada yang kuat, sedangkan yang lemah dia pandang sebelah mata
Nadia yang sudah berpengalaman menangani anak-anak penderita autisme tahu Delwyn tidak akan menjawab perkataannya, jadi dia terus berbicara."Ibumu takut kamu autis, itu sebabnya ibumu meminta bantuanku untuk mencari tahu seperti apa kondisi psikologismu. Menurutku sih kamu bukannya autis, tapi kamu memiliki IQ di atas rata-rata. Jadi, kita harus mengetesnya. Apa kamu bersedia bekerja sama?"Nadia berbicara dengan Delwyn selayaknya berbicara dengan orang dewasa. Delwyn pun menatap Nadia dengan sorot tatapan yang seolah bertanya seperti apa tes yang akan Nadia berikan kepadanya.Dari sorot penasaran yang begitu kentara dalam tatapan Delwyn, Nadia menjadi makin yakin bahwa ketangguhan mental Delwyn disebabkan karena IQ-nya yang sangat tinggi.Anak-anak seperti itu biasanya tidak tahu cara belajar yang benar karena tidak memiliki siapa pun yang bisa membimbing mereka, sehingga pada akhirnya mereka belajar dengan metode yang tidak terstruktur. Mereka belajar dengan mengamati orang-orang ya
Wina akhirnya berhenti mengusik Jihan. Tepat pada saat itu, Sara meneleponnya. Wina yang tidak punya siapa-siapa untuk diajak mengobrol pun mengajak Sara untuk datang minum teh di rumahnya.Sara langsung mengajak kedua anaknya masuk ke dalam mobil dan melaju menuju taman belakang Bundaran Blue Bay. Dari kejauhan, dia sudah bisa melihat Wina yang duduk di meja berpayung. Satu tangannya memegang gelas kopi, sementara tangannya yang satu lagi menggambar.Padahal Wina sudah melahirkan anak, tetapi tubuhnya yang langsing dan wajahnya yang cantik tetap terjaga. Dia bahkan masih terlihat seperti seorang gadis berusia 20-an dari belakang.Sara menatap Wina yang senantiasa cantik itu dengan riang. "Wina, mana anakmu yang genius itu? Tolong minta dia segera ke sini biar kedua anakku bisa memujanya."Wina refleks menoleh sambil tersenyum saat mendengar suara Sara, lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Sara ke anak kembarnya yang mirip boneka itu.Kristofer mengenakan kemeja putih yang dipaduka
Sara meletakkan gelas kopi yang dia pegang, lalu bertanya sambil mengernyit, "Kayaknya Jihan cukup pintar, IQ-nya juga pasti tinggi. Biarkan saja Jihan yang turun tangan."Wina pun menundukkan kepalanya dengan kikuk. "Dia bilang sih tunggu dia pulang sehabis rapat, tapi selama beberapa tahun ini, Jihan nggak benar-benar fokus memikirkan Delwyn. Kayaknya dia juga nggak akan terlalu peduli soal ini ...."Saat melihat bekas ciuman yang menyembul keluar dari balik kerah Wina, Sara langsung tahu apa yang menjadi fokus Jihan tanpa perlu bertanya. "Hmm, sebenarnya aku kagum sih dengannya. Kok setiap hari energinya besar banget, ya?"Saking sudah lamanya bersama dengan Jefri, sekarang gaya bicara Sara juga menjadi lebih terang-terangan. Wina jadi makin merasa malu. "Fokusnya nggak cuma tentang aku, tapi juga masalah perusahaan.""Tapi, dia 'kan selalu ada di rumah bersamamu, kecuali kalau dia harus menghadiri rapat di kantor demi mengambil keputusan terkait masalah yang penting banget ....""A
Jihan yang baru saja masuk ke ruang tamu sontak berhenti melangkah saat mendengar suara tangisan Kristofer. Pria itu melonggarkan ikatan dasinya sambil melirik anak kecil yang bersandar di pintu dapur dan menyaksikan semua ini dengan dingin."Delwyn."Tubuh Delwyn sontak mematung saat mendengar suara ayahnya. Dia mengesampingkan sorot tatapannya yang terkesan tersenyum, lalu berbalik badan menghadap pria yang menyerahkan jasnya kepada pelayan."Sini."Suara Jihan pelan, tetapi sangat mengintimidasi. Bahkan Delwyn yang selalu memandang rendah orang lain itu saja refleks berjalan menghampiri dengan patuh.Jihan menyerahkan dasinya kepada pelayan, lalu menurunkan pandangannya dan menatap Delwyn yang berdiri diam di hadapannya."Sana minta maaf ke Kristofer."Delwyn mengatupkan bibirnya dengan kesal, dia tidak merasa sudah berbuat salah. Meskipun begitu, dia tidak mau menjawab Jihan."Ya sudah kalau kamu mau tetap berdiri di sini dan menjadi penjaga pintu. Tapi, kalau kamu sampai bergerak
Delwyn merasa sangat terhina disuruh minta maaf kepada orang yang dia anggap idiot seperti Kristofer ini. Meskipun begitu, Delwyn tidak punya pilihan lain. Dia pun berujar, "Maaf."Ethel sontak tertegun. Dia diam-diam membuka matanya dan menatap Delwyn yang pergi begitu saja setelah meminta maaf melalui celah antara jemarinya.Delwyn memutar bola matanya, lalu berjalan menghampiri Jihan lagi. "Tuh, aku sudah minta maaf. Jadi, apa pertanyaannya?"Jihan mengambil gelasnya dan menyesap isinya dengan anggun, lalu meletakkannya kembali dan bangkit berdiri seraya berkata, "Ayo ikut ke ruang kerja dengan Ayah."Delwyn berjalan mengikuti ayahnya yang sama sekali tidak kasihan padanya itu. Jihan duduk di depan meja sambil mengedikkan dagunya sebagai isyarat agar Delwyn mengambil kursi sendiri.Delwyn menyingsingkan lengan bajunya yang berwarna putih sambil menahan amarah, lalu meraih bagian belakang kursi dan menyeretnya ke depan meja dengan sekuat tenaga.Setelah Delwyn duduk, Jihan pun menyal
Entah kenapa, saat ini Delwyn seolah mendadak melihat tubuh Jihan bersinar. Dia jadi merasa ayahnya cukup hebat.Delwyn yang kalah telak pun menunduk menyerah dalam pelukan Jihan. "Aku baru benar-benar bisa yakin kalau Ayah mengajariku semua yang Ayah tahu."Jihan tahu Delwyn ingin mempelajari kehebatannya untuk berbalik menghancurkannya di kemudian hari. Bagaimanapun juga, Jihan adalah orang dewasa yang berhasil menaklukkan Delwyn.Namun, maaf saja. Begitu Jihan memutuskan untuk turun tangan dan menaklukkan putranya, Delwyn sudah pasti tidak akan bisa berbalik melawannya.Jihan pun menurunkan Delwyn dari pangkuannya, lalu menepuk-nepuk laptop itu di hadapan Delwyn sambil berkata, "Program ini berisi soal-soal tes IQ tersulit di dunia. Kalau kamu bisa mengerjakan semuanya, baru Ayah akan mengajarimu yang lain."Setelah itu, Jihan bangkit berdiri dan berjalan pergi. Delwyn segera mengikuti ayahnya. "Apa Ayah bisa melakukan hal lain selain mengerjakan soal?"Jihan berhenti berjalan dan m
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je