Restoran segera menyajikan makanan. Kedua orang itu makan sambil mengobrol. Alhasil, pembicaraan mengarah kembali pada kejadian dulu ....Marko menceritakan apa yang terjadi pada geng yang melukainya setelah mereka keluar dari penjara. Lilia awalnya tidak ingin bertanya, tapi pada akhirnya tetap berkata, "Mereka cuma geng kacangan, kenapa bisa bertahan di luar negeri? Apa mungkin mereka punya bisnis besar?"Marko mengambilkan sebuah hidangan untuk Lilia, lalu menjawab, "Orang-orang semacam itu mana bisa punya bisnis besar? Setelah keluar dari penjara, mereka tiba-tiba kaya, entah dapat uang dari mana. Mereka pergi ke luar negeri bersama-sama. Nggak ada bisnis apa-apa. Mereka cuma bersenang-senang setiap hari. Entah dari mana mereka datang uang."Pada malam kejadian itu, banyak dari mereka yang terpeleset ke dalam air saat melarikan diri dan mati di tempat. Sisanya yang hanya beberapa orang dikirim ke penjara oleh Wela, tapi mereka lalu hidup kaya setelah keluar dari penjara.Tangan Lil
Berdiri di depannya, Daris menyadari sesuatu yang aneh saat melihat nama Farhat Yutama. Dia segera mengingatkan sesuatu kepada Lilia."Kemungkinan besar, pelaku utama insiden itu adalah Wela. Kalau nggak, mana mungkin sepupunya secara kebetulan mengirim uang kepada orang-orang ini. Dan jumlah yang diterima di setiap rekening sama ...."Sekalipun cara transfernya diputar-putar, semuanya sama saja. Kalau memang Yuno yang melakukan, dia akan membukakan rekening bank asing untuk orang-orang ini dan mengirimkan secara langsung. Lalu menggunakan koneksi dari dalam pihak bank agar riwayat aliran dana ini tidak dapat diselidiki. Hanya saja, Wela tidak tahu cara-cara yang lebih cerdik dan hanya memutar uangnya ke beberapa rekening lain sebelum menuju rekening tujuan.Lilia merasa pikirannya berkabut. Mungkin dia sudah ambruk kalau bukan karena bantuan Daris. Dia menggenggam lengan Daris, perlahan-lahan duduk di sofa.Melihatnya seperti ini, Daris segera mencabut pisau lipat yang tersemat di pin
Kenapa dia tiba-tiba ingin menggampar wajah tersenyum ini?Jihan mengerutkan kening beberapa saat, memikirkan kenapa dia bisa merasa seperti ini ....Daris menikah setelah dia, tetapi istrinya hamil lebih dulu. Sementara dia ....Memikirkan bahwa kerja kerasnya setiap malam tidak memberikan hasil yang lebih baik daripada Daris, hatinya terasa suram.Dia mengambil penanya kembali dan berkata dengan suara dingin, "Nggak disetujui."Senyum Daris seketika menegang. "Kenapa?"Istrinya sedang hamil. Permintaan cutinya tidak disetujui? Keterlaluan!Jihan tidak menghiraukannya dan lanjut memeriksa dokumen dengan serius. Daris jadi cemas sampai memohon, "Pak Jihan, izinkan saya cuti sehari saja. Sehari saja ...."Melihat bosnya masih mengabaikan dirinya, Daris melepaskan tangannya dari atas meja dan berbalik ke arah sofa. "Kalau Pak Jihan nggak setuju, saya akan duduk di sini saja sampai Bapak setuju ...."Jihan terdiam.Setelah melirik Daris sekilas, dia membuka laci dan mengeluarkan sebuah ka
Wela menatap laporan tersebut sekilas. Jantungnya berdebar, seolah dia tidak menyangka Lilia akan pergi menyelidiki ke bank setelah bertahun-tahun berlalu. Namun, dia dapat menenangkan pikirannya dengan cepat dan pura-pura tidak tahu. Dia meraih laporan tersebut sambil memasang wajah terkejut."Kenapa? Aku nggak tahu. Kenapa dia sampai memberi uang kepada penjahat?"Sambil memegang kertas itu, dia mengerutkan kening, lanjut membaca sampai belakang. Lilia duduk di seberang meja, diam-diam menatap Wela. Dia ingin melihat emosi tidak biasa apa yang ada di wajahnya. Namun, tidak terlihat apa-apa. Dia bahkan dapat melihat kemarahan dari antara alis dan matanya."Farhat, dasar bajingan. Bisa-bisanya dia memberi uang kepada penjahat yang melukaimu!"Wela sangat marah sampai melempar laporan tersebut. Tubuh anggunnya gemetar seolah menahan lonjakan api dalam dirinya."Kalau saja dia belum mati, sudah kutangkap dia sekarang juga dan minta penjelasan darinya!"Benar, Farhat sudah meninggal dua t
Wela sekarang bersikeras bahwa Yuno saat itu mengakuinya. Memang benar Yuno mengakuinya, tetapi Lilia tidak mendengar dengan telinganya sendiri. Dia sedang terbaring di rumah sakit saat itu. Semua berita itu disampaikan kepadanya dari mulut Wela.Karena itu, Lilia sangat terkejut saat melihat Farhat mengirimkan uang kepada para penjahat itu. Namun, pada saat yang sama, Lilia bertanya-tanya. Jika bukan Yuno yang memerintah, kenapa dia mengakuinya?Lilia ingin bertanya tentang kecurigaan ini, tetapi Wela tidak mungkin mau mengatakannya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia bangkit berdiri dan berjalan ke arah Wela, lalu berlutut di samping Wela. Seperti yang dia lakukan di masa kecil. Meletakkan tangannya di kaki Wela, menatapnya dari bawah."Bibi, aku keponakan kesayanganmu. Aku selalu menganggapmu seperti ibu sendiri. Kita sama-sama dari daerah kecil, kita harus saling mencintai, saling membantu, saling percaya. Kamu juga tahu Mirlo masih muda. Mirlo mengincar posisi pewaris keluarga. Bisnis
Mata merah Lilia menatap dengan kaku ke arah Wela yang saja berdalih. "Kamu bibi kandungku sendiri. Tega-teganya kamu membayar orang untuk memerkosaku. Lalu kamu timpakan kesalahan kepada Yuno!"Ketika dia mengetahui pengirim uangnya adalah Farhat, dia sudah curiga pada Wela. Namun, dalam hatinya tetap meyakinkan diri bahwa Farhat bertindak sendiri. Tak disangka, putra Wela sendiri yang mengungkapkan kebenarannya!Lilia sungguh tidak percaya dan perlahan jatuh ke lantai.Ternyata Bibi yang menjadi otak semua itu. Bukan Yuno ....Namun, dirinya ...Dirinya membenci Yuno selama sepuluh tahun. Merencanakan semuanya selama sepuluh tahun, sampai akhirnya berhasil membuat Yuno jatuh cinta padanya ....Lilia merasa dirinya sangat kejam. Menyakiti Yuno, membuatnya menggila, mendorongnya menuju jalan buntu. Akan tetapi, Yuno benar-benar rela mati jika Lilia memang tidak mencintainya ....Mengingat kembali saat Yuno menunggu darahnya mengering sedikit demi sedikit menuju kematian. Mengingat kemb
"Orang-orang itu memang suruhan Yuno. Dia ingin mereka menakut-nakutimu. Tapi dia nggak tahu, kebetulan Farhat mendengar soal itu. Dia segera memintaku untuk menyuap orang-orang itu, minta mereka pura-pura melakukannya. Aku juga pusing waktu itu. Kupikir, kalau aku bisa menghancurkan Yuno, aku nggak perlu lagi menanggung tuduhan-tuduhannya. Jadi, aku membulatkan tekad dan melakukannya ...."Wela lalu menyentuh wajah Lilia dengan penuh iba."Maafkan aku, Lilia. Aku seperti kerasukan sesuatu saat itu. Mataku dibutakan oleh Yuno. Aku nggak pernah sekali pun ingin menyakitimu. Aku sangat, sangat menyesalinya setelah melihatmu seperti itu. Dalam hatiku selalu ada rasa bersalah yang besar padamu ...."Lilia tidak bergerak, membiarkan jari-jari yang dingin seperti ular itu mengembara di wajahnya. Sekujur tubuhnya seakan membeku. Tak peduli sekeras apa dia meronta, tubuhnya seperti tersegel.Dia tahu bahwa kata-kata Wela setengah benar dan setengah salah. Satu-satunya hal yang dapat dia percay
Sayangnya, Lilia pintar. Dari gelagat Wela, dia dapat melihat bahwa tebakannya benar. Bahwa Wela-lah yang melakukannya terlebih dulu.Hal ini bahkan lebih sulit diterima Lilia dibandingkan dengan alasan yang pertama.Karena malam itu, entah Yuno mendapatkan ide semacam ini secara kebetulan atau tidak, bibinya sendiri ingin menggunakan nama Yuno untuk melakukan ini padanya.Lagi pula, asal dia menyuap para penjahat itu untuk menuduh Yuno untuk menyerangnya habis-habisan, bahkan jika Yuno memiliki seratus mulut, dia tidak akan bisa menjelaskannya, dan selain itu, dia hanya perlu membuat satu tuduhan untuk menghentikan seratus mulut itu.Jadi pada saat itu, setelah Lilia bangun, Wela tidak mengkhawatirkan kondisi tubuhnya terlebih dahulu. Dia justru terus bertanya siapa yang memerintahkan kejadian itu. Atas nama membantunya balas dendam, dia sebenarnya memanfaatkan kesempatan ini untuk menjatuhkan Yuno ....Jika Lilia tidak dibutakan oleh cinta dan kasih sayang, dan tidak dibutakan oleh k
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je