Sara meletakkan gelasnya dengan sangat tenang, lalu menengadah menatap Sandy yang duduk di seberangnya."Sebelum minum, apa aku boleh bertanya tiga hal kepada Kak Sandy?""Ya?"Sandy juga meletakkan gelas anggurnya dan menatap Sara."Tiga hal apa?"Sara mengeluarkan ponselnya, lalu memutar rekaman itu.Begitu mendengar kata pertama, ekspresi Sandy mendadak menjadi serius."Sara, kamu merekam ini?"Apa Sara mengaktifkan fungsi perekaman di ponselnya setelah pergi ke kamar mandi?Jika memang ya, itu berarti cara pikir Sara tidak sesederhana kelihatannya.Sara tidak menyangka reaksi pertama Sandy adalah mencurigainya dan bukannya menyadari kesalahannya.Dia tersenyum dan alisnya yang cerah dan terangkat tampak berlumuran kabut, membuatnya tampak begitu kabur dan gelap."Aku nggak tahu orang baik mana yang merekam ini buatku, tapi aku sangat berterima kasih padanya karena sudah memberitahuku apa pendapatmu dan orang tuamu tentangku."Sandy pun mencoba menggenggam tangan Sara dengan gelisah
Sara langsung bertanya tanpa menunggu jawaban Sandy,"Apa kamu pikir mentang-mentang aku ini yatim piatu, jadi aku nggak berdaya dan mudah ditindas? Masalah keduanya adalah kamu membiarkan ibumu menindasku."Sandy sama sekali tidak berpikir begitu. Baginya, tidak peduli seberapa besar rasa sukanya pada seorang wanita, tetap saja posisi ibunya tidak mungkin tergantikan."Kamu dengar sendiri dari rekaman itu kalau aku menegur ibuku.""Ya."Sara balas tersenyum kecil."Tapi, kamu selalu membelaku setelah semua itu terjadi. Ini sama seperti waktu teman-temanmu bergosip buruk tentangku. Waktu itu alasanmu kamu nggak fokus mendengarkan mereka karena lagi sibuk memikirkan hal lain."Sandy mengernyit dan hendak menjelaskan, tetapi Sara mengangkat tangannya lagi dan menyelanya,"Itu kali pertama aku bertemu dengan orang tuamu, tapi sedari awal kamu sudah membiarkan ibumu menekanku. Itu berarti kamu sebenarnya sepakat dengan pandangan ibumu terhadapku."Sama seperti Nela, Sandy juga menganggap S
Sara mengulurkan tangannya dan menatap Sandy dengan tenang."Aku bukannya mempermasalahkan kamu yang nggak ngomong, tapi yang kupermasalahkan adalah kamu yang nggak jujur padaku."Sandy sama seperti mantan suaminya, pintar sekali berpura-pura. Namun, Sandy lebih hebat daripada Denis, cara mainnya lebih bersih dan rapi. Sara saja tidak akan percaya jika bukan karena foto dan rekaman yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal ini.Sara juga jadi menyadari betapa keras kepalanya dia, dia benar-benar hanya menilai dari luar. Walaupun dia mudah tertipu oleh penampilan pria, untungnya dia bisa segera memutuskan untuk pergi begitu mengetahui sifat asli pria itu."Kak Sandy, kamu harus tanggung jawab dengan mantan pacarmu. Kalian sudah punya anak. Lagian, ibumu juga nggak suka padaku dan kamu hanya kecewa karena dulu gagal mendapatkanku. Kamu merasa nggak rela itu bukan karena kamu benar-benar menyukaiku. Lebih baik hubungan kita sampai di sini saja."Sara memperlakukan Sandy dengan sangat
Sara menoleh menatap Sandy yang tampak kabur dalam terang lilin. Sara kesulitan melihat ekspresi Sandy dengan jelas karena pandangannya yang kabur."Kamu ...."Sara tidak mengonsumsi apa-apa, jadi kenapa dia tidak bisa melihat Sandy dengan jelas?Bukan hanya pandangannya saja yang makin kabur, tetapi tubuh Sara juga terasa makin panas.Awalnya, Sara pikir ini karena cuaca luar negeri saja yang sedang panas.Namun, rasa gelisah dari bagian bawah tubuhnya membuat Sara menyadari bahwa dugaannya semula itu salah.Sara masih tidak ingin berpikir macam-macam tentang Sandy, jadi dia memutuskan untuk bertanya sambil menggertakkan giginya."Sandy, apa yang sebenarnya kamu lakukan padaku?"Sandy menyadari betapa gelisahnya Sara, jadi dia bergegas mendekat dan memeluk Sara dengan erat."Tenang saja Sara, ini cuma wewangian afrodisiak kok."Wewangian afrodisiak ....Sara pun menoleh menatap Sandy dengan tidak percaya. Jadi, wewangian yang pria itu keluarkan barusan adalah wewangian afrodisiak?"Ke
Begitu Sandy menyentuh wajahnya, Sara sontak tersadar dari lamunannya."Sandy, aku akan menyetujui syarat apa pun darimu selama kamu melepaskanku ...."Sara berujar sambil menekan sidik jarinya pada ponselnya dengan panik.Sara ingin menelepon gawat darurat atau menekan angka 1.Karena Sara sudah menyimpan nomor telepon Wina di angka 1. Namun ....Sandy menyadari gerakan Sara. Dia langsung mencengkeram pergelangan tangan Sara yang terletak di belakang punggung dan merebut ponselnya."Kamu mau menelepon Jefri?"Sandy bertanya sambil tersenyum dengan dingin."Sara, dia nggak mungkin datang menyelamatkanmu. Dia sudah merelakanmu. Lebih baik kamu nggak usah berharap padanya."Sandy pun melemparkan ponsel Sara ke dalam ember es di sampingnya.Ember es itu berisi anggur, es batu dan air. Begitu dicemplungkan ke dalamnya, layar ponsel Sara langsung menjadi gelap.Secercah harapan terakhir Sara pun langsung pupus, sorot tatapannya perlahan menjadi putus asa."Aku sama sekali nggak berniat mene
"Kamu ...."Begitu Sandy angkat bicara, Sara langsung menghantamkan sebotol anggur ke dahi Sandy.Botol anggur itu pun pecah. Anggurnya tumpah membasahi wajah Sandy, pecahan botolnya bahkan ikut menggores punggung tangan Sara yang memegang botol itu.Darah Sara pun setetes demi setetes mengenai dahi Sandy, lalu bercampur dengan darah pria itu sendiri dan mengalir turun ....Darah mereka berdua membuat seprai yang berwarna putih menjadi merah. Sorot tatapan Sandy pun tampak menyalang dengan marah ....Sandy pikir Sara adalah wanita yang sangat lembut, ternyata wanita itu tangguh juga."Ternyata kamu pintar berpura-pura juga ya, Sara.""Sudah kubilang semua orang pasti punya dua sisi. Selama ini kamu cuma melihat satu sisiku."Setelah itu, Sara mengambil pecahan botol anggur yang tergeletak di atas sprei dan menodongkannya pada leher Sandy ....Sandy refleks ingin mendorong Sara menjauh karena takut, tetapi kepalanya mendadak menjadi pusing dan pandangannya menjadi kabur.Dia tidak bisa
Di sisi lain. Setelah dipeluk oleh Yolanda, ekspresi Jefri tiba-tiba berubah menjadi dingin dan langsung mendorong Yolanda menjauh, "Sudah kubilang dengan jelas, jangan mengangguku lagi!"Setelah sekian lama, Yolanda akhirnya bisa bertemu dengan Jefri setelah sekian lama, jadi tentu saja tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Dia meraih tangan Jefri dan bertingkah genit, "Jefri, jangan terlalu kejam begitu. Bagaimanapun, aku kan cinta pertama dan penyelamatmu. Kamu nggak perlu demi wanita tua itu, malah mencampakkanku, 'kan?"Jefri melepaskan tangannya dan berkata, "Yolanda, aku sangat berterima kasih kamu sudah menyelamatkanku, tapi aku sudah membalasnya dengan proyek ini, jadi kita nggak lagi berhutang satu sama lain. Soal cinta pertama …."Sorot mata Jefri tiba-tiba terlihat dingin dan ada rasa jijik sebelum dia melanjutkan ucapannya, "Jangan kira aku nggak tahu kamu waktu itu pernah menggoda Kak Jihan."Yolanda terkejut saat mendengar itu.Dia tidak menyangka Jefri akan mengetahui
Untungnya ada cahaya dari lampu jalanan. Jefri samar-samar dapat melihat ada setumpul semak berduri yang luas di depannya menjadi rata karena tertimpa ....Setelah masuk ke area semak itu, Jefri membungkuk dan jari-jarinya yang gemetar itu menyingkirkan rumput berduri yang menjulang tinggi.Begitu menemukan Sara terbaring di tanah dengan pakaian compang-camping dan berlumuran darah, Jefri pun tertegun.Untuk pertama kalinya dia merasa ketakutan seperti ini hingga merasa darah di sekujur tubuhnya menjadi dingin ….Jantungnya yang dari tadi berdegup kencang, seakan-akan berhenti.Dia seperti jatuh ke dalam jurang, terasa sangat sakit, begitu menyiksa hingga tidak bisa bernapas.Sambil melihat Sara yang kondisinya seperti itu, Jefri ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tidak bisa keluar.Seakan-akan ada yang mencekik tenggorokannya, membuatnya tidak bisa berbicara. Dia hanya bisa mengulurkan tangannya yang gemetar itu untuk menyentuh wajah dingin Sara.Merasakan seseorang menyentuhny
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je