Bahkan Ivan sendiri juga tidak tahu, tentu kemungkinan tidak ada yang tahu akan apa alasan Yuno melakukan semua itu. Mungkin saat itu, Yuno sejahat itu, sehingga dia menyuruh bawahannya untuk menyiksa Lilia.Lagi pula, saat itu Yuno begitu membenci Lilia. Sekalipun terdapat sedikit perasaan suka, hal itu tidak akan bisa melebihi kebencian Yuno yang terpendam begitu lama. Apalagi, perasaan suka itu muncul tanpa disadarinya.Tak bisa menemukan jawaban, Lilia kembali menundukkan bulu matanya menatap ke arah Yuno yang masih diselimuti akan cahaya matahari. Refleks, Lilia mengulurkan jemarinya yang dingin, menyentuh wajah Yuno.Saat ujung jemarinya bersentuhan dengan pipi yang dingin dan kaku, Lilia seakan merasa ingin memeluknya. Namun, Lilia menarik kembali niat itu dan hanya menatapnya dalam diam ....Entah berapa lama telah berlalu, sampai Lilia kembali bersuara pada Ivan, "Kamu nggak nanya siapa yang membunuhnya?"Ivan yang menatap punggung kurus Lilia, menghela napas pelan. "Dia mau m
Lilia pun ditarik turun, sampai akhirnya wanita itu terdiam di tempat tak tahu harus berbuat apa. Melihat itu, Daris segera menghampirinya. "Lilia ...."Melihat raut wajahnya yang kehilangan semangat, Daris mengira adik sepupunya itu ketakutan, sehingga dia segera menepuk pundaknya. "Sudah, jangan takut. Yuno sudah mati, nggak ada yang akan mengganggumu lagi."Lilia menutup matanya yang memerah, sembari mengulaskan senyuman yang terasa lega tetapi juga pahit. "Benar, dia sudah mati dan nggak akan ada lagi yang bisa menggangguku, leganya."Daris tak menyadari apa yang sebenarnya dirasakan wanita itu, dia mengira adik sepupunya itu benar-benar merasa lega, dia lalu berbalik dan menunjuk ke arah kejauhan."Nona Wina dan Nona Sara sedang menunggumu di sana ...."Mengikuti arah yang ditunjuk Daris, Lilia melihat Wina dan Sara yang sedang menunggunya sembari berdiri di bawah kapal.Seolah sadar Lilia sudah keluar dari vila, Wina dan Sara langsung berlari cepat ke arahnya dan memeluk Lilia de
Setelah polisi setempat menyegel tempat kejadian dan menyelidiki penyebab penembakan, mereka menyimpulkan bahwa Yuno bunuh diri karena takut akan hukuman. Mereka kemudian menghubungi polisi dalam negeri, yang menyelesaikan kasus sebelumnya dan membiarkan polisi setempat menangani sisanya. Sementara, jenazah Yuno dibawa ke krematorium dan langsung dikemasi di tempat.Melihat ke dalam tungku krematorium, Lilia melihat jasad Yuno yang seketika terduduk tegak karena reaksi saraf. Sungguh, seketika Lilia berharap bahwa Yuno hidup kembali ....Namun, sebagai seorang dokter, Lilia sendiri tahu bahwa sekitar tiga hari setelah kematian, otot tubuh manusia belum sepenuhnya mati. Ketika jaringan otot merasakan rasa sakit akibat pembakaran, akan ada refleks saraf.Yuno yang terduduk tegak di dalam tungku kremasi hanya karena otot-otot tubuhnya merasakan sakit yang menyebabkan reaksi. Yuno sudah mati dan tidak akan pernah kembali lagi ....Sebelum kematiannya, Yuno melindungi Lilia sehingga dia tid
Semasa muda, Lilia tidak pernah mempertanyakan hal itu. Dia pikir, bibinya memang sedang membantunya mengejar pria yang disukainya, makanya dia harus bersikap berani dan patuh kepada sang bibi.Sembari mengikuti saran dari Wela, Lilia selalu perhatian dan mengejar Yuno. Bahkan di saat prestasi belajarnya tidak baik, Lilia akan selalu meminta Yuno mengajarinya. Sekalipun hubungan mereka buruk, Lilia masih dengan berani mendekati Yuno ....Dia percaya bahwa ketulusan akan menggerakkan hati Yuno, dan membuat Yuno menyukainya. Namun, sayangnya, itu tidak terjadi.Yuno yang membenci Wela juga membenci Lilia. Setiap kali Lilia mencoba mendekat, Yuno akan marah dan memakinya, mengatakan bahwa dia benar-benar mirip dengan bibinya itu yang hanya tahu cara menggoda pria, sehingga dia mengusir Lilia untuk pergi jauh ....Anehnya, meskipun Yuno sangat membencinya, terkadang dia datang ke kamar Lilia di tengah malam. Saat Lilia terbangun, dia sering melihat Yuno berdiri di samping tempat tidur, sem
Lilia tidak mengerti, jadi dia berjalan dengan kaku ke arah Wela dan bertanya, "Bibi, kenapa kamu tertawa?"Wela tidak menyembunyikan senyumnya sama sekali. Sebaliknya, senyumnya semakin merekah dan dia mengangkat tangan, menyentuh rambut Lilia. "Aku tertawa karena Lilia kecilku akhirnya terbebas dari iblis itu."Dia tampak sangat turut bersedih atas nasib Lilia. Tangannya menyentuh pipi Lilia dengan gerakan yang sangat lembut. "Bibi melihat semua rasa sakit yang kamu derita karena Yuno. Dia benar-benar telah membuatmu menderita. Bibi kasihan sama kamu. Meskipun hatiku sakit karena kematiannya, rasa sakit ini nggak lebih penting dari kebebasanmu ...."Wela sangat baik kepada Lilia, baik itu dalam hal uang atau perhatian. Bahkan ketika dia baru saja memasuki Keluarga Safwan, Wela mentransfer semua uang yang dia terima dari Zakaria kepada Lilia. Dia juga mentransfer beberapa buah rumah kepada Lilia. Siapa sangka, Lilia yang dulu malang itu sudah kaya raya di usia muda ....Perlakuan Wela
Abu kremasi Yuno dibawa kembali ke dalam negeri oleh Zakaria sekeluarga.Berita yang beredar di Ostia mengatakan bahwa Wela memperlakukan anak tirinya dengan penuh cinta dan perhatian. Zakaria mengecam Yuno sebagai penghancur keluarga dan tidak mengizinkan pemakamannya dibuat besar-besaran. Wela bertengkar dengan Zakaria karena hal ini. Katanya, Yuno tetap anggota Keluarga Safwan meski dengan reputasi buruknya. Dia tetap harus diberi upacara pemakaman yang besar.Pada akhirnya, Zakaria tidak bisa membantah Wela dan menyerahkan pemakaman ini kepadanya. Orang-orang yang datang melayat mengatakan bahwa Wela berlutut di depan foto Yuno dan menangis sejadi-jadinya. Dia hampir pingsan dan harus dipapah seseorang dari Keluarga Safwan.Di lingkaran sosial Kota Ostia, Yuno dikatakan sebagai anak tiri yang paling tidak tahu berterima kasih.Ketika berita ini sampai di telinga Lilia, dia sedang menyuntikkan obat. Gerakannya tetap lancar tanpa terpengaruh. Ekspresinya bahkan tidak banyak berubah. S
Penyembuhan tendon Reo cukup cepat dan tidak ada efek samping yang serius. Dia sekarang sudah cukup pulih dan kemungkinan sudah bisa pulang dari rumah sakit setelah pemulihan lebih lanjut.Melihat Lilia masuk, Reo segera meminta orang tua yang menemaninya di depan ranjang rumah sakit untuk keluar terlebih dahulu. Orang tuanya juga cukup pengertian. Setelah melihat Lilia, mereka bangkit dan pergi memberikan ruang untuk mengobrol.Lilia berjalan mendekat dan duduk di depan ranjang rumah sakit Reo. "Bagaimana keadaanmu hari ini? Tanganmu sudah bisa digerakkan?"Reo mengangguk. Menatap Lilia dengan mata hangat. "Tanganku bisa kembali normal, tenang saja ...."Lilia meraih tangan Reo dan memeriksanya. Melihat pemulihannya berjalan dengan baik, dia berkata lagi, "Memang sudah pulih. Tapi aku khawatir tanganmu nggak akan bisa digunakan untuk operasi lagi."Reo tidak peduli. "Grup Lionel mengembangkan obat-obatan. Setelah bekerja di sana beberapa waktu, aku baru sadar ternyata aku lebih tertar
Lilia menundukkan pandangan matanya yang menyimpan entah emosi apa. Dia menatap pergelangan tangan Reo yang terbungkus kain kasa. Setelah waktu berlalu cukup lama, dia perlahan mencoba tersenyum. "Reo, aku itu pembawa sial. Sejak kamu bersamaku, kamu selalu terluka entah itu ringan atau berat. Kupikir, sebaiknya nggak usah dilanjutkan."Hati Reo bergetar hebat mendengar jawaban ini. Namun, entah kenapa, dia seperti sudah mendapat firasat bahwa Lilia akan memberikan jawaban semacam ini. Jadi, Reo tidak terlalu terkejut ketika Lilia mengatakannya. Hanya saja ..."Lilia, Yuno sudah pergi. Nggak akan ada siapa pun yang menyakitimu lagi ...."Lilia mengalihkan pandangannya dan menatap Reo, yang mengharapkan dia berubah pikiran."Aku membunuh seseorang dan dilecehkan di depanmu. Dua rintangan ini nggak akan pernah berlalu dalam hatiku ...."Dia langsung mengatakannya tanpa mencari-cari alasan lain. Nyatanya, ketika Yuno ingin memerkosa dirinya di depan Reo, Lilia dan Reo tidak mungkin bisa b
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je