Melihat panggilan masuk dari Jefri, Jihan yang berwajah dingin itu langsung mengulurkan jarinya yang kurus dan menekan tombol "tolak".Merasa tidak puas karena panggilannya diputus, Jefri pun kembali meneleponnya.Wajah Jihan menjadi muram dan menekan tombol "jawab".Sebelum Jefri bisa berkata-kata, terdengar suara penuh amarah yang menggelegar dari ujung telepon."Pergi!"Kata-kata tersebut langsung memadamkan keinginan Jefri untuk berbagi.Setelah mengerutkan kening dan berpikir, Jefri kembali mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Jihan."Kak, aku ada di rumah Sara dan nggak punya baju untuk dipakai. Tolong kirimkan satu setel pakaian ke sini."Maksudnya, pertempuran semalam begitu sengit, hingga pakaian pun sampai hilang tak tersisa.Jihan melirik layar ponselnya dan tidak bisa menahan diri untuk tidak mengepalkan tinjunya ....Jefri menunggu selama beberapa menit tetapi tidak mendapatkan balasan apa pun.Jefri kembali mengambil ponselnya dan membuka grup keluarga. Dia menye
Jihan mendengarkan Wina. Wina mendengarkan Sara. Jika Jefri bisa menaklukkan Sara, dia akan mendapatkan hak untuk berbicara. Lalu, apa lagi yang perlu dia takutkan?Setelah menata logikanya, Jefri pun menutup teleponnya tanpa rasa takut dan berbalik.Melihat si bodoh itu berbalik, Jihan yang begitu gesit langsung membuka pintu mobil dengan secepat kilat ....Saat pintu kamar tidur utama dibuka, Wina kebetulan sedang menoleh ke belakang. Sebelum dia bisa melihat dengan jelas apa yang keluar itu, matanya sudah ditutup oleh sebuah tangan yang besar. Segera setelah itu, terdengar suara yang dingin dan merdu di telinga Wina."Jangan lihat. Nanti kamu buta!"Wina tidak mampu berkata-kata.Wina yang matanya tertutup, tersenyum penuh arti.Suaminya takut dia akan melihat Jefri yang hampir telanjang itu, 'kan?Hanya saja .... dengan melihat sekilas saja sudah menjadi buta, lalu bagaimana dengan Sara ....Melihat Jefri yang tiba-tiba saja berlari keluar, wajah Sara langsung memerah layaknya apel
Sara menatap mata jernih Wina. Setelah menatapnya selama beberapa saat, Sara pun perlahan-lahan melonggarkan telapak tangannya yang terkepal dan berkata, "Kalau dia benar-benar melamarku, mungkin aku akan menerimanya ...."Sara hampir diperkosa. Seharusnya dia memiliki trauma psikologis terhadap hal semacam ini. Namun, semalam dia sama sekali tidak mengingat kejadian percobaan pemerkosaan itu dan malah menerima Jefri dengan tenang.Orang sering mengatakan jika tubuhlah yang paling mencerminkan perubahan psikologis. Tubuh Sara menyukai Jefri. Itu artinya, Sara tidak pernah melepaskan Jefri di dalam hatinya ....Jika memang masih suka, terjun lagi saja ke dalam masalah ini. Kenapa disebut masalah? Sara sendiri juga tidak mengetahuinya. Sara hanya selalu merasa mengikuti Jefri selalu membuat dirinya merasa tidak aman.Sara takut, setelah menikah dengan Jefri, dia akan bosan dipermainkan oleh Jefri dan kembali ditinggalkan oleh Jefri. Pada saat itu, Sara akan menjadi istri yang ditinggalka
Sementara itu, di tempat Sara. Setelah menyaksikan Koenigsegg itu pergi, Sara pun kembali ke kamar tidur utama.Di dalam kamar, Jefri tak ubahnya seperti seorang model pria. Dia berdiri tak bergerak di depan jendela yang menjulang dari lantai hingga ke langit-langit dan menatap mobil yang melaju pergi di bawah sana ....Melihat hal tersebut, Sara tidak bisa menahan diri untuk tidak berdeham. "Mereka sudah pergi, kapan kamu akan pergi?"Jefri tersenyum cerah dan memesona. Seakan-akan, dia sudah memenangkan pertempuran. Namun, begitu mendengar suara Sara, Jefri langsung menyembunyikan senyumnya tersebut. Dia berbalik dan melihat ke arah Sara.Melihat Sara sudah berpakaian rapi, Jefri pun memicingkan matanya sedikit dan berkata, "Aku nggak punya apa-apa untuk dipakai. Bagaimana kalau kamu membiarkanku menginap satu malam lagi?"Ekspresi yang terlihat di wajah Jefri agak tidak jelas. Namun, Sara tahu betul maksud di balik kata-kata Jefri tersebut.Sara berpura-pura tidak melihatnya. Dia be
Sisilia dan Jaden sudah melihat status WhatsApp Jefri. Itu sebabnya, mereka tidak terkejut saat melihat Jefri pulang.Aulia bertengkar dengan mereka berdua, tetapi tidak demikian dengan Jefri. Sekalipun ada masalah, urusan pernikahan tetap harus diberitahukan kepada orang tua.Ketika pulang, Jefri tidak berbicara terlebih dahulu. Jaden dan istrinya berpura-pura tidak tahu. Mereka memerintahkan para pelayan untuk menyiapkan makan malam, teh, dan sebagainya.Setelah duduk di ruang tamu dan mengobrol sebentar, Jefri pindah ke meja makan dan berkata, "Ayah, Ibu, aku ingin menikah. Tolong bantu aku menyiapkan lamaran pernikahannya."Jefri berbeda dengan Jihan. Dia masih memiliki orang tua. Itu sebabnya, urusan seperti ini harus ditangani oleh orang tua. Setidaknya, untuk melamar, kedua orang tua harus hadir secara langsung sebagai bentuk penghormatan kepada Sara.Jefri menyadari hal ini. Oleh karena itu, dia pulang untuk memberi tahu mereka. Namun, Jaden dan Sisilia saling berpandangan sebe
Jefri mengerutkan kening dan berbalik. "Kalau kalian nggak memperlakukan Aulia seperti itu, mungkin aku masih bisa duduk dengan tenang dan makan enak bersama kalian. Tapi, coba kalian pikirkan, apa yang sudah kalian lakukan pada putri kalian sendiri?"Jefri masih merasa jika Aulia sudah diperlakukan dengan tidak adil. Artha jelas-jelas sangat mencintai Aulia. Namun, orang tua mereka memisahkan mereka berdua secara paksa. Jika bukan karena Jefri ingin memberikan pernikahan yang paling layak kepada Sara, dia tidak akan pernah mungkin mau kembali ke rumah ini ....Jaden merasa sangat marah hingga menggebrak meja. "Masalah Aulia sudah berakhir, tapi kamu masih saja mengungkitnya. Sekarang, kamu malah mengajari kami. Apa kamu pikir setelah kamu dewasa, kamu nggak perlu lagi menghormati orang tua?"Jefri terlalu malas untuk berdebat dengan Jaden. "Terserah kalian mau bilang apa. Bagaimanapun, aku sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan. Kalian urus saja sendiri."Jika mereka berdua benar-b
Sara, yang berencana mengeluarkan Jefri dari daftar orang-orang yang diblokirnya, melihat nomor telepon yang tidak dikenalnya ini dan tanpa sadar menggeser tombol untuk menjawab panggilan tersebut ...."Halo, Nona Sara. Aku ibunya Jefri. Apa kita bisa keluar untuk minum kopi?"Tangan Sara yang memegang telepon itu tiba-tiba menegang ....Jefri, baru saja mengatakan jika dia akan memberi tahu orang tuanya. Sekarang, ibunya sudah menelepon. Cepat sekali. Namun ....Sepertinya, Sara sudah bisa menebak tujuan ibu Jefri meneleponnya. Sara merasa agak enggan untuk pergi. Namun, karena ini berkaitan dengan pernikahan, wajar jika orang tua Jefri menjadi berhati-hati.Sara merasa ragu-ragu untuk sesaat dan akhirnya mengiakan. Segera setelah itu, Sisilia mengirimkan alamatnya kepada Sara dan meminta Sara pergi ke tempat itu untuk bertemu dengannya.Sara langsung pergi setelah memilih gaun konservatif dan merias tipis wajahnya. Ketika memarkir mobil di kafe, kebetulan Sara melihat wanita terhorma
Kata-kata Sisilia ini bagaikan duri tajam yang menusuk dalam-dalam hati Sara. Rona merah di wajahnya yang disebabkan oleh Jefri, sekarang juga langsung memudar dalam sekejap dan hanya menyisakan rona pucat di sana.Tiba-tiba saja, Sara bisa merasakan sakitnya Artha waktu itu. Dengan wajah yang begitu lembut dan mulia, Sisilia jelas terlihat seperti orang yang sangat baik. Akan tetapi, kenapa kata-kata yang dia ucapkan begitu sulit untuk diterima ....Sara tidak memiliki orang tua. Bagaimana mungkin Sisilia, yang sudah menyelidikinya, tidak bisa mengetahui hal ini?Jelas Sisilia ingin menusuk hatinya ....Sara yang awalnya ingin menikah dengan Jefri, langsung berubah pikiran pada saat itu.Pernikahan bukanlah persoalan antara dua insan, melainkan juga persoalan antara dua keluarga.Lantaran tidak memiliki keluarga sejak kecil, tentu saja Sara mendambakan suaminya memiliki keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang. Namun, wanita di depannya ini ....Sara mengepalkan telapak tangannya d
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je