Hati Wina langsung tercekat. Ketika dia ingin mengatakan sesuatu, sesosok hitam tiba-tiba bergegas mendekat dan menendang Sandy ke lantai.Kemudian, sosok hitam itu langsung menekan Sandy, mengangkat tinjunya dan menghantamkan tinjunya itu dengan sekuat tenaga ke wajah Sandy."Kamu sudah melecehkan Sara dan masih saja bicara omong kosong di depan Kak Wina. Kamu benar-benar sudah bosan hidup!"Jefri tidak pernah begitu membenci seseorang sampai dia berharap orang itu bisa mati.Jefri hampir tidak memberikan kesempatan pada Sandy untuk melawan. Dia memusatkan seluruh kekuatannya pada tinjunya dan menghantamkannya ke arah Sandy dengan kejam.Sandy sudah terluka akibat pisau. Selain itu, dia juga sudah dipukuli oleh anggota keluarga Pak Latief. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa menahan pukulan Jefri?Tak lama kemudian, wajah Sandy menjadi lebam. Sudut mulutnya robek. Dia tidak selamat dari beberapa pukulan yang dilancarkan oleh Jefri, sehingga akhirnya memuntahkan darah.Mungkin karena taku
Setelah menyelesaikan urusan perusahaan, Jihan bergegas kembali ke Bundaran Blue Bay. Dia melihat Wina tengah duduk di ruang tamu dengan kepala menunduk, seolah sedang memikirkan sesuatu.Jihan melepas jaketnya dan menyerahkannya kepada pelayan. Sambil melepaskan ikatan dasinya dengan satu tangan, Jihan pun berjalan menghampiri Wina."Sayang, kenapa kamu nggak menyelesaikan gambar desainmu hari ini?"Biasanya, saat Jihan kembali pada jam-jam sekarang ini, Wina masih berada di ruang kerjanya. Namun, hari ini Wina malah sedang duduk di ruang tamu dalam keadaan bengong. Tentu saja hal ini cukup aneh.Mendengar suara dingin Jihan yang bercampur dengan kelembutan, Wina pun perlahan-lahan mengangkat dagunya yang terkulai itu."Tanganku agak lelah. Jadi, aku nggak buru-buru untuk menggambar."Mendengar hal tersebut, Jihan bahkan tidak jadi melepaskan dasinya. Dia meraih tangan Wina dan membantunya memijat pergelangan tangannya dengan hati-hati."Kalau kamu nggak ingin menyelesaikan proyek yan
Meskipun Jihan tahu jika yang dikatakan Wina itu hanyalah kemarahan belaka, tetap saja dia tidak mampu menahan rasa sakit di dalam hatinya.Wina pelan-pelan mengganti sepatunya dan pergi mengambil pakaian. Jihan bahkan tidak datang untuk menghampirinya. Wina pun menggertakkan giginya dan langsung berjalan keluar.Saat pintu ditutup, Jihan langsung ambruk di atas sofa. Pelipisnya terasa begitu sakit hingga dia tidak bisa bangun untuk mengejar Wina.Jihan memiringkan kepalanya. Melalui jendela yang menjulang sampai ke langit-langit, dia melihat keluar rumah besar itu. Sosok mungil itu menjauh darinya. Entah kenapa, Jihan merasa sangat sedih.Setelah meninggalkan Bundaran Blue Bay, Wina tidak pergi ke mana-mana. Dia hanya mencari tempat yang teduh dan duduk di atas sebuah tunggul pohon, sambil mencerna kemarahan di dalam hatinya.Wina tidak tahu sudah berapa lama dia duduk di sana, sampai dia melihat mobil Jihan melewatinya dengan cepat. Baru pada saat itulah Wina mengangkat kepalanya.Mo
"Kalau kamu ikut pergi, apakah kamu akan …!"Wina merasa agak ragu-ragu. Dia takut penyakit Ivan akan makin memburuk jika Ivan melihat Jihan."Mau nggak mau, kamu harus membawaku bersamamu."Pria yang memeluknya tersebut menunjukkan sedikit kecemburuan yang tersembunyi di matanya yang dingin tersebut."Aku nggak memandangnya seperti itu."Hati Wina terasa hangat. Dia mengulurkan tangan dan mencubit wajah yang begitu tampan itu."Sayang, kamu baik sekali."Suaminya itu terlihat kuat. Namun, sebenarnya dia rela mengalah dalam segala hal untuk Wina.Wina menatap Jihan dengan penuh cinta. Hal itu entah kenapa membuat Jihan merasa aman.Jihan mengangkat tangannya dan meraih tangan yang sedang meraba-raba dan meremas wajahnya itu."Nggak apa-apa kalau kamu memutuskan untuk merawatnya. Tapi …!"Jihan mengangkat dagu Wina. Tatapan yang kuat dan mendominasi muncul di matanya."Malamnya kamu harus kembali kepadaku!"Jihan bisa mengizinkan Wina merawat Ivan di siang hari, tetapi tidak di malam ha
Cedera Sara kebanyakan hanyalah luka luar saja. Tidak lama setelah dirawat di rumah sakit, Sara pun sudah diizinkan untuk pulang.Pada saat hari kepulangan Sara, Lilia datang sendiri ke ruang rawat inap untuk mengemasi barang-barang Sara. Mungkin karena masalah Sandy itu, Lilia selalu merasa agak bersalah setiap kali melihat Sara.Dialah yang sudah menjodohkan Sara dan Sandy. Lilia juga yang menjamin karakter Sandy. Akibatnya, terjadi hal seperti ini dan membuat Sara mengalami kerugian sebesar itu. Tentu saja, Lilia selalu menyesalkan hal tersebut.Sara tidak terlalu memedulikannya. Dia juga meyakinkan Lilia untuk tidak memikirkan masalah tersebut. Sejak kecil hingga dewasa, Sara sudah mengalami berbagai macam hal yang tidak mengenakkan. Jadi, yang dialaminya sekarang bukanlah apa-apa bagi Sara."Selain itu, bukankah Sandy sudah mendapatkan hukuman yang setimpal?"Setelah Jihan mengetahui jika Sandy memanfaatkan Ivan untuk menabur perselisihan, dia pun memberikan tekanan kepada orang y
Sebenarnya, Sara menyembunyikan Jefri jauh di lubuk hatinya.Hanya saja, Sara sudah tidak lagi percaya pada laki-laki. Sara juga merasa jika orang seperti dirinya tidak layak untuk dinikahi.Tanpa menunggu tanggapan dari Lilia, Sara langsung membuka tirai dan melihat Jefri tengah tertegun di tempat.Cahaya yang masuk dari jendela menerpa diri Jefri, membuat mata Jefri terlihat merah tua.Sara tidak berani memandang Jefri yang seperti itu. Oleh karena itu, Sara langsung mengalihkan pandangannya. Dia menunduk dan memperhatikan jari-jari kakinya.Setelah berdiri selama beberapa saat, Jefri pun membuka mulutnya dan bertanya, "Apa semuanya sudah dikemasi?"Sara mengangguk, lalu pergi untuk mengambil koper yang diletakkan di sebelahnya. Jefri melangkah menghampirinya dan mengulurkan tangan untuk mengambil koper tersebut. "Ayo kita pergi. Aku akan mengantarmu pulang."Jefri tidak menjelaskan tentang Nara. Dia juga tidak bertanya pada Sara mengenai maksud perkataannya barusan. Jefri hanya meng
Mereka semua adalah orang-orang yang tersesat dalam keputusasaan karena cinta. Mereka telah melewati masa-masa sulit dan berjuang keras untuk keluar dari penderitaan, tetapi tak kunjung menemukan jalan keluar. Hal inilah yang pada akhirnya menjerumuskan mereka ke dalam jurang depresi.Pengalaman Aulia dan Rian, jika dikatakan tidak mirip, sebenarnya mirip. Mereka berdua mempertaruhkan semua perasaan mereka dan berusaha keras untuk mencintai, tetapi pada akhirnya tetap tidak bisa mencintai.Hanya saja, Aulia berhasil melepaskan diri. Aulia juga tahu jika orang yang dicintainya dengan segenap hati itu tidak berdaya. Aulia tidak punya pilihan selain melakukannya. Sementara itu, Rian …Juga tidak punya pilihan lain selain melepaskannya. Namun, yang lebih kejam lagi adalah, orang yang sebelumnya begitu mencintai Rian hingga rela memberikan segalanya, berubah pikiran dan jatuh cinta pada orang lain setelah Rian mendapatkan kembali ingatannya.Jika Aulia jatuh dari tingkat delapan, Rian jatuh
Sara sendiri juga mudah untuk terprovokasi. Itu sebabnya, dia langsung menyetujuinya. Setelah meminum beberapa gelas anggur, Sara melihat Aulia bukan hanya tidak mabuk, tetapi dia juga masih terlihat tenang dan menatapnya sambil tersenyum.Barulah Sara menyadari jika dibalik penampilannya yang lembut itu, Aulia memiliki sisi yang liar dan sulit untuk diatur. Sara pun langsung tidak berani lagi untuk minum bersamanya. "Sudahlah. Aku mengaku kalah. Aku nggak mau minum lagi."Aulia tersenyum dan menahannya. "Kak Sara, kalau kamu mengaku kalah, kamu harus mengungkapkan perasaanmu."Sara tidak mampu berkata-kata.Lebih baik tinggal di rumah Wina, duduk di sofa bersama Jihan dan saling bertatap-tatapan. Ini benar-benar keputusan yang bodoh."Apa yang ingin kamu dengar?"Aulia memegang gelas anggurnya dan berbalik. Dia bersandar di bar dan melihat ke arah lalu lintas yang ramai melalui jendela besar yang menjulang dari lantai sampai ke langit-langit."Ceritakan tentang Kak Jefri."Sara langsu