Saat pintu kamar rawat terbuka, Sandy melihat Jihan yang mengenakan jas hitam dan sarung tangan putih berjalan, dikelilingi oleh sekelompok orang, berjalan perlahan ke arahnya.Dari fitur wajah sampai postur tubuh, Jihan terlihat sangat sempurna. Dia memiliki wajah yang tampan dan tubuh yang tinggi. Aura yang terpancar dari sekujur tubuhnya pun sangat mengintimidasi.Setiap kali Sandy melihat Jihan seperti ini, akan ada rasa takut yang muncul di dalam hatinya. Rasa takut itu bukan karena dia sudah melakukan kesalahan, tetapi karena sorot mata Jihan yang selalu membuat orang-orang merasa takut.Pada saat ini, afrodisiak di tubuh Sandy telah memudar. Sekarang dia merasa bersalah dan kesal kepada Sara.Jika dia tidak terburu-buru menunjukkan sisi aslinya dan bertengkar dengan Sara, dia pasti bisa melakukan apa yang dia inginkan terhadap Sara secara alami. Namun, sekarang semuanya sudah kacau karena kesalahannya sendiri, bahkan Jihan berniat balas dendam padanya.Sampai detik ini, Sandy ma
Lilia sedikit kagum dengan Riko yang bersikeras tidak mau mengaku."Dokter Riko, kamu mungkin nggak tahu, setelah kamu selesai melakukan otopsi, aku mengirim Dokter Gino untuk melakukan otopsi ulang dan hasil laporannya sedikit berbeda dengan laporanmu."Dokter Riko seketika menegang dan sedikit tidak percaya saat mendengar itu. Dia menoleh ke Lilia yang bersandar di dinding sambil menyilangkan tangannya."Kamu menyuruh Dokter Gino melakukan otopsi ulang?"Lilia langsung mengangguk tanpa ragu."Aku curiga ada masalah dengan arteri pasien itu, jadi mengirimnya untuk melakukan tes ulang. Nggak disangka kecurigaanku itu terbukti."Mendengar kata arteri, Riko langsung panik."Ka … kamu sudah tahu ada masalah pada arteri pasien, kenapa kamu nggak segera menyerangku? Kenapa kamu nggak memberi tahu para murid pasien yang meninggal itu dengan laporan Dokter Gino?"Lilia mengangkat dagunya dan menatap Sandy yang masih diinjak di lantai."Untuk mendapatkan kesempatan menangkapnya."Sandy tidak m
Saat Lilia memberitahunya bahwa Dokter Gino telah melakukan otopsi ulang, Riko menjadi panik dan langsung bertanya pada Sandy. Hal ini menunjukkan bahwa dirinya sudah mengakui perbuatannya secara tidak langsung.Jihan memintanya menceritakan semua kronologi kejadian hanya karena kasus ini baru bisa diproses ke pihak polisi jika ada detail kejadian dan bukti.Dia bisa saja menolak mengakui seperti Sandy, tetapi ucapannya setelah terpancing oleh kata-kata Lilia sudah terekam, ini sudah cukup menghancurkan kariernya sebagai dokter forensik.Jika dia mengungkapkan semuanya, Jihan mungkin akan melepaskannya. Bagaimanapun dia hanya kaki tangan, bukan dalang kejadian ini.Setelah mempertimbangkan semuanya, Riko pun mengajukan syarat kepada Jihan."Pak Jihan, saya tahu begitu aku mengakui semuanya, Anda akan menggunakan rekaman ini untuk membersihkan reputasi Dokter Reo dan karier saya pasti akan hancur. Saya bisa mengambil risiko dan mengatakan yang sebenarnya, tapi Anda harus menemukan cara
Sandy terang-terangan mengakui ambisinya dan membuat Jihan menyeringai kecil."Meskipun kamu begitu ingin mendapatkan penghargaan kedokteran, sayang sekali, aku nggak membiarkanmu mendapatkannya."Kata-kata kejam seperti itu membuat wajah Sandy memerah karena marah."Apa hakmu melakukan itu!"Jihan mengangkat tangannya, pisau di tangannya langsung berkilau karena tepat di bawah cahaya."Karena hidup, mati dan masa depanmu ada di tanganku."Cahaya yang terpantul dari pisau itu masuk ke Sandy, menyebabkan dia secara refleks menutup mata.Begitu matanya tertutup, Sandy dapat merasakan pergelangan tangannya digores pisau.Setelah dia membuka mata, dia pun melihat darah merah cerah muncrat dari kulit pergelangan tangannya.Sementara orang yang menggores sama sekali tidak berkedip saat melihat darah tersebut. Dia seolah-olah tidak peduli akan nyawa Sandy.Sandy seketika ketakutan. Dia awalnya mengira Jihan hanya mengancamnya, tidak akan serius melakukannya.Menyaksikan ini, Riko juga ketakut
"Apa hakmu untuk ikut campur urusanku dengan Sara!"Sandy menutupi pergelangan tangannya, mengangkat kepalanya dan menghardik Jihan. Sepasang matanya terlihat sangat merah.Jihan sudah merekam pengakuan kejahatannya dan akan mengirimnya ke anggota keluarga dan murid-murid Pak Latief.Hal tersebut saja dengan memutus jalur pelariannya. Sekalipun dia diizinkan kembali ke negaranya, dia tidak akan bisa lepas dari kecaman orang-orang.Jihan sudah begitu kejam, tetapi sekarang masih ingin memberinya pelajaran untuk membantu Sara."Hakku?"Jihan yang tampak malas itu memiringkan kepalanya sedikit, lalu memberi isyarat dengan tangannya yang memakai sarung tangan putih ke arah pengawal yang menginjak Sandy.Kedua pengawal yang berdiri di sisi kiri dan kanan Sandy itu langsung mengerti. Setelah mengangkat Sandy berdiri, mereka mendorongnya jatuh ke depan Jihan. Sebelum Sandy bisa bangun, sebuah tamparan langsung mendarat di wajahnya.Kekuatan telapak tangan yang besar itu seketika membuat pipi
Tanpa menghiraukan luka akibat pisau di pergelangan tangannya, Sandy mengulurkan tangan dan meraih kaki celana Lilia. Sambil mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, Sandy dengan penuh semangat menatap Lilia yang menjulang tinggi di atasnya."Cepat katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"Sekarang, Lilia begitu membenci Sandy. Melihatnya saja, sudah membuat Lilia merasa muak. Tanpa pikir panjang, Lilia langsung menendang Sandy pergi."Lantaran dirimu, dia hampir mati di taman malam ini!"Sandy merasa Lilia berbohong kepadanya. Namun, ketika melihat mata Lilia yang penuh amarah kepada dirinya, Sandy akhirnya merasa jika Lilia sepertinya tidak sedang berbohong."Apa dia baik-baik saja?"Sampai saat ini, Sandy masih menyukai Sara. Hanya saja, ego keinginannya jauh lebih besar dibanding rasa cintanya kepada Sara. Oleh karena itu, Sandy tetap merasa khawatir jika mendengar sesuatu terjadi pada Sara."Dia mau baik-baik saja atau nggak, semua itu nggak ada urusannya denganmu.Wajah Lilia yang
Jihan sudah siap secara mental. Akan tetapi, saat Sandy membuka mulutnya, Jihan masih terpaku di tempat seperti tersambar petir."Ivan mengalami depresi berat karena merindukan istrimu. Dia jatuh sakit karena memikirkannya."Sandy memperhatikan sosok yang tidak berani bergerak itu. Dia mengangkat alisnya dan tertawa terbahak-bahak."Jihan, kamu mewakili Sara untuk menghakimiku. Lantas siapa yang akan mewakili Ivan untuk menghakimimu?""Kamu merampas wanita yang paling dicintai Ivan dan hidup dalam damai. Sementara, Ivan hidup di neraka selamanya."Suara muram Sandy yang terdengar berturut-turut di belakangnya, membuat wajah Jihan perlahan-lahan menjadi memucat.Daris mungkin tidak mendengarnya. Jihan pun berbalik dan bergegas menghampiri Sandy. Dia memelintir kerah pakaian Sandy dan meninjunya hingga jatuh pingsan.Setelah melemparkan Sandy yang jatuh pingsan ke lantai seperti ayam, Daris pun mendekati Jihan dan menghiburnya dengan tenang."Pak Jihan, yang dikatakan Sandy itu nggak bis
Bagian rawat inap. Ruang rawat inap di lantai tujuh.Wina mengambil kapas, membasahinya dengan obat, dan mengusapkannya ke lengan Sara.Mungkin Wina terlalu berlebihan dalam mengerahkan tenaganya, sehingga membuat Sara mendesis kesakitan. Tangan Wina langsung berhenti bergerak. "Maafkan aku."Sara ingin mengatakan tidak apa-apa. Akan tetapi, Jefri yang duduk di sebelahnya tiba-tiba mengambil kapas dari tangan Wina dan berkata, "Biar aku saja yang melakukannya."Wina dan Sara sama-sama terkejut untuk sesaat. Namun, Jefri sama sekali tidak peduli. Dia mengambil kapas itu dan berkonsentrasi untuk membantu Sara mengoleskan obat.Jefri melakukannya dengan begitu lembut karena takut menyakiti Sara. Melihat Jefri seperti itu, Sara pun akhirnya angkat bicara dengan lembut, setelah sebelumnya merasa ragu-ragu selama beberapa saat."Tuan Muda Jefri, sudah ada Wina yang menemaniku di sini. Kamu bisa pulang duluan."Sara sudah berkali-kali mengatakan hal yang sama. Akan tetapi, Jefri menolak untuk