Setelah itu, James langsung bangkit berdiri. Namun, setelah James pergi, cip di otak Jihan mulai berdetak menghitung mundur waktu.Hitungan mundur dan kata-kata "hamil" itu adalah sebuah peringatan untuk Jihan. Apabila Jihan ingkar janji dan melanggar kesepakatan mereka, maka James tidak akan segan-segan.Dengan kata lain, tidak jadi masalah Jihan mau memberikan petunjuk atau tidak. Tidak jadi masalah pula Wina tahu Jihan terpaksa melakukan semua ini atau tidak. Karena yang James inginkan adalah perpisahan mereka berdua secara utuh.Jika Jihan dan Wina tidak berpisah, James akan diam-diam menggugurkan kandungan Wina kapan pun dan di mana pun dia mau.Cip dalam otak Jihan itu juga sebagai belenggu agar Jihan tidak pernah bisa meninggalkan Medan Hitam.Jika Jihan tidak bisa pergi dari Medan Hitam, itu berarti dia tidak akan bisa melindungi Wina ataupun calon anak mereka ....Jihan harus keluar dulu dari Medan Hitam dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk membereskan James, barulah semu
Mata Jihan yang indah itu terlihat begitu dalam dan terang seperti langit berbintang, tetapi juga tampak berkecamuk.Wina memperhatikan mata Jihan dengan saksama. Dia mencoba mencari tahu apa yang tersembunyi di baliknya, tetapi gagal. Rasanya bintang-bintang dalam sorot tatapan Jihan terlalu jauh darinya.Hati Wina terasa pedih dan sakit.Justru perubahan suasana hati itu yang membuat Wina kurang bisa menahan perasaan.Itu sebabnya dia selalu merasa sakit setiap kali menghadapi sesuatu yang membuatnya sedih.Namun, Wina sepertinya bisa berpikir dengan lebih rasional dibandingkan sebelumnya setelah tercebur ke dalam laut.Contohnya saja saat ini. Wina berusaha menahan rasa sakit dalam hatinya, dia menatap Jihan dengan tetap tenang."Kalau kamu memang bisa keluar masuk Medan Hitam dengan bebas, kenapa kamu nggak pulang? Kenapa nggak menghubungiku?"Nada bicara Wina sangat tenang tanpa kesan menginterogasi, tetapi dia tetap meminta jawaban.Jihan yang sedari tadi menurunkan pandangannya
"Apa kamu nggak leluasa bicara karena tempat ini diawasi?"Wina pun langsung berdiri hendak menemui James untuk meminta kakeknya mematikan sistem pengawasan, tetapi Jihan menariknya."Wina, ruang kendali utama adalah wilayah pribadi James, nggak ada sistem pengawasan di sini."Ini adalah satu-satunya tempat di seluruh Arom yang tidak diawasi. James tidak mengizinkan siapa pun mengganggu privasinya.Wina menatap ke sekeliling ruang kendali utama. Semua dindingnya terbuat dari logam berat."Apa tempat ini kedap suara? Bisa saja 'kan dia menguping ...."Jihan pun tersenyum dengan penuh kasih sayang melihat sorot tatapan Wina yang waspada ...."Ruangan ini kedap suara banget kok. Lagian, mana mungkin dia ingin menguping di saat dia nggak tahu siapa aku?"Wina menduga James sudah mengetahui identitas Jihan dari Winata, itu sebabnya kakeknya itu membatasi kebebasan Jihan.Namun, Jihan bilang James tidak tahu. Jihan bahkan menggenggam tangan Wina erat-erat dan memberikan penjelasan yang masuk
Wina merasa kesulitan memahami isi hati Jihan, rasanya seperti ada kabut yang menutupi binar dalam pandangan Jihan.Namun, ucapan Jihan terasa begitu memilukan sampai-sampai Wina rasanya tidak bisa mendengar. Begitu memproses ucapan Jihan, mata Wina langsung berkaca-kaca."Kenapa? Apa karena Winata masih mengancammu ...."Wina menduga Jihan terpaksa mendorongnya menjauh seperti dulu karena Winata menggunakan nyawanya untuk mengancam Jihan. Namun, kali ini ternyata berbeda."Aku akan menangani Winata sebagai pemimpin Medan Hitam, jangan takut."Jihan mendadak merasa begitu malu setelah mendengar suara Wina yang sangat hangat dan lembut, tetapi juga dipenuhi tekad kuat untuk melindunginya."Wina, kali ini Winata nggak mengancamku. Aku ... yang ingin menceraikanmu."Wina sontak mematung, rasa sakit di hatinya membuat air mata yang sudah menggenangi pelupuk matanya pun bergulir turun."Kenapa ...."Tidak ada perubahan hati, tidak ada pembatasan kebebasan dan tidak ada ancaman. Kenapa Jihan
Wina termangu menatap Jihan, tetapi sepertinya mengerti apa yang Jihan maksud. Alih-alih menyalahkan Jihan, Wina mengetatkan cengkeramannya."Aku bisa saja menolak menjadi cucunya atau menggantikannya dan memilih berada di sisimu. Apa dengan begitu ... kita tetap harus bercerai?"Ketegasannya Wina sebenarnya sudah cukup untuk menghangatkan Jihan yang diselimuti keputusasaan. Itu sebabnya makin lama, ucapan Jihan makin terdengar kejam dan tajam menusuk."Kamu nggak bisa menyangkal ikatan darah semudah itu. Statusmu sebagai pemimpin Medan Hitam juga nggak mungkin dianulir begitu saja setelah James mengumumkannya. Sebentar lagi ....""Orang-orang di Medan Hitam akan mengetahui siapa kamu, begitu pula dengan Organisasi Shallon. Apa kamu pikir mereka akan melepaskanmu setelah tahu?"Ucapan Jihan itu entah kenapa membuat Wina menjadi makin tegang, rasanya seperti ada belenggu yang mengikatnya.Wina pun melepaskan tangan Jihan dengan lemah, sorot tatapannya perlahan terlihat hilang arah. Seol
"Wina."Saat Wina hendak pergi, Jihan tiba-tiba menghentikannya.Wina berbalik badan menatap Jihan, bertepatan dengan pandangan Jihan yang tertuju pada perut Wina."Apa ... aku boleh mengelus anak kita?"Jihan tidak hadir saat Wina tahu dia hamil dan belum pernah mengelus perut Wina. Apa Jihan sekarang boleh mengelus perut Wina?Wina mengikuti pandangan Jihan yang tertuju pada perutnya yang membesar, lalu mengangguk dengan lembut.Jihan pun mengulurkan tangannya menyentuh bagian bawah perut Wina. Begitu menyentuh perut Wina yang membundar, jantungnya sontak terasa seperti berhenti selama sepersekian detik.Saat melihat sorot tatapan Jihan yang melembut, Wina mendadak teringat akan Jefri yang memegang buku cerita anak sambil menceritakan isinya kepada anak di dalam perut Sara.Dia juga ingin anaknya diajak bicara oleh sang ayah agar Wina tidak merasa menyesal setelah bercerai, jadi dia bertanya pada Jihan."Kamu ... mau bicara dengan anak kita?"Jihan sontak tertegun, dia tidak tahu har
Setelah keluar, Wina berjalan melewati koridor sampai dia melewati ruang rapat dan mendengar teriakan marah dari dalam.Barulah setelah itu dia berhenti berjalan. Melalui celah pintu yang terbuka, dia melihat para anggota di ruang rapat itu sedang dimarahi oleh James."Kalau sampai hal ini terjadi lagi, nggak ada satu orang pun dari kelompok 2 di Area B boleh bertaruh di zona tengah! Aku mau lihat gimana caranya kalian bisa dapat uang, hah!"Setelah berseru dengan marah, James pun secara kebetulan menengadah menatap sosok Wina di luar pintu. Dia sontak berhenti membentak dan memelankan suaranya."Kalian keluar dulu."Setelah mereka keluar, James melambai ke arah Wina dengan lembut."Sini."Wina berpikir sebentar, lalu akhirnya masuk dan duduk sesuai isyarat dari James.Begitu Wina duduk, James membuka laci dan mengeluarkan sebotol buah plum asam. Dia meletakkannya di depan Wina."Sudah selesai mengobrolnya?"Saat Wina hendak menjawab, dia melihat James tiba-tiba menatap ke arah Jihan y
Wina seolah tidak mau menghadapi akhir riwayatnya, jadi dia tidak menyelesaikan ucapannya. Dia mundur selangkah dan berbalik badan berjalan pergi.Wanita hamil lain biasanya terlihat gemuk, tetapi Wina terlihat sangat kurus. Rasanya dia bisa jatuh jika tertiup angin sepoi-sepoi.Jihan menatap punggung Wina yang tampak begitu lemah dan kesepian. Dia kalah oleh rasa sakit dalam hatinya, jadi dia memanggil nama Wina."Wina."Mendengar suara Jihan yang gemetar, langkah Wina pun perlahan melambat. Namun, dia tidak menoleh ke belakang. Betapa dia berharap Jihan akan mengajaknya pergi bersama, tetapi ternyata Jihan tidak melakukannya."Aku akan kembali ke sini dengan Organisasi Shallon untuk menghabisi Medan Hitam. Kamu nggak boleh tetap di sini, berbahaya banget."Ucapan Jihan itu membuat hati Wina terasa seperti tenggelam. Wina balas mengangguk kecil dan kembali berjalan menuju pintu masuk vila di Area A tanpa menoleh ke belakang.Kali ini, Jihan tidak menghentikan Wina. Bukannya Jihan tida