Sebenarnya, Sara menyembunyikan Jefri jauh di lubuk hatinya.Hanya saja, Sara sudah tidak lagi percaya pada laki-laki. Sara juga merasa jika orang seperti dirinya tidak layak untuk dinikahi.Tanpa menunggu tanggapan dari Lilia, Sara langsung membuka tirai dan melihat Jefri tengah tertegun di tempat.Cahaya yang masuk dari jendela menerpa diri Jefri, membuat mata Jefri terlihat merah tua.Sara tidak berani memandang Jefri yang seperti itu. Oleh karena itu, Sara langsung mengalihkan pandangannya. Dia menunduk dan memperhatikan jari-jari kakinya.Setelah berdiri selama beberapa saat, Jefri pun membuka mulutnya dan bertanya, "Apa semuanya sudah dikemasi?"Sara mengangguk, lalu pergi untuk mengambil koper yang diletakkan di sebelahnya. Jefri melangkah menghampirinya dan mengulurkan tangan untuk mengambil koper tersebut. "Ayo kita pergi. Aku akan mengantarmu pulang."Jefri tidak menjelaskan tentang Nara. Dia juga tidak bertanya pada Sara mengenai maksud perkataannya barusan. Jefri hanya meng
Mereka semua adalah orang-orang yang tersesat dalam keputusasaan karena cinta. Mereka telah melewati masa-masa sulit dan berjuang keras untuk keluar dari penderitaan, tetapi tak kunjung menemukan jalan keluar. Hal inilah yang pada akhirnya menjerumuskan mereka ke dalam jurang depresi.Pengalaman Aulia dan Rian, jika dikatakan tidak mirip, sebenarnya mirip. Mereka berdua mempertaruhkan semua perasaan mereka dan berusaha keras untuk mencintai, tetapi pada akhirnya tetap tidak bisa mencintai.Hanya saja, Aulia berhasil melepaskan diri. Aulia juga tahu jika orang yang dicintainya dengan segenap hati itu tidak berdaya. Aulia tidak punya pilihan selain melakukannya. Sementara itu, Rian …Juga tidak punya pilihan lain selain melepaskannya. Namun, yang lebih kejam lagi adalah, orang yang sebelumnya begitu mencintai Rian hingga rela memberikan segalanya, berubah pikiran dan jatuh cinta pada orang lain setelah Rian mendapatkan kembali ingatannya.Jika Aulia jatuh dari tingkat delapan, Rian jatuh
Sara sendiri juga mudah untuk terprovokasi. Itu sebabnya, dia langsung menyetujuinya. Setelah meminum beberapa gelas anggur, Sara melihat Aulia bukan hanya tidak mabuk, tetapi dia juga masih terlihat tenang dan menatapnya sambil tersenyum.Barulah Sara menyadari jika dibalik penampilannya yang lembut itu, Aulia memiliki sisi yang liar dan sulit untuk diatur. Sara pun langsung tidak berani lagi untuk minum bersamanya. "Sudahlah. Aku mengaku kalah. Aku nggak mau minum lagi."Aulia tersenyum dan menahannya. "Kak Sara, kalau kamu mengaku kalah, kamu harus mengungkapkan perasaanmu."Sara tidak mampu berkata-kata.Lebih baik tinggal di rumah Wina, duduk di sofa bersama Jihan dan saling bertatap-tatapan. Ini benar-benar keputusan yang bodoh."Apa yang ingin kamu dengar?"Aulia memegang gelas anggurnya dan berbalik. Dia bersandar di bar dan melihat ke arah lalu lintas yang ramai melalui jendela besar yang menjulang dari lantai sampai ke langit-langit."Ceritakan tentang Kak Jefri."Sara langsu
Di sisi Wina, dia tidak tahu apakah karena dia sudah berganti tempat tidur atau apa, Wina tetap saja tidak bisa tidur meski sudah berguling-guling.Wina hanya membuka matanya dan menatap Jihan yang terbaring di sampingnya. Pria itu menutup matanya rapat-rapat dan sepertinya sudah tertidur.Wina mengulurkan tangannya untuk menyentuh bulu mata Jihan yang panjang. Namun, pergelangan tangannya langsung dicengkeram oleh Jihan. Kemudian, Jihan mengangkat tubuh Wina dan menjatuhkannya ke dalam pelukannya."Aku akan menghukummu kalau kamu nggak bisa tidur karena lagi-lagi memikirkan Ivan."Wina tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum tipis saat mendengar suara yang dingin dan penuh rasa cemburu itu di atas kepalanya."Aku nggak memikirkan dia."Bulu mata Jihan yang panjang dan lentik itu perlahan terbuka."Kalau begitu, siapa yang kamu pikirkan?""Aku hanya bertanya-tanya kenapa bulan begitu besar dan bulat. Cahayanya sangat terang hingga aku nggak bisa tidur."Jihan tidak mampu berkata-
Mobil itu dengan cepat berhenti di lantai bawah gedung apartemen Aulia. Melihat mobil datang, Sara yang sedang berdiri dan menunggu dengan tenang, buru-buru melangkah maju untuk membuka pintu.Ketika Sara melihat Jihan yang mengemudikan mobil dan Wina yang duduk di sampingnya tampak seperti seorang wanita paruh baya, tanpa sadar Sara pun langsung menelan ludahnya.Sara dengan hati-hati duduk di kursi belakang.Wina bertanya pada Sara, apakah Aulia tidak ikut pergi?Sara hanya menjawab, "Agak terlalu mendadak kalau dia ikut kita sekarang. Sebaiknya kita pergi dan mencari tahu dulu situasinya, baru dia akan ikut kita nanti." Setelah itu, Sara tidak lagi mengatakan apa pun.Sang suami mengantar istrinya menemui cinta pertamanya. Adegan romantis macam apa ini? Siapa yang berani mengomentarinya?Namun, secara keseluruhan suasana sepanjang di perjalanan cukup harmonis dan tidak terjadi konflik.Sampai akhirnya mobil berhenti di depan vila Keluarga Gerad, barulah wajah Wina berangsur-angsur m
Dilihat dari kejauhan, pria di lautan bunga itu masih tetap segar, tampan, dan elegan seperti saat masih muda dahulu.Wajah-wajah yang sudah familier, sosok-sosok yang sudah tidak asing lagi, secara berangsur-angsur menjadi lebih jelas terlihat. Seakan-akan mereka berada dalam mimpi dan segala sesuatunya baru saja terjadi kemarin.Setiap kali Wina melangkah lebih dekat pada Ivan, hati Wina menjadi makin tenggelam dalam kesunyian. Kenangan yang tak terhitung jumlahnya mulai datang membanjiri seperti di sungai dan lautan.Yang diingat Wina adalah betapa baiknya Ivan memperlakukan dirinya.Sementara itu, yang diingat Ivan adalah Wina yang tidak akan pernah kembali.Mereka saling memandang dari kejauhan. Ivan hanya menatap mata Wina, sementara yang terlihat di mata Wina hanyalah perasaan lega saja.Mereka sudah berjanji satu sama lain untuk hidup bersama sampai akhir hayat, bahkan juga di kehidupan selanjutnya. Namun, pada akhirnya Wina sudah bukan lagi milik Ivan.Mata Ivan diselimuti kab
"Wina, kemarin Sara memberitahuku kalau kamu akan datang. Jadi, aku menyuruh Yuni untuk membuatkan berbagai macam makanan kesukaanmu. Tinggallah di sini untuk makan siang."Saat Ivan menerima kabar tersebut, dia sendiri juga ragu apakah akan menolaknya atau tidak. Namun, setelah memikirkannya, jika mereka tidak bertemu, bukankah hal itu akan membuat Wina salah mengira jika dirinya tidak bisa melepaskannya?Ivan ingin Wina mengetahui jika dia sudah melepaskan Wina dan membiarkan Wina hidup dengan damai bersama Jihan sepanjang hidupnya, karena itulah kunci kebahagiaan Wina selama sisa hidupnya.Hanya saja, mereka sudah lama tidak bertemu, sehingga membuat Ivan terjaga di sepanjang malam. Pada pukul lima pagi, Ivan mendorong kursi rodanya dan duduk di lautan bunga menunggu kedatangan Wina.Saat mentari pagi muncul, akhirnya Ivan bertemu dengan orang yang dirindukannya itu.Saat Ivan melihatnya, hatinya yang tenang kembali berdetak dengan kencang.Ivan akhirnya menyadari bahwa dia tidak ak
Ivan tidak lagi bertanya. Dia mengangkat jari-jarinya yang putih, mengambil teko di atas meja, menuangkan teh ke dalam cangkir teh kecil, dan menyerahkannya kepada Wina."Saat kamu masih kecil dulu, kamu melihat dekan yang sedang membuat teh. Kamu bilang, kamu ingin menjadi peracik teh saat besar nanti. Tapi, kamu bahkan nggak belajar bagaimana cara mencicipi teh. Aku nggak tahu apakah sekarang kamu sudah mempelajarinya atau belum?"Nada suara yang santai itu perlahan-lahan membuat tubuh Wina yang tegang menjadi rileks.Wina mengulurkan tangan untuk mengambil cangkir teh tersebut, meletakkannya di bibirnya, menyesapnya perlahan, dan tersenyum."Maaf, aku masih belum berbakat untuk mencicipinya. Aku nggak tahu teh jenis apa ini?"Mata Ivan yang kosong itu perlahan-lahan bercahaya, ketika melihat senyuman yang familier dan manis itu.Ivan membuka kotak teh di sebelahnya, memelintir segenggam daun teh dengan jari-jarinya yang bersih, dan memperkenalkan jenis teh kepada Wina."Ini adalah p
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je