Apa perbedaan antara adegan ini dan adegan sebelumnya saat Denis berselingkuh dari adiknya?Tidak, masih ada perbedaan. Sara tidak begitu mencintai Denis. Melihat adegan seperti itu, Sara merasa kesal. Namun, untuk Jefri, Sara sangat menyukainya. Melihat orang yang dia sukai seperti ini, hatinya terasa sangat sakit.Sara bahkan tidak menitikkan air mata ketika dia dipermalukan oleh Sisilia, tetapi sekarang matanya sangat bengkak, tetesan air mata terbendung di dalamnya. Seperti air mancur yang tak ada habisnya dan tak kuasa untuk keluar dari matanya.Air mata membasahi punggung tangan Sara. Wanita itu merasa bahwa dia sangat tidak berharga. Dia menyeka air mata dari wajahnya, lalu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi untuk mencegah dirinya menangis, tetapi air mata itu terus mengalir.Penglihatan Sara menjadi sangat kabur sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan kedua orang itu di atas tempat tidur. Namun, suara lembut dan tangisan wanita di samping telinga Sara me
Ketika Jefri merasa sangat gelisah, Sara mengiriminya pesan.Jefri segera membukanya, lalu ketika membaca kata-katanya, tubuhnya yang tinggi dan tegap tiba-tiba membeku.Setelah sadar, Jefri segera menekan nomor Sara. Wanita itu tidak menjawab dan bahkan mematikan teleponnya. Ketika Jefri menelepon lagi, menunjukkan bahwa kontaknya sudah diblokir.Jefri keluar dari panggilan, kembali ke antarmuka obrolan, lalu segera mengetik balasan."Sara, ada apa? Kenapa kamu melarangku untuk melamarmu?"Segera setelah pesan ini terkirim, tanda seru berwarna merah muncul di antarmuka obrolan, yang jelas-jelas kontaknya sudah diblokir lagi.Jefri mengerutkan kening, lalu melihat pesan yang dikirim oleh Sara."Jefri, berhenti melamarku, aku nggak akan menikahimu. Anggap saja malam itu sebagai cinta satu malam, jangan dimasukkan ke dalam hati."Jadi ....Saat itu, Sara tidak menanggapi dirinya, karena wanita itu ragu apakah akan setuju untuk menikah dengan dirinya. Sekarang Sara sudah memikirkannya den
Wina bereaksi dan segera menelepon Sara.Sara masih menjawab panggilannya, lalu bertanya, "Wina, ada apa?"Mendengar suara Sara, hati Wina yang cemas menjadi rileks, kemudian dia menyahut, "Sara, kamu di mana?"Setelah keluar dari bandara, Sara yang mengenakan kacamata hitam, menjawab dengan tenang, "Aku di Negara Marota."Eh?Wina bertanya dengan bingung, "Kenapa kamu tiba-tiba pergi ke Negara Marota?Setelah Sara ragu-ragu sejenak, dia memberi tahu Wina, "Operasi Ivan baru saja selesai dan dia membutuhkan seseorang untuk merawatnya."Saat menyebutkan nama Ivan, ekspresi Wina sedikit terkejut. Namun, dia segera kembali normal dan bertanya, "Apa operasinya lancar?"Sara mengangguk sambil menyahut, "Operasinya lancar, cuma perlu menunggu dan melihat bagaimana kelanjutannya setelah pemulihan. Ada kemungkinan besar dia bisa berdiri."Mendengar bahwa Ivan memiliki harapan besar untuk bisa berdiri, Wina menghela napas lega, kemudian dia bertanya, "Bagus sekali kalau dia bisa berdiri. Kapan
Sementara itu di sisi Jefri. Setelah kembali ke rumah, dia benar-benar menghancurkan rumah lamanya.Segala sesuatu di dalamnya hancur, barang antik yang berumur ratusan tahun juga ditendang olehnya. Seperti seorang preman, tidak ada yang bisa menghentikan Jefri. Dia menggila dan semua barang hancur di mana-mana.Saat melihat reaksi keras putranya, Sisilia naik pitam sambil berkata, "Jefri, apa kamu masih punya hati nurani untuk memperlakukan orang tuamu seperti ini demi seorang wanita!"Jefri mengangkat tongkat baseball, dia kembali menghancurkan barang sambil menjawab dengan nada dingin, "Kalian tahu kalau aku ingin menikahi Sara, tapi kalian masih bersikeras untuk terlibat. Di mana hati nurani kalian?"Melihat semua barang di rak antik telah disapu ke lantai oleh Jefri, Jaden yang sangat marah sudah tidak tahan lagi. Dia bergegas ke depan sambil berseru, "Jefri, apa yang kamu lakukan!"Jefri sedang memegang batu akik putih di tangannya. Dia mengabaikan adangan dari Jaden, lalu mengan
Menghadapi anak laki-laki yang suka membuat onar seperti itu, Jaden pun mulai menyalahkan Sisilia. "Sudah kukatakan padamu, biarkan saja dia menikah. Kamu malah memaksanya untuk berpisah. Sekarang lihat akibatnya. Di usia setua ini, aku masih harus menyiapkan air cuci kaki untuknya!"Sisilia yang juga sedang mencoba memasak di dapur, memutar matanya ke arah Jaden dengan dingin, "Kamu hanya pandai berdamai saja.""Bukan aku yang berusaha mendamaikan. Tapi, masing-masing anak dan cucu punya keberuntungannya sendiri-sendiri. Biarkan mereka mengurus urusan mereka sendiri. Kalau kita terlalu banyak campur tangan, pada akhirnya bagaimana kalau Jefri tetap membujang?""Dia sangat hebat. Banyak wanita yang ingin menikah dengannya. Mana mungkin dia jadi lajang?""Sangat hebat?"Jaden melihat ke arah Jefri yang duduk di ruang tamu dengan sikap sombong. Sebagai ayahnya, Jaden sama sekali tidak merasa jika anaknya itu hebat."Sayang."Jaden mengalihkan pandangannya. Dia mengulurkan tangan dan mena
Setelah Aulia pergi, Jihan meletakkan pena yang digunakannya untuk menandatangani dokumen. Dia berdiri dengan elegan, mengambil jaketnya, dan memerintahkan sopir untuk mengemudikan mobil. Tak lama kemudian, Jihan pun sampai di rumah Jaden.Begitu sosok tinggi dan tegap itu melangkah ke ruang tamu, sebuah piring langsung terbang ke arahnya. Jihan pun buru-buru menghindarinya.Piring itu terbang melewati Jihan dan menghantam dinding di belakangnya dengan suara keras, lalu seketika hancur berkeping-keping.Melihat pecahan piring di lantai dan ruang tamu yang berantakan, Jihan pun sedikit mengangkat alisnya yang tebal itu.Jihan jarang berkunjung ke rumah Jaden. Namun, dalam ingatannya, rumah Jaden selalu bersih dan rapi.Akan tetapi, saat ini, sejauh mata memandang, tidak ada yang bersih dan rapi. Keadaannya jelas sama persis dengan rumah anjing yang dibangun Gisel di halaman belakang.Sisilia dan Jaden, yang masih berdebat dengan Jefri, melihat Jihan datang. Mereka pun langsung menyingki
Walaupun Sisilia merasa sangat malu, dia tetap berkata dengan nada kasar, "Sekalipun dia itu kakakmu, dia tetap calon menantu Bibi! Itu berarti dia tetap membutuhkan restu dari Bibi! Masa Bibi sebagai calon ibu mertuanya nggak berhak mengobrol dengannya?"Jihan hanya menatap Sisilia sebentar dalam diam, lalu menyahut dengan dingin, "Memangnya kata siapa Nona Sara mau menjadi menantu Bibi?""Kalau memang dia nggak berniat jadi menantu Bibi, kenapa juga dia terus menjalin hubungan dengan putra Bibi selama lima tahun ini?" bantah Sisilia.Jihan duduk bersandar di sofa, ekspresinya terlihat agak bosan. Dia mengatupkan bibirnya dengan acuh tak acuh, lalu berkata, "Kayaknya Bibi Sisilia nggak begitu mengenal putra Bibi."Jika Sisilia saja tidak memahami Jefri, lantas siapa yang bisa?Tentu saja Sisilia tidak sependapat dengan Jihan. "Bibi mengandung Jefri selama 10 bulan! Bibi-lah yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang! Nggak mungkin ada yang lebih memahami dia daripada Bibi, ibu kand
Ucapan Jihan akhirnya mulai membuka jalan pikiran Sisilia. Dia menatap Jihan dengan ragu, lalu bertanya, "Maksudmu ... Jefri bisa berubah dan menjadi seperti sekarang karena jatuh cinta pada Sara?""Bibi Sisilia, Jefri baru menyadari bahwa dia jatuh cinta dengan Nona Sara setelah berulang kali gagal mendapatkan Nona Sara. Itu sebabnya dia berubah demi Nona Sara. Kalau nggak, dia nggak akan menjadi seperti sekarang," jawab Jihan dengan tenang.Sebenarnya, Sisilia juga menyadari betapa bertanggung jawabnya Jefri dengan pekerjaannya di rumah sekalipun putranya itu jadi berselisih dengan orang rumah. Mana mungkin Jefri yang dulu akan bersikap seperti ini?Akan tetapi, Sisilia tidak berkomentar apa-apa karena merasa kesal. Bagaimanapun juga, dia berulang kali mengajari putranya untuk bekerja keras dan berhenti bermain-main, tetapi Jefri tidak pernah mau menurut. Sekarang, begitu Sara turun tangan, Jefri langsung berubah. Ditambah lagi, Jihan selalu membela Sara dan mematahkan semua bantahan
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je