"Percayalah, aku sudah benar-benar putus dengan wanita manapun, baik itu Yolanda, Yeni, Nara, atau wanita lain. Kejadian seperti ini nggak mungkin terulang lagi."Bahkan seandainya nanti ada wanita lain mengejarnya, Jefri akan menjaga jarak sejauh-jauhnya. Dia tidak akan pernah memberikan kesempatan kepada para wanita itu. Jika perlu, Jefri juga rela memakai topeng setiap kali keluar rumah.Sara menyadari betapa tulusnya penjelasan dan janji Jefri, tetapi dia tetap menggeleng."Tapi ... aku nggak percaya padamu."Karena setiap kali Sara membangun rasa percaya untuk Jefri, semua itu runtuh oleh ulah para wanita di sekitar Jefri.Jefri memang sudah berjanji, tetapi Sara tidak merasa aman.Sulit bagi Sara untuk memercayai Jefri. Sara tidak ingin percaya, tetapi berujung pada kecewa dan sakit hati lagi.Jefri sontak tertegun. Lama sekali dia hanya menatap Sara sebelum akhirnya berujar dengan dingin."Jadi, kamu masih ingin menggugurkan anakku?"Sara hanya menunduk dan tidak menjawab. Namun
Sara tertegun menatap Jefri dengan tidak percaya."Kamu memaksaku.""Ya."Jefri merentangkan telapak tangannya dengan tidak peduli."Aku memang maksa, lalu kenapa?"Sara hanya terdiam melihat sikap Jefri yang sudah seperti pria bajingan ini.Dia berjalan melewati pria yang tidak masuk akal itu dan hendak pergi, tetapi Jefri menariknya kembali."Kalau kamu nggak mau aku mengubrak-abrik kamarmu, serahkan saja kartu keluargamu."Sara pun mengernyit."Aku nggak punya kartu keluarga, aku ini yatim piatu.""Nggak usah bohong, aku pernah melihatnya di rumahmu."Setelah dewasa, Sara memang sudah mendaftarkan kependudukannya dan punya kartu keluarga mandiri. Sara makin bingung setelah mendengar ucapan Jefri."Sekalipun aku memberikan kartu keluargaku kepadamu dan pergi ke Catatan Sipil, mereka nggak akan memberikan akta nikah itu tanpa persetujuanku.""Jadi ...."Jefri meremas bahu Sara sambil membungkuk menatap Sara."Anggap saja aku lagi memohon padamu."Ucapan ini membuat hati Sara seketika
Itulah jawaban yang Sara inginkan. Sara memantapkan hati, lalu berbalik dan berjalan ke meja. Dia membuka laci, lalu menyerahkan kartu keluarganya kepada Jefri."Aku percaya padamu lagi. Tapi, kalau pada akhirnya aku tetap kecewa, aku akan langsung angkat kaki sesuai dengan kontrak yang kita sepakati."Jefri menunduk menatap kartu keluarga itu, lalu beralih ke Sara yang tampak tegas.Jefri menggenggam tangan Sara tanpa mengatakan apa-apa, lalu langsung memasuki Catatan Sipil sambil membawa kartu keluarga Sara.Begitu mobil berhenti di depan pintu, Jefri tidak langsung membuka pintu mobil. Dia malah duduk diam dan menatap ke depan."Kenapa? Menyesal?"Sara pikir Jefri menyesali keputusannya yang terlalu impulsif dan mendadak merasa sudah salah memercayai Jefri lagi. Akan tetapi, Jefri ternyata mendadak menoleh dan menatap Sara dengan sangat serius."Mulai sekarang, akan kubuat kamu percaya padaku."Sara salah paham dengan Jefri karena Jefri sendiri yang tidak bisa membuat batasan dengan
Jefri menyuruh kepala pelayannya untuk mengosongkan ruang ganti di sebelah kamar tidur utama. Ruangan itu untuk Sara. Kemudian, Jefri melihat Sara yang berdiri di ruang tamu dengan agak kikuk.Jefri sontak terpikir Sara sedang mengingat saat Jefri menolak Sara tinggal di sini pada malam sebelumnya. Jefri pun bergegas menuruni tangga dan berjalan menghampiri Sara, lalu menggenggam tangan wanita itu."Mulai sekarang ini akan menjadi rumahmu. Kamu dapat mengaturnya sesuai keinginanmu."Setelah itu, Jefri pun menunduk menatap perut Sara."Ini sudah larut, kamu istirahat saja."Ibu hamil tidak boleh tidur larut malam karena itu tidak baik bagi kesehatan calon bayi.Sara tahu Jefri sedang memperhatikannya, jadi dia balas mengangguk kecil.Namun, setelah mandi, bukankah itu berarti Sara akan tidur satu kamar dengan Jefri?Sara bukannya belum pernah tidur bersama Jefri, tetapi sekarang dia merasa kikuk dan tidak tahu harus bagaimana berhadapan dengan Jefri.Sara pun berjalan keluar dari kamar
Jefri menatap Sara yang tertidur, lalu memeluk istrinya itu dari belakang.Jefri tahu betapa payahnya dia, kata-kata yang dia ucapkan itu juga seperti tong kosong nyaring bunyinya. Bukan hanya Jefri tidak pernah melakukannya sekali pun, dia juga akan segera menyesalinya.Namun, hanya Jefri yang tahu soal ini. Begitu memeluk Sara, semua amarah, rasa panik dan cemas yang memenuhi benak Jefri langsung reda.Jefri tahu karena rasa cintanya untuk Sara lebih besar, jadi dia ditakdirkan untuk lebih menderita daripada Sara.Namun, sebagai seorang laki-laki, penderitaan itu bukanlah masalah besar. Bagi Jefri, dia sudah merasa cukup asalkan bisa memeluk Sara seperti ini selamanya ....Jefri memeluk Sara dengan erat dan tidur dengan sangat nyenyak. Bahkan dia memimpikan menjalani hidup bertiga bersama keluarganya dengan bahagia.Akan tetapi, pelukan Jefri justru membuat Sara terbangun. Jefri memiliki gaya tidur yang tidak begitu bagus. Tangan dan kaki Jefri mengimpit Sara seperti ular besar.Sara
Sara mengeluarkan ponselnya dan berencana memberi tahu Wina bahwa dia sudah kembali ke Alvinna ketika dia mendengar suara mobil di luar pintu.Sara menoleh dan mendapati Jefri sedang membukakan pintu penumpang dan menarik Yolanda keluar dari mobilnya.Melihat Jefri membawa pulang Yolanda, hati Sara pun tercekat. Semua momen manis pagi ini seketika sirna sudah.Sara merasa sekarang hatinya sedang mengucurkan darah, tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dan hanya berdiri diam.Setelah Jefri menyeret Yolanda masuk, dia langsung menghempas Yolanda ke hadapan Sara.Sara mengernyit bingung dan menatap Jefri yang terlihat acuh tak acuh.Begitu tatapan Jefri bertemu dengan tatapan Sara, dia langsung menatap Sara dengan lembut dan menenangkan. Setelah itu dia menatap Yolanda dengan dingin dan tajam."Dorong dia ke meja!"Pengawal di belakang Jefri pun langsung melangkah maju.Mereka mendorong wajah Yolanda ke meja kaca sambil menahan kedua sisi bahunya di atas meja.Setelah Yolanda terke
Ternyata Jefri bahkan tahu soal itu. Karena sekarang kartu truf terakhirnya gagal, tubuh Yolanda yang tegang langsung ambruk. Rasanya dia mendadak menjadi lemas.Akan tetapi, Yolanda menolak mengaku kalah. Dia hanya lemas sesaat sebelum menegakkan punggungnya dan berusaha meronta untuk meraih celana Jefri. Akan tetapi, para pengawal di belakangnya menahan Yolanda dengan kuat.Meskipun begitu, Yolanda tetap mengulurkan tangannya ke arah Jefri dengan tidak rela ...."Jefri, bisakah kamu memberiku kesempatan satu kali lagi? Demi cintaku padamu!"Jefri memutar bola matanya."Kamu itu nggak tulus mencintaiku, yang kamu cintai itu latar belakang keluargaku. Kamu berniat memanfaatkanku untuk mewujudkan impianmu menjadi menantu keluarga kaya."Sedari dulu, cinta pertama Jefri tidak pernah memperlakukannya dengan tulus. Yang Yolanda inginkan hanyalah menikah anak orang kaya!Meskipun Jefri sudah membongkar niat Yolanda secara terang-terangan, dia tetap menolak mengaku kalah. Yolanda pun menunju
Begitu Jefri selesai bicara, bunyi sirene pun terdengar dari luar.Jefri segera melihat ke luar jendela. Pas sekali, satpam sedang membuka pintu dan mempersilakan polisi masuk ....Jefri segera mengedipkan matanya ke arah si pengawal. Pengawal itu langsung mengerti dan melepaskan Yolanda.Yolanda masih terjebak dalam rencana Jefri, dia tidak menyadari apa-apa. Ketika akal sehatnya akhirnya kembali, beberapa polisi sudah menghampirinya dan menangkapnya.Yolanda tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Dia sontak menjerit dengan histeris dan marah, "Aku cuma berbuat salah satu kali! Punya hak apa kalian menangkapku!""Tuan Muda Jefri melaporkan bahwa kamu memerkosanya. Ayo ikut dengan kami ke kantor polisi untuk penyelidikan," jawab si polisi dengan dingin.Yolanda pikir Jefri akan menuduhnya menipu, ternyata Jefri malah menuduhnya melakukan tindakan yang tidak senonoh. Yolanda sontak menjerit dengan tidak percaya, "Aku nggak pernah menyentuhmu!"Jefri hanya balas mendengus dengan dingi
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je